Minggu, 08 Januari 2023

FUNGSI KEJAKSAAN DALAM PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI ACEH

            Dalam konteks penerapan syariat Islam di Aceh kedudukan kejaksaan sebagai penuntut umum diatur dalam Qanun Nomor 11 tahun 2002 tentang pelaksanaan syariat Islam dalam bidang aqidah, ibadah, syi’ar Islam, pasala 16 (1) dijelaskan bahwa penuntut umum adalah jaksa[1] atau pejabat lain yang diberi wewenang oleh qanun untuk melaksanakan penuntutan dan melaksanakan putusan atau penetapan hakim mahkamah syar’iyah.[2] Adapun wewenang jaksa dalam melakukan fungsinya sebagai penuntut di jelaskan dalam pasal 17 Qanun No. 11/2002 sebagai berikut:

a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik;

b. Mengadakan pra-penuntutan apabila berkas perkara hasil penyidikan terdapat kekurangan disertai petunjuk penyempurnaan;

c.  Membuat surat dakwaan;

d.  Melimpahkan perkara ke mahkamah syar’iyah;

e. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai dengan surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi untuk datang pada hari sidang yang ditentukan;

f. Melakukan penuntutan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku;

g. Mengadakan tindakan lain dalam lingkungan tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut peraturan perundang-undangan;

h.  Melaksanakan putusan hakim.


Pasal 18 dalam qanun diatas disebutkan penuntut umum menuntut perkara pelanggaran qanun ini yang terjadi dalam wilayah hukumnya. Pasal 19 disebutkan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam qanun ini diperiksa dan diputuskan oleh mahkamah syar’iyah.[3]

Sementara itu dalam Qanun Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Hukum Acara Jinayat dijelaskan bahwa jaksa diberi wewenang oleh Qanun Hukum Acara Jinayat untuk melakukan penuntutan serta melaksanakan penetapan dan putusan hakim mahkamah[4] dengan kewenangan sebagai berikut[5]:

1.     Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu;

2.     Mengadakan pra-penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan, dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

3.     Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan/atau mengubah status tahanan lanjutan dan/atau mengubah satatus tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;

4.     Membuat surat dakwaan;

5.     Melimpahkan perkara ke mahkamah;

6.     Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa dan saksi tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai dengan surat panggilan untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;

7.     Melakukan penuntutan;

8.     Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan Qanun No. 7 Tahun  2013 dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya; dan

9.     Melaksanakan penetapan dan putusan hakim mahkamah.



[1] Berutu, Ali Geno. "Peran Polri, Kejaksaan Dan Mahkamah Adat Aceh Dalam Penegakan Syariat Islam Di Aceh." Ahkam: Jurnal Hukum Islam 7 (2019).

[2] Berutu, Ali Geno. "MAHKAMAH SYAR’IYAH DAN WILAYATUL HISBAH SEBAGAI GARDA TERDEPAN DALAM PENEGAKAN QANUN JINAYAT DI ACEH." (2020).

[3] Berutu, Ali Geno. "Implementasi Qanun Maisir (Judi) Terhadap Masyarakat Suku Pak—Pak Di Kota Subulussalam–Aceh." ARISTO 4, no. 2 (2016): 31-46.

[4] Berutu, Ali Geno. "Penerapan syariat Islam Aceh dalam lintas sejarah." Istinbath: Jurnal Hukum 13, no. 2 (2016): 163-187.

[5] Berutu, Ali Geno. "Pengaturan Tindak Pidana dalam Qanun Aceh: Komparasi Antara Qanun No. 12, 13, 14 Tahun 2003 dengan Qanun No. 6 Tahun 2014." Mazahib: Jurnal Pemikiran Hukum Islam 16, no. 2 (2017).

BACA JUGA

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar disini

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda