Islam Minoritas di Eropa dan Amerika
Eropa merupakan salah satu benua dimana agama Islam berkembang dengan pesat. Islam telah berkembang di Eropa selama 20 tahun
terakhir. Hal tersebut bisa dilihat dari jumlah penduduk
muslim di Eropa pada tahun 1990 sebanyak 29.6 juta jiwa dan berkembang menjadi 44,1 juta jiwa pada awal tahun 2011.[1] Negara-negara di Eropa memiliki sikap yang berbeda-beda dalam menanggapi
keberadaan muslim di negaranya, ada yang menolak serta ada juga yang mau
menerima kehadiran orang-orang muslim tersebut.[2]
Selanjutnya, mayoritas
pemerintah dan masyarakat lokal di Eropa, Amerika, dan Australia juga mulai
menyematkan stereotip negatif pada pengungsi Suriah sebagai “kriminal
berbahaya”. Streotype ini didukung dengan banyaknya berita mengenai penyerangan
warga lokal oleh imigran Muslim. Contoh stereotip negatif lain yang sering
didengungkan bahwa masuknya imigran Muslim, terutama pengungsi Suriah, akan
melakukan islamisasi di Eropa dan menganggu kemakmuran ekonomi domestik dan regional.
Padahal semua prasangka prematur tersebut tidak selalu sesuai dengan kenyataan.
Salah satunya seperti yang dijelaskan Al-Jazeera yang menerima laporan dari
website HoaxMap, bahwa berita buruk mengenai pengungsi Muslim yang sering
beredar belum tentu semuanya benar atau kemungkinan hanya rekaan yang
disebarkan pihak-pihak (anti-migran) tertentu.[3]
Menurut PBB, perang sipil di Suriah sudah memaksa sekitar 4,5 juta
orang meninggalkan negara tersebut sementara sekitar 6,5 juta orang hidup tanpa
tempat tinggal dan terjebak di dalam Suriah.1 Jumlah tersebut adalah yang resmi
dicatat oleh UNHCR, namun diprediksi masih ada jutaan pengungsi dan pencari
suaka yang belum teregistrasi. Walaupun
begitu, di tengah jumlah pengungsi Suriah dan kebutuhan mereka yang meningkat
dari hari ke hari, terdapat beberapa negara yang dituduh mengabaikan tanggung
jawab moral akan keberadaan para pengungsi tersebut, contohnya Amerika Serikat
dan Australia yang cenderung membatasi pengungsi Suriah untuk dapat masuk ke
wilayahnya atau negara-negara Teluk yang dipandang tidak berkontribusi dalam
menampung pengungsi Suriah.
Sementara itu, negara-negara penampung (host country) tidak
(lagi) mampu dalam memberi perlindungan dan memenuhi kebutuhan esensi para
pengungsi Suriah. Banyak pengungsi Suriah yang saat ini mendiami Turki,
Lebanon, dan Yordania. Sekitar dua juta ditampung pemerintah Turki, sementara
Lebanon dan Yordania masing-masing menerima kurang lebih satu juta dan 600.000
pengungsi Suriah.
Di Afrika, Mesir merupakan negara yang paling banyak didatangi
pengungsi Suriah, dengan jumlah 130.000. Akan tetapi pemerintah di
negara-negara tersebut menerapkan larangan bekerja formal dan membatasi akses
pendidikan bagi pengungsi Suriah di tengah terbatasnya suplai makanan dan
fasilitas kamp pengungsian, sehingga banyak pengungsi Suriah seakan tidak
mempunyai harapan untuk meneruskan hidup. Tak sedikit dari mereka kemudian berusaha
dengan berbagai cara untuk pergi ke benua lain seperti Eropa. Eropa, terutama
Jerman dan Swedia dinilai mampu menawarkan kesempatan hidup lebih luas. Di
benak para pengungsi, dua negara tersebut mampu memberikan jaminan sosial yang
cukup baik. Apalagi, kebijakan kedua negara tersebut dikenal dengan open-door
immigration policy yang memperbolehkan pengungsi dan pencari suaka bekerja
di sektor formal swasta dan publik, bahkan membuka bisnis sendiri.
Namun
bukan berarti hidup dan bekerja di Eropa merupakan perkara mudah. Hungaria,
Italia, Yunani, dan Perancis seringkali memperlakukan pengungsi secara tidak
manusiawi. Komitmen Jerman dan Swedia kini juga dinilai tidak konsisten dimana
pemerintahnya tidak berdaya dalam mempercepat proses pengesahan izin tinggal
pengungsi sehingga banyak dari mereka yang tinggal di kamp-kamp
pengungsian mulai frustasi dengan keadaan yang overpopulasi, minim makanan,
pekerjaan, dan aktivitas.
Respon Internasional terhadap pengungsi Suriah yang mayoritas beragama Muslim ini tidak maksimal. Bahkan Amnesti Internasional mendeskripsikan bahwa respon internasional dalam menghadapi pengungsi Suriah sangat shameful (memalukan). Bukan hanya mayoritas negara-negara Barat yang tidak menunjukkan kejelasan komitmen kemanusiaan terhadap nasib dan masa depan pengungsi, tetapi terdapat pula negara-negara Muslim yang tidak fokus dalam mengatasi penderitaan saudara-saudara seiman mereka.[4]
Serangan ini dikutuk oleh
setiap orang, termasuk umat muslim,
tiba-tiba saja telah mengarahkan perhatian masyarakat (khususnya warga negara
Eropa dan Amerika) kepada Islam. Orang-orang barat
yang dulunya melakukan diskriminasi pada ras kulit hitam, tapi setelah
terjadinya 9/11, diskriminasi itu lebih ditunjukkan kepada warga muslim di
Eropa,[5] mereka
selalu mengatasnamakan Islam sebagai sarang teroris yang harus dimusnahkan.
[1] Berutu, Ali Geno. "Sea Muslim Minoritas: South Thailand/Pattani, South Philippines/Mindanau and Thailand." (2019).
[2]
[3] Lunyka Adelina Pertiwi
[4]
[5] Tariq Modood,
Label: MENULIS
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar disini
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda