LIHATLAH SYARIAT ISLAM ACEH SECARA KOMPREHENSIF
Pemberlakuan qanun di Aceh hendak dilihat secara komprehensif dan sistematis, jangan dilihat secara parsial. Dalam melihat landasan hukum Qanun Nomor 12 Tahun 2003. Purbacaraka dan Soerjono Soekanto (1993;88-92) mengatakan bahwa suatu produk hukum perlu dilihat landasan hukum keberlakuannya (geltung/gelding) dimana minimal ada tiga landasan.
Pertama, landasan filosofis yaitu kaedah hukum harus sesuai dengan cita-cita hukum (rechtsidee) dan pandangan hidup masyarakat. Kedua, landasan sosiologis, yaitu berkaitan dengan efektivitas qanun dalam kehidupan masyarakat. Menurut Gustav Radbruch (1932) ada dua cara yang berkaitan dengan efektivitas qanun dalam masyarakat, peratama, apakah digunakan pemaksaan penguasa (machttheorie) kepada masyarakat; Kedua, penerimaan (pengakuan) masyarakat (the recognition theory), selain itu suatu peraturan (qanun) harus sesuai dengan living law masyarakat.
Artinya, qanun diterima oleh mayoritas
masyarakat, sehingga tidak hanya merekam keadaan seketika (moment opname).
Ketiga, landasan yuridis (yuridische gelding) yang dibagi kepada yuridis formal
dan yuridis materiil. (1) yuridis formal yaitu adanya kewenangan pembentukan
hukum pada lembaga eksekutif dan legeslatif dan ditetapkan melalui proses dan prosedur dan
ditetapkan melaui proses prosedur antara legeslatif dan eksekutif. (2) yuridis
materiil yaitu, subtansinya harus sesuai dengan jenis peraturannya, peraturan
yang dihasilkan tidak boleh kontradiksi dengan peraturan di atasnya (UU
Keistimewaan Aceh dan UUPA).[1]
[1] Berutu, A. G. (2016). Penerapan syariat Islam Aceh dalam lintas sejarah. Istinbath: Jurnal Hukum, 13(2), 163-187.
Label: SYARI'AT ISLAM
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar disini
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda