Di dalam fase kehidupan manusia, akan menjumpai fase
dimana seseorang menginginkan terjadi sebuah pernikahan. Di dalam Agama Islam
sendiri, pernikahan merupakan salah satu sunnah dari Rasulullah dan menjadi
ibadah yang terpanjang atau terlama. Pernikahan merupakan cita-cita bagi semua
orang. Keinginan memiliki rumah tangga yang harmonis yang sering disebut
orang-orang sakinah, mawadah dan warohmah merupakan rumah tangga dambaan semua
orang. Namun, apabila di dalam rumah tangga tersebut ada orang ketiga atau
suami ingin menikah lagi bagaimana? Seputar hal tersebut poligami atau memiliki
istri lebih dari satu banyak mengundang kontroversi pro dan kontra. Lalu
bagaimana pandangan dalam Agama Islam tentang poligami?
1. Pengertian
Poligami
Kata poligami
berasal dari bahasa Yunani secara etimologis, poligami merupakan derivasi dari
kata apolus yang berarti banyak, dan gamos yang berarti istri
atau pasangan. Jadi poligami bisa dikatakan sebagai mempunyai istri lebih dari
satu orang secara bersamaan. Adapun secara terminologis, poligami dapat
dipahami sebagai suatu keadaan dimana seorang suami memiliki istri lebih dari
satu orang.
Sedangkan poligami yang
berasal dari bahasa Inggris adalah “Poligamy” dan disebut تَعَدُّدُ الزَّوْجَات
dalam hukum Islam, yang berarti beristri lebih dari seorang wanita. Begitu
pula dengan istilah poliandri berasal dari bahasa Inggris “poliandry” dan
disebut تعدّد الأزوج atauتعددالبعول dalam hukum Islam, yang
berarti bersuami lebih dari seorang pria. Maka poligami adalah seorang pria
yang memiliki istri lebih dari seorang wanita, sedangkan poliandri adalah
seorang wanita yang bersuami lebih dari seorang pria.
2. Syarat dilakukannya Poligami
Suami yang bermaksud
untuk beristri lebih dari seorang harus mengajukan permohonan kepada Pengadilan
Agama di daerah tempat tinggalnya. Suami didudukan sebagai Pemohon, sedangkan
pihak istri yang suaminya hendak berpoligami didudukkan sebagai Termohon. Bagi
Pegawai Negeri sipil dan ABRI ada
peraturan dan persyaratan khusus tersendiri, yang mesti dipenuhi guna
kedisiplinan.
Pasal 5 Undang-Undang
Nomr 1 Tahun 1974 memberikan persyaratan terhadap seorang suami yang akan
beristri lebih dari seorang sebagai berikut:
a. Suami sebagai Pemohon harus memenuhi syarat-syarat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) undang-undang ini harus dipenuhi,
yaitu :
1)
Adanya
persetujuan dari istri-istri.
2)
Adanya
kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak
mereka.
3)
Adanya
jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak
mereka.
b. Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a
pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila istri/istri-istrinya
tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam
perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari istrinya selama
sekurang-kurangnya 2 tahun, yang ditentukan pada penilaian hakim Peradilan
Agama.
3. Alasan Poligami
Pada dasarnya seorang
pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang suami yang ingin beristri
lebih dari seorang dapat diperbolehkan bila dikehendaki oleh pihak-pihak yang
bersangkutan dan Pengadilan Agama telah memberi izin (Pasal 3 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974). Dasar pemberian izin poligami oleh Pengadilan
Agama diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang perkawinan seperti
diungkapkan sebagai berikut:
Izin poligami dari Pengadilan Agama diberikan kepada seorang suami,
apabila alasan untuk memungkinkan suami akan kawin lagi ada, yaitu:
a. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai
istri.
b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang
tidak dapat disembuhkan.
c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Seorang suami yang akan melangsungkan perkawinan kedua, ketiga, dan
keempat, baru dapat melaksanakan poligami apabila penetapan Pengadilan Agama
yang memberi izin itu telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Apabila diperhatikan
alasan pemberian izin melakukan poligami di atas, dapat dipahami bahwa
alasannya mengacu pada tujuan pokok pelaksanaan perkawinan, yaitu membentuk
rumah tangga yang bahagia dan kekal (istilah KHI disebut sakinah, mawaddah, dan rahmah) berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa. Apabila tiga alasan yang disebutkan di atas menimpa suami istri maka dapt
dianggap rumah tangga tersebut tidak akan mampu menciptakan keluarga bahagia (mawaddah dan rahmah).
4. Pandangan
Islam Terhadap Poligami
Islam
tidak pernah menyebutkan dengan jelas bagaimana hukum dari poligami. Di dalam
Al-Qur’an sendiri tidak disebutkan dengan jelas bagaimana hukum dari poligami,
dan juga tidak ada kewajiban suami untuk berpoligami. Asas perkawinan dalam
hukum Islam adalah monogami. Hal ini dapat dilihat dari penafsiran Al- Qur’an
Surat Annisa, ayat 3 yang menyatakan bahwa “dan jika kamu khawatir tidak akan
mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu
menikahinya), maka nikahilah perempuan lain yang kamu senangi:dua,tiga, atau
empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak
mampu berlaku adil, maka nikahilah seorang saja atau hamba sahaya perempuan
yang kamu miliki, yang demikian itu lebih dekat agar agar kamu tidak berbuat
dzalim.”
Dalam
penyimpangan asas monoami, arti adil menjadi sangat penting, karena ia
merupakan tolak ukur diperbolehkannya penyimpangan dari asas monogami. Bahkan,
ketidakadilan dalam penyimpangan asas monogamai, dapat mengakibatkan seseorang
berbuat aniaya. Dalam hukum Islam, perbuatan aniaya tidak dibenarkan, dan
karenanya merupakan dosa.
Dalam
surat An-Nisa ayat 129 menjelaskan “dan kamu tidak dapat berlaku adil di antara
istri-istrimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian……”
Dari
surat tersebut kita tahu bahwa dalam poligami untuk mencapai keadilan dalam hal
tersebut sangat sulit. Allah telah menjelaskan dengan tegas bahwa manusia tidak
dapat berlaku adil. Walaupun suami itu memiliki harta yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan istri secara materi, namun untuk memenuhi kebutuhan batin dari istri-istrinya
tidak dapat berlaku adil.
Mengenai
masalah ini, Rasyid Ridha mengatakan, sebagaimana yang dikutip oleh Masyfuk
Zuhdi yaitu, Islam memandang poligami lebih banyak membawa resiko atau madharat
dari pada manfaatnya, karena manusia itu mempunyai watak cemburu, iri hati
dan suka mengeluh. Watak-watak tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi,
jika hidup dalam kehidupan keluarga yang poligamis.
Menurut
Sayyid Qutub, sebagiman yang dikutib oleh Khutubuddin Aibak yaitu, poligami
merupakan suatu perbuatan rukhsah yang dapat dilakukan hanya dalam keadaan
darurat yang benar-benar mendesak. Kebolehan ini masih disyaratkan harus
bisaberbuat adil terhadap istri-istri dibidang nafkah, mu’amalah, pergaulan dan
pembagian malam. Bagi calon suami yang tidak sanggup berbuat adil, maka
diharuskan cukup menikahi satu orang istri saja, sedangkan bagi suami yang
sanggup berbuat adil, maka boleh berpoligami dengan batasan maksimal hanya
empat orang istri.
5. Diperbolehkannya
Poligami
Suami
dapat berpoligami apabila dalam keadaan yang darurat. Pengadilan Agama
memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang
apabila:
a)
Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya
sebagai istri
b) Istri mendapat cacat badan atau penyakit
yang tidak dapat disembuhkan
c)
Istri tidak dapat melahirkan keturunan
Mengenai peraturan alasan pemberian izin
poligami di atas, dapat dipahami bahwa alasannya mengacu pada tujuan pokok
pelaksanaan perkawinan, yaitu membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Apabila ketiga alasan tersebut di atas
menimpa suami istri maka dapat dianggap rumah tangga tersebut tidak akan mampu
menciptakan keluarga bahagia (mawadah dan rahmah).
Poligami tidak serta merta hanya untuk
memenuhi nafs saja, namu dalam berpoligami ada syarat dan ketentuanya. Syarat
dan ketentuan dalam berpoligami bertujuan agar kehidupan keluarga setelah
melakukan poligami dapat mewujudkan apa yang menjadi tujuan dan menyelesaikan
masalah. Berikut adalah syarat poligami:
a. Ketentuan
dari Al-qur’an
Mampu berbuat adil kepada semua
istrinya.Dalilnya adalah firman Allah swt. Surat An-Nisa’: 3, artinya “ Kemudian
jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja.”
b.
Mampu menjaga diri untuk tidak terperdaya
dengan istri-istrinya itu dan tidak meninggalkan hak-hak karena keberadaan
mereka. Allah karena keberadaan mereka. Allah berfirman, “ Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan
anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap
mereka.”
c.
Memiliki kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan lahiriah dan menjaga kehormatan mereka. Hal ini bertujuan
agar istri-istrinya itu terhindar dari kenistaan dan kerusakan, karena Allah
tidak menyukai kerusakan. Dalam sebuah hadits, Nabi saw. Bersabda: “Hai
segenap pemuda, siapa diantara kalian sanggup menikah, maka menikahlah.” (
Muttafaq ‘alaih)
d.
Memiliki kesanggupan untuk member nafkah
kepada mereka. Allah swt. Berfirman,” Dan
orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya,
sehingga Allah membuat mereka mampu dengan karunia-Nya.” (An-Nur:33)
E. KESIMPULAN
Jadi kesimpulan yang dapat kita petik dari
apa yang telah kita bahas yakni. Poligami merupakan suatu peristiwa dimana
suami memiliki lebih dari satu isteri. Di dalam Islam, poligami tidak dilarang
maupun dibuka secara lebar lebar. Pembolehajn dalam Islam untuk poligami
sendiri terdapat syarat yang harus dijalankan oleh suami.
Poligami dapat dilakukan apabila dalam
keadaan yang darurat dimana sang iseri tidak dapat menjalankan kewajibannya
sebagai seorang istri, cacat, dan tidak memiliki keturunan. Islam sendiri
menegaskan didalam Al-Quran bahwa pada dasarnya manusia itu tidak dapat
bersikap adil. Maka jika tidak mampu adil terhadap isteri-isterinya sebaiknya
memiliki isteri satu saja.
DAFTAR PUSTAKA
Aibak,Khutubuddin. 2009. Kajian
Fiqh Kontemporer. Yogyakarta: Teras.
Ali, Zainuddin. 2006. Hukum Perdata Islam Di Indonesia. Jakarta:
Media grafika.
Hoerudin, Ahrum. 1999.
Pengadilan
Agama: Bahasan Tentang Perngertian, Pengajuan Perkara dan Kewenangan Pengadilan
Agama Setelah Berlakunya Undang-Undang zno. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan
Agama. Jakrta:
PT. Citra Aditya Bakti.
BACA JUGA
Label: TOKOH