Minggu, 08 Januari 2023

POLEMIK SUKARNO DAN NATSIR

 

Polemik Soekarno dan Natsir yang secara garis besar mewakili pandangan-pandangan dua kelompok besar di Indonesia, yaitu para nasionalis Sekuler dan naionalis Islam sebagian besar menentukan bentuk dan perkembangan diskusi di dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).[1]

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilakukan pada 17 Agustus 1945 masalah baru tibul kembali, yakni adanya keberatan dari kelompok agama minoritas mengenai tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Kelompok minoritas yang berasal dari Indonesia Timur[2] seperti Bali, Maluku, Plores dan Sulawesi  mengancam tidak akan mau bergabung dengan Indonesia jika tujuh kata dalam Piagam Jakarta tetap dimasukkan ke dalam Preambule UUD 1945.[3] Melalui perdebatan yang panjang mengenai pro dan kontra tentang penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta, akhirnya dalam pertemuan yang mendadak yang dimotori oleh Soekarno dan Muhammad Hatta, beberapa saat sebelum sidang PPKI dilakukan pada 18 Agustus 1945, terjadi penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta untuk pembukaan UUD 1945.

Kompromi politikpun terjadi antara Muhammad Hatta yang mewakili kalangan nasionalis dengan Kasman Singodimedjo yang mewakili dari kalangan Islam. Kompromi politik tersebut diambil guna untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang saat itu baru berusia satu tahun.[4] Kalangan Islam pada akhirnya menyetujuai perubahan tujuh kata dalam Piagam Jakarta“dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dirubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” .[5] Dalam sidang pada 18 Agustus 1945, PPKI mensahkan UUD 1945 sebagai dasar konsitusi Indonesia dan mengakhiri perdebatan dan perselisihan mengenai dasar negara Indonesia.



[1] Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 Sebuah Konsensus Nasional tentang Dasar Negara Republik Indonesia (1945-1949), (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), 10.

[2] Khairullah Zikri, “The Jakarta Charter and the Construction of Indonesian Identity”, En Arche, Indonesian Journal of Inter-Religious Studies, Vol. 1, No. 2 (2012), 109.

[3] Saifuddin Anshari, “The Jakarta Charter of June 1945:..., 66.

[4] Haidar Nassir, Islam Syariat Reproduksi Salafiyah Idiologis di Indonesia...,241

[5] Prawoto Mangkusasmito, Perumusan Historis Rumus Dasar Negara dan Sebuah Proyeksi (Jakarta: Hudaya, 1970), 21-22.

BACA JUGA

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar disini

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda