Rabu, 18 Januari 2023

TIPS LOLOS BEASISWA LPDP


Ini adalah pengalaman yang telah saya lalui beberapa tahun yang lalu. Sebagai penerima beasiawa LPDP saya sangat bersyukur dan berterimakasih kepada negara karena telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melaanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Sebagai bahan tukar pikiran dan menamwah informasi terkait proses seleksi beasisa LPDP, berikut ini saya tuliskan dengan singkat kisah saya dalam mendapatkan beasiswa yang paling bergengsi di negeri ini.

Kisah ini adalah seputar proses interview saja, karena saya yakin teman-teman semua sudah bisa memahami dengan baik persyaratan administrasinya yang tercantum dalam web LPDP.

1.    Percaya diri.

Gagah dan beranilah masuk keruangan wawancara tanpa harus memikirkan latar belakang keluarga dan kampus asal anda kuliah. Selama anda telah dinyatakan lolos pada tahap administrasi, berarti anda pada dasarnya sama dengan semua peserta pendaftar beasiswa LPDP tanpa kurang sedikitpun. Percayalah bahwa anda adalah yang terbaik diantara orang-orang baik yang akan diseleksi tersebut.

2.    Memiliki pendirian yang kuat.

Pada saat proses wawancara sedang berlangung, usahakan tegas tapi santun dalam menjawan setiap pertanyaan, tunjukkan bawa anda adalah seorang calon pemimpin masa depan yang tidak mudah untuk dikecoh dalam mengambil suatu kebijakan/keputusan. Usahakan teguh pada pendirian dalam artian selam pendirian anda tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral dalam masyarakat dan cita-cita besar negara Indonesia yang tertuang dalam Pancasila.

3.    Jujur

Dalam menjaawab pertanyaan pewawancara usahakan jujur dalam menjawab pertanyaan yang diajukan, karena kalau tidak jujur, nanti akan kelihatan kalau anda tidak konsisten dan cenderung plin-plan dalam menjawan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Sikap plin-plan tentu bukan salah satu ciri pemimpin yang diinginkan oleh bangs aini kedepannya.

4.    Berdoa dan Positif

Setelah semua usaha dilakukan, perbanyaklah berdoa dan memohon kepada Tuhan yang maha kuasa supaya anda dinyatakan lulus beasiswa LPDP serta selalulah berfikiran dan berprasangka positif terhadap semua usaha yang telah anda jalankan.

Semoga anda berhasil dan beruntung, jangan lupa pernyak syukur dan tebar kebaikan untuk sesama.

Salam hangat.!

 

BACA JUGA

Label:

TIPS LOLOS WAWANCARA BEASISWA LPDP


Beasiswa LPDP telah menjadi primadona bagi kalangan masyarakat Indonesia untuk melanjutkan studi ke jenjang selanjutnya pada dekade ini. Bukan tanpa alasan, karena memang beasiswa yang di sediakan oleh Pemerintah melalui alokasi dana APBN tersebut menjamin sepenuhnya keberlangsungan studi dan biaya hidup bagi para penerimanya. Adanya jaminan tersebut, membuat masyarakat Indonesia selalu berkompentisi untuk mendapatkan beasiswa LPDP setiap tahunnya. Tentu dalam kompetisi tidak semua bisa dimenangkan, adanya yang lolos adanya juga yang belum lolos.

Salah satu tahapan yang sangat menentukan dalam seleksi beasiswa LPDP adalah wawancara. Pada tahap wawancara ini, banyak sekali para pelamar beasiswa harus mundur secara tertib akibat dianggap tidak/belum memenuhi standar penerima beasiswa yang ditetapkan oleh LPPD.

Berikut ini adalah saran dan tips untuk dapat lolos dalam seleksi wawancara beasiswa LPDP.

1.    Pahami diri anda dengan baik.

Anda harus bisa mendeskripsikan diri anda dengan baik dihadapan interviewer yang meliputi siapa anda,? dari kelurga seperti apa anda berasal,? hidup dalam lingkungan seperti apa,? sekolah dan kuliah dimana,? bagaimana anda melakukan kegiatan sehari-hari dan lain sebagainya.?

2.    Berlatih untuk menjawab dengan baik dan benar.

Usahakan menjawab pertanyaan interviewer dengan baik, jujur dan relaistis. Artinya jawaban saudara jangan sampai bertolak belakang dengan kehidupan anda yang telah dijelaskan pada point pertama di atas. Usahakan menjawab pertanyaan yang realistis, artinya jawaban anda dapat diukur dan dapat untuk direalisasikan dalam kehiduapan anda serta berguna untuk kepentingan dan kemajuan bersama (negara).

3.    Tenang dalam menjawab pertanyaan.

Ketika melangsungakan wawancara, usahan tenang dan tidak terlalu banyak bergerak. Fokuslah kepada pewawancara dengan tegak dan memandang mata pewawancara. Dalam menjawab pertanyaan interviewer usahakan santai dan tidak terlalu terburu-buru. Yang pasti jangan pernah memotong perkataan para interviwer, tunggu mereka selelasi berbicara baru anda kemudian menjawabnya. (ini adalah etika dalam berbicara)

4.    Buat pewawancara terkesan.

Buatlah pewawancara terkesan dengan anda. Terkesan dalam hal keperibadian anda yang memang layak untuk dibiayai dan akan berkontribusi untuk kemajuan Indoenesia, terkesan dengan Riset anda yang memang akan memecahkan permasalahan yang menjadi fokus peneliatian anda dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

5.    Jadilah pribadi Nasionalis sejati.

Tunjukkan kepada pewawancara bahwa anda adalah nasionalis sejati yang siap membela tanah air kedepannya, tunjukkan bahwa anda adalah puta/putri terbaik sebagai pengemban estafet kepemimpinan bangsa ini kedepannya.

6.    Berdoa

Yang terakhir perbanyaklah berdoa, karena usaha kita tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya campur tangan Tuhan Yang Maha Esa.

 

Semoga berhasil dan diberi kemudahan. Jangan lupa minta doa restu kepada kedua orang tua, guru dan kerabat.

Salam.

BACA JUGA

Label:

Sabtu, 14 Januari 2023

TEORI SOSIOLOSI HUKUM 3

 

1.  Teori Hukum dan Perubahan Sosial : Schwart dan Miller

Hukum akan menjadi semakin kompleks manakala masyarakat mengalami spesialisasi yang semakin jauh (Rahasdjo, 1980 :102).

2.  Teori oleh Hayami Ruttan.

Teknologi akan lahir sesuai dengan kebutuhan objektif masyarakat, karena proses inovasi selalu dituntun oleh objektifitas masyarakat (Soemitro, 1989 : 100).

3. Teori Karl F.Schuessler mengenai Pidana Mati.

Pidana mati adalah cara paling efektif untuk menakut-nakuti, bertolak dari pendapat bahwa tiap orang takut akan kematian dan sifat keefektifan itu tergantung dari penerapannya secara pasti dan rakyat tahu akan hal ini (Rahardjo, 1980 : 126).

4. Teori John Hopkins dan Baltimore

Lembaga penelitian dan lembaga-lembaga penelitian dalam suatu masyarakat secara fundamental akan selalu reponsif terhadap kebutuhan masyarakat itu, ini berarti bahwa bila teknologi itu dicipktakan pada suatu lingkungan wilayah tertentu, maka teknologi itu tidak mungkin irrelevant di wilayah tersebut, hal-hal demikian dapat merupakan bahan untuk dituangkan dalam bentuk hukum (Soemitro, 1989 : 100).

5. Teori oleh Siedman.

Tata hukum itu merupakan saringan, yang menyaring kebijaksanaan pemerintah sehingga menajdi tindakan yang dapat dilaksanakan (Rahardjo, 1980 :113)

6. Teori Kontrak : Macaulay

Para pihak dalam melakukanb transaksinya menyadarkan pada cara kontraktual, namun adanya sanksi hukum pada kontrak tersebut tidak mempunyai hubungan yang bersifat mendesak dengan transaksi yang dibuat oleh para pihak (Rahardjo, 1980 : 122-123)

7. Teori Von Savigny.

Bahwa antara hukum dan keaslian secara watak rakyat terdapat suatu pertalian yang organis, sehingga menjadi satu kesatuan yang menimbulkan kepercayaan yang sama dari seluruh rakyat serta sentimen yang sama dari seluruh rakyat serta sentimen yang sama pula tentang apa yang merupakan keharusan, yang kesemuanya itu menolak adanya gagasan yang bersifat aksidentak dan arbiter (Rahardjo, 1980 :42).

BACA JUGA

Label:

TEORI HUKUM SOSIOLOGIS 2

 

1. Teori Huntington Cairns.

Ilmu pengetahuan hukum sebagai suatu sociotecnique mampu membuat dan menerapkan peraturan-peraturan hukum yang diperlukan guna mencapai tujuan-tujuan sosial yang diharapkan, penggunaan hukum sebagai “a tool of social engineering” meliputi penggunaan peraturan-peraturan yang dirumuskan oleh lembaga-lembaga pembuat peraturan yang menimbulkan suatu akibat tertentu pada tingkah laku pemegang peran, yaitu untuk mewujudkan tujuan-tujuan tertentu yang dikehendaki (soemitro, 1989 : 73).

2. Teori Penegakan Hukum : Max Weber.

Penegakan hukum pada suatu masa berbeda dengan penegakan hukum pada masa yang lain, sebab perkembangan sosial dari masyarakatnya juga, supaya suatu penegakan hukum bisa diselenggarakan, diperlukan perlengkapan sosial tertentu (Rahardjo, 1986 : 194).

3.Teori Kontrak Sosial : Emile Durkheim

Suatu kontrak itu tidak cukup untuk bisa berdiri sendiri, tetapi ia bisa dilakukan hanya karena adanya peraturan-peraturan yang mengaturnya dank arena merupakan sesuatu yang pada hakekatnya bersifat sosial (Rahardjo 1986 : 260).

4.Teori Vilhelm Lundstedt

Hukum itu semata-mata merupakan fakta dari kenyataan sosial yang berwujud dalam kelompok-kelompok terorganisasi dan kondisi-kondisi yang memungkinkan koeksistensi antara orang banyak (Rahardjo, 1986 : 270).

5.Teori Alf Ross.

Norma adalah pengarahan yang berada dalam kaitan korespondensinya dengan fakta-fakta sosial, norma benar-benar bekerja karena dirasakan oleh para hakim mempunyai daya ikat sosial dan karenanya dipatuhi (Rahardjo, 1986 :270-271).

6. Teori Eugen Ehrlich.

Bahwa hukum positif berbeda dengan hukum yang hidup (living law), hukum positif hanya akan efektif jika ia selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat atau pola-pola kebudayaan (culture patterns), pusat perkembangan hukum bukan terletak pada badan-badan legeslatif, keputusan-keputusan badan yudikatif atau ilmu hukum tapi justru terletak pada kehidupan masyarakat itu sendiri (Soemitro 1984 : 20).

7. Teori Rosecoe Pound.

Hukum merupakan alat pengendali sosial (social control) dan bahkan hukum selalu menghadapi tantangan dari pertentangan kepentingan-kepentingan, hukum juga berusaha untuk menyusun suatu kerangka nilai-nilai dalam masyarakat yang harus dipertahankan oleh hukum (Soemitro, 1985 :57).

8.Teori Overmacht : Hazewinkel Suringa.

Suatu penyebab yang datang dari luar yang membuat suatu perbuatan itu menjadi tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada pelakunya untuk setiap kekuatan, setiap paksaan, setiap tekanan, dimana terdapat kekuatan, paksaan atau tekanan tersebut orang tidak dapat memberikan perlawanan (Lamintang, : 1984 : 208).

BACA JUGA

Label:

TEORI HUKUM SOSIOLOGIS 1

 

1. Teori Sibernetika: Talcott Parsons.

Bahwa tingkah laku individu tidak merupakan tingkah laku biologis, tetapi harus ditinjau sebagai tingkah laku yang berstruktur. Tingkah laku seseorang harus ditempatkan dalam kerangka sistem sosial yang luas yang terbagi dalam sub sistem - sub sistem. Dalam garis besarnya, tingkah laku individu dibatasi oleh dua lingkungan dasar yang masing-masing bersifat fisik dan ideal, yaitu lingkungan fisik organik dan lingkungan realitas tertinggi. Diantara dua lingkungan dasar tersebut terdapat hierarkhis,  yaitu sub-sistem budaya dengan fungsi mempertahankan pola, sub-sistem social dengan fungsi integrasi, sub-sistem politik dengan fungsi mencapai tujuan dan sub-sistem ekonomi dengan fungsi adaptasi. (Soemitro, 1989 : 29)

2. Teori Solidaritas: Emile Durkheim.

Bahwa penyebab orang-orang terikat dalam satu kesatuan sosial ialah karena adanya solidaritas. Dari sini dapat dilihat adanya hubungan antara jenis-jenis hukum tertentu dengan sifat solidaritas dalam masyarakat. Solidaritas mekanis menghasilkan hukum represif yang bersifat menindak (Hukum Pidana), solidaritas organis menghasilkan hukum restitutif yang bersifat mengganti (Soemitro, 1989 :11-12).

3. Teori Malinowski.

Bahwa setiap elemen dari hukum primitif, setiap tuntutan, ditentukan oleh kebutuhan untuk mempertahankan identitas kelompok (Soemitro, 1985 :27).

4. Teori Kenneth S.Carlston.

Bahwa kelompok hancur atau cerai berai atau punah bukanlah hanya disebabkan karena hukum gagal dalam melaksanakan tugasnya. Tugas hukum haruslah dijalankan sebab tugas ini merupakan kondisi yang tidak dapat digantikan dalam mencapai tujuan yang sebenarnya dari setiap kelompok. Hukum tidak merupakan tujuan itu sendiri, melainkan merupakan instrumen yang tidak dapat digantikan untuk mencapai tujuan biologis tertinggi yang nyata dari aktivitas manusia (Soemitro, 1985 :57).

BACA JUGA

Label:

Rabu, 11 Januari 2023

Ingkar Janji dan Sanksinya dalam KHES

Pihak dapat dianggap melakukan ingkar janji, apabila karena kesalahannya: 

  1. tidak melakukan apa yang dijanjikan untuk melakukannya; 
  2. melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan; 
  3. melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat; ataud. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Pihak dalam akad melakukan ingkar janji, apabila dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan ingkar janji atau demi perjanjiannya sendiri menetapkan, bahwa pihak dalam akad harus dianggap ingkar janji dengan lewatnya waktu yang ditentukan.

Pihak dalam akad yang melakukan ingkar janji dapat dijatuhi sanksi: 

  1. membayar ganti rugi; 
  2. pembatalan akad; 
  3. peralihan risiko; 
  4. denda; dan/atau 
  5. membayar biaya perkara

Sanksi pembayaran ganti rugi dapat dijatuhkan apabila : 

  1. pihak yang melakukan ingkar janji setelah dinyatakan ingkar janji, tetap melakukan ingkar janji;
  2. sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya; 
  3. pihak yang melakukan ingkar janji tidak dapat membuktikan bahwa perbuatan ingkar janji yang dilakukannya tidak di bawah paksaan. 

Sumber: Pasal 36-39 Buku II KHES

  

BACA JUGA

Label:

Aib Kesepakatan Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

Akad yang sah sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 huruf a adalah akad yang disepakati dalam perjanjian, tidak mengandung unsur ghalath atau khilaf, dilakukan di bawah ikrah atau paksaan, taghrir atau tipuan, dan ghubn atau penyamaran.

Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu akad kecuali kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat yang menjadi pokok perjanjian.

Paksaan adalah mendorong seorang melakukan sesuatu yang tidak diridlainya dan tidak merupakan pilihan bebasnya.

Paksaan dapat menyebabkan batalnya akad apabila : 

  1. pemaksa mampu untuk melaksanakannya; 
  2. pihak yang dipaksa memiliki persangkaan kuat bahwa pemaksa akan segera melaksanakan apa yang diancamkannya apabila tidak mematuhi perintah pemaksa tersebut; 
  3. yang diancamkan menekan dengan berat jiwa orang yang diancam. hal ini tergantung kepada orang perorang; d. ancaman akan dilaksanakan secara serta merta; 
  4. paksaan bersifat melawan hukum.

Penipuan adalah mempengaruhi pihak lain dengan tipu daya untuk membentuk akad, berdasarkan bahwa akad tersebut untuk kemaslahatannya, tetapi dalam kenyataannya sebaliknya.

Penipuan merupakan alasan pembatalan suatu akad, apabila tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak, adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak membuat akad itu jika tidak dilakukan tipu muslihat.

Penyamaran adalah keadaan di mana tidak ada kesetaraan antara prestasi dengan imbalan prestasi dalam suatu akad. 


sumber:

Pasal 29-35 KHES Buku II

BACA JUGA

Label:

Selasa, 10 Januari 2023

Rukun dan Syarat Akad Ekonomi Syariah

 Rukun akad terdiri atas: 

  1. pihak-pihak yang berakad; 
  2. obyek akad; 
  3. tujuan-pokok akad; dan 
  4. kesepakatan.
Pihak-pihak yang berakad adalah orang, persekutuan, atau badan usaha yang memiliki kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum.

Obyek akad adalah amwal atau jasa yang dihalalkan yang dibutuhkan oleh masing-masing pihak.

Akad bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pengembangan usaha masing-masing pihak yang mengadakan akad.  

Akad tidak sah apabila bertentangan dengan: 
  1. syariat islam; 
  2. peraturan perundang-undangan; 
  3. ketertiban umum; dan/atau 
  4. kesusilaan;
Hukum akad terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu: 
  1. akad yang sah. 
  2. akad yang fasad/dapat dibatalkan. 
  3. akad yang batal/batal demi hukum.
a. Akad yang sah adalah akad yang terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya.
b. Akad yang fasad adalah akad yang terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya, tetapi terdapat segi atau hal lain yang merusak akad tersebut karena pertimbangan maslahat.
c. Akad yang batal adalah akad yang kurang rukun dan atau syarat-syaratnya.

Sumber:
Buku II KHES Pasal 22-28


BACA JUGA

Label:

ASAS ASAS AKAD DALAM EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA

Apa saja asas-asas hukum ekonomi syariah?
Bagaimana asas-asas hukum perikatan Islam?

 Akad dilakukan berdasarkan asas: 

  1. ikhtiyari/sukarela; setiap akad dilakukan atas kehendak para pihak, terhindar dari keterpaksaan karena tekanan salah satu pihak atau pihak lain. 
  2. amanah/menepati janji; setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan kesepakan yang ditetapkan oleh yang bersangkutan dan pada saat yang sama terhindar dari cidera-janji. 
  3. ikhtiyati/kehati-hatian; setiap akad dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan dilaksanakan secara tepat dan cermat.
  4. luzum/tidak berobah; setiap akad dilakukan dengan tujuan yang jelas dan perhitungan yang cermat, sehingga terhindar dari praktik spekulasi atau maisir. 
  5. saling menguntungkan; setiap akad dilakukan untuk memenuhi kepentingan para pihak sehingga tercegah dari praktik manipulasi dan merugikan salah satu pihak. 
  6. taswiyah/kesetaraan; para pihak dalam setiap akad memiliki kedudukan yang setara, dan mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang.
  7. transparansi; setiap akad dilakukan dengan pertanggungjawaban para pihak secara terbuka.
  8. kemampuan; setiap akad dilakukan sesuai dengan kemampuan para pihak, sehingga tidak menjadi beban yang berlebihan bagi yang bersangkutan.
  9. taisir/kemudahan; setiap akad dilakukan dengan cara saling memberi kemudahan kepada masing-masing pihak untuk dapat melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan. 
  10. itikad baik; akad dilakukan dalam rangka menegakan kemaslahatan, tidak mengandung unsur jebakan dan perbuatan buruk lainnya. 
  11. sebab yang halal; tidak bertentangan dengan hukum, tidak dilarang oleh hukum dan tidak haram.
Referensi:
Buku II KHES Pasal 21

BACA JUGA

Label:

MACAM-MACAM AKAD EKONOMI SYARIAH DAN PENGERTIANNYA

Apa saja jenis jenis akad dalam syariah?
Apa saja macam macam ekonomi syariah?
Akad dibagi menjadi berapa?

  1.  Akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu
  2. Bai’ adalah jual beli antara benda dengan benda, atau pertukaran benda dengan uang. 
  3. Syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat. 
  4. Mudharabah adalah kerjasama antara pemilik dana atau penanam modal dengan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah. 
  5. Muzaraah adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap untuk memanfaatkan lahan. 
  6. Murabahah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh shahib al-mal dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi shahib al-mal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau angsur
  7. Musaqah adalah kerjasama antara pihak-pihak dalam pemeliharaan tanaman dengan pembagian hasil antara pemilik dengan pemelihara tanaman dengan nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang terikat. 
  8. Khiyar adalah hak pilih bagi penjual dan pembeli untuk melanjutkan atau membatalkan akad jual-beli yang dilakukannya. 
  9. Ijarah adalah sewa barang dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran. 
  10. Istisna adalah jual-beli barang atau jasa dalam bentuk pemesanan dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pihak pemesan dengan pihak penjual. 
  11. Shunduq hifzi ida’/Safe Deposit Box adalah tempat penyimpan barang berharga sebagai titipan yang disediakan bank dengan sistem ijarah menyewa/ijarah dengan risiko ganti rugi. 
  12. Kafalah adalah jaminan atau garansi yang diberikan oleh penjamin kepada pihak ketiga/pemberi pinjaman untuk memenuhi kewajiban pihak kedua/peminjam. 
  13. Hawalah adalah pengalihan utang dari muhil al-ashil kepada muhal ‘alaih. 
  14. Rahn/gadai adalah penguasaan barang milik peminjam oleh pemberi pinjaman sebagai jaminan.
  15. Ghasb adalah mengambil hak milik orang lain tanpa izin dan tanpa berniat untuk memilikinya.
  16. Ifsad/perusakan adalah pengurangan kualitas nilai suatu barang. 
  17. Wadi’ah adalah penitipan dana antara pihak pemilik dana dengan pihak penerima titipan yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut.
  18. Ju’alah adalah perjanjian imbalan tertentu dari pihak pertama kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas/pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama. 
  19. Wakalah adalah pemberian kuasa kepada pihak lain untuk mengerjakan sesuatu.  
  20. Mabi’/barang dagangan adalah barang-barang yang dapat dipertukarkan. 
  21. Saham adalah segala sesuatu yang dimiliki seseorang atau badan usaha yang disatukan sebagai bagian dari harta milik bersama. 
  22. Obligasi Syariah adalah surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip syari’ah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset surat berharga baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. 
  23. Suk maliyah/reksa dana syariah adalah lembaga jasa keuagan non bank yang kegiatannya berorientasi pada investasi di sektor portofolio atau nilai kolektif dari surat berharga. 
  24. Efek Beragun Aset Syariah adalah Efek yang diterbitkan oleh akad investasi kolektif Efek Beragun Aset Syariah yang portofolio-nya terdiri atas aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang timbul di kemudian hari, jual beli pemilikan aset fisik oleh lembaga keuangan, Efek bersifat investasi yang dijamin oleh pemerintah, sarana peningkatan investasi/arus kas serta aset keuangan setara, yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah. 
  25. Surat berharga komersial Syariah adalah surat pengakuan atas suatu pembiayaan dalam jangka waktu tertentu yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah . 
  26. Ta’min/asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, yang pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi ta’min untuk menerima penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung-jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti. 
  27. Suq maliyah/pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. 
  28. Nuqud i’timani/pembiayaan adalah penyediaan dana dan atau tagihan berdasarkan akad mudharabah atau musyarakah dan atau pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip bagi hasil.
  29. Dain/utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia atau mata uang lainnya, secara langsung atau kontinjen. 
  30. Hisab mudayyan/piutang adalah tagihan yang timbul dari transaksi jual-beli dan atau ijarah berdasarkan akad murabahah, salam, istisna, dan atau ijarah. 
  31. Da’in/pemberi pinjaman adalah pihak yang mempunyai piutang karena perjanjian atau berdasarkan undang-undang. 
  32. Mudayin/Peminjam adalah pihak yang mempunyai utang karena perjanjian atau berdasarkan undang-undang. 
  33. Waraqah tijariah/Surat berharga syariah adalah surat bukti berinvestasi berdasarkan prinsip syariah yang lazim diperdagangkan di pasar dan atau pasar modal, antara lain wesel, obligasi syariah, sertifikat reksadana syariah, dan surat berharga lainnya berdasarkan prinsip syariah. 
  34. Salam adalah jasa pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli yang pembayarannya dilakukan bersamaan dengan pemesanan barang. 
  35. Tsaman/harga adalah jumlah uang yang harus dibayarkan untuk barang dagangan. 
  36. Qard adalah penyediaan dana atau tagihan antara lembaga keuangan syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. 
  37. Ta’widh/ganti rugi adalah penggantian atas kerugian riil yang dibayarkan oleh pihak yang melakukan wanprestasi. 
  38. Lembaga Keuangan Syariah Lembaga Keuangan Syari’ah adalah korporasi yang melakukan penghimpunan dana pihak ketiga dan memberikan pembiayaan kepada nasabah, baik bank maupun non-bank. 
  39. Sunduq mu’asyat taqa’udi/dana pensiun syariah adalah badan usaha yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun berdasarkan prinsip-prinsip syariah. 
  40. Hisabat jariyat/Rekening koran syariah adalah pembiayaan yang dananya ijarah pada setiap saat dapat ditarik atau disetor oleh pemiliknya yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah.
  41. Bai’ al-wafa’/jual beli dengan hak membeli kembali adalah jual-beli yang dilangsungkan dengan syarat bahwa barang yang dijual tersebut dapat dibeli kembali oleh penjual apabila tenggang waktu yang disepakati telah tiba. 
Referensi:

Lihat buku II KHES Pasal 20 

BACA JUGA

Label:

Tata Cara dan Persyaratan Pembuktian dengan Alat Bukti Saksi

Bagaimana alat bukti saksi disebut sebagai saksi?
Bagaimana kekuatan pembuktian keterangan saksi?
Bagaimana agar keterangan saksi dapat diterima sebagai alat bukti?

Saksi ialah orang yang memberi keterangan di muka sidang tentang suatu peristiwa atau keadaan yang ia lihat, ia dengar, dan ia alami sendiri. Sedangkan kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh seseorang yang tidak merupakan salah satu dari pihak yang berperkara yang dipanggil di persidangan.

Penunjukkan saksi dilakukan oleh pihak yang berkepentingan atau oleh hakim karena jabatannya yang diperlukan untuk menyelesaikan perkara. Para pihak dapat mengajukan pertanyaan kepada saksi melalui Majelis Hakim tentang hal-hal yang dianggap penting. Hakim menimbang relevansi pertanyaan dengan perkara apabila relevan, hakim dapat meneruskan pertanyaan kepada saksi danapabila tidak relevan, tidak perlu ditanyakan. Hakim dapat bertanya kepada saksi untuk mendapatkan kebenaran. Saksi yang telah diperiksa tetap duduk dalam ruang sidang agar ia tidak saling berhubungan dengan saksi-saksi lain dan agar tidak sulit apabila diperlukan keterangan tambahan atau konfirmasi.

Saksi sebagai salah satu alat bukti harus memenuhi syarat formil dan materiil alat bukti saksi serta telah mencapai batas minimal pembuktian. Syarat formil alat bukti saksi yaitu saksi tidak orang yang dilarang untuk menjadi saksi, memberikan keterangan di persidangan, mengucapkan sumpah menurut agama atau keyakinannya dan diperiksa satu persatu. Adapun syarat materiil alat bukti saksi yaitu keterangan yang diberikan didukung oleh alasan dan pengetahuan, fakta peristiwa yang diterangkan bersumber dari pengalaman, penglihatan dan pendengaran sendiri tentang hal yang benar-benar berkaitan langsung dengan perkara dan keterangan yang diberikan sesuai antara saksi yang satu dengan yang saksi lain atau alat bukti lain.

Saksi agar dapat mencapai batas minimal pembuktian harus berjumlah dua orang atau lebih. Keterangan dengan satu orang saksi dengan tidak ada alat bukti lain di dalam hukum tidak dapat dipercaya. Kesaksian yang berbeda dan tersendiri dari beberapa orang tentang beberapa kejadian dapat menguatkan suatuperkara tertentu. Oleh karena kesaksian tersebut bersesuaian dan berhubungan maka penilaiannya diserahkan kepada hakim.

Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa syarat formil alat bukti saksi salah satunya adalah saksi tidak orang yang dilarang untuk menjadi saksi. Adapun orang yang dilarang menjadi saksi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 145 (1) HIR atau Pasal 172 (1) RBg yaitu saksi yang berasal keluarga sedarah dan keluarga semenda secara garis lurus, suami/isteri dari pihak meskipun telah bercerai, anak di bawah umur 15 tahun dan orang gila meskipun terkadang sembuh.

Keluarga sedarah atau semenda dilarang menjadi saksi sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 145 (1) HIR atau Pasal 172 (1) RBg karena dikhawatirkan mereka akan memberikan keterangan palsu di persidangan disebabkan hubungan keluarga yang dekat. Anak-anak yang belum mencapai umur 15 tahun dilarang untuk didengar sebagai saksi kecuali apabila mereka telah menikah karena mereka dikhawatirkan mengkhayal dan keterangan mereka belum dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan orang gila dilarang menjadi saksi karena keterangan mereka tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Aturan mengenai pembuktian dengan alat bukti saksi di Pengadilan Agama secara umum mengikuti aturan yang berlaku untuk pembuktian dengan saksi di lingkungan Peradilan Umum sebagaimana yang disebutkan dalam UU Peradilan Agama Pasal 54 yaitu: “Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum kecuali yang telah diatur secara khusus dalam UU ini”.

Di samping itu, terdapat aturan hukum acara khusus mengenai pembuktian dengan saksi seperti dalam sengketa perceraian. Dalam sengketa perkawinan, untuk mendapatkan putusan perceraian dengan alasan percekcokan (syiqaq) dan tidak ada harapan akan hidup rukun dalam berumah tangga lagi, maka harus didengar keterangan saksi dari keluarga atau orang-orang yang dekat dengan suami istri. Dengan demikian, ketentuan yang menyatakan bahwa orang yang memiliki hubungan darah dan semenda tidak boleh menjadi saksi, dikesampingkan oleh Pasal 76 (1) UU No. 7 Tahun 1989 jo. UU No. 3 Tahun 2006 jo. UU No. 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama. 

Dalam perkara tertentu saksi yang berasal dari keluarga sedarah atau semenda dapat diterima dalam perkara:

  1. Perkara-perkara mengenai kedudukan keperdataan salah satu pihak yang digariskan Pasal 145 (2) HIR.
  2. Perkara-perkara mengenai nafkah yang harus dibayar, meliputi pembiayaan pemeliharaan, dan pendidikan yang digariskan Pasal 141 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal 24 PP No.9 Tahun 1975.
  3. Perkara-perkara mengenai alasan yang dapat menyebabkan pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan orang tua berdasar Pasal 214 KUH Perdata dan Pasal 49 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 
  4. Perkara mengenai suatu persetujuan perburuhan yang digariskan Pasal 145 (2) HIR. 
Keluarga sedarah dan semenda tidak dapat ditolak kesaksiannya sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 145 (2) HIR atau Pasal 172 (2) RBg yakni dalam perkara perselisihan kedua belah pihak tentang keadaan menurut hukum perdata atau tentang suatu perjanjian pekerjaan. Yang dimaksud dengan kedudukan perdata ialah mengenai hal ihwal pribadi seseorang yang ditentukan dalam hukum perdata, misalnya tentang kelahiran, keturunan, kematian, perkawinan dan perceraian.

Persoalan pembuktian dengan saksi di pengadilan harus dibedakan antara saksi sebagai syarat hukum dengan saksi sebagai alat pembuktian karena fungsikeduanya sangat berbeda, misalnya sebagai syarat hukum sahnya nikah harus disaksikan minimal dua orang saksi tetapi untuk membuktikan sahnya perkawinan tidak harus dengan dua orang saksi. Pembuktian dapat berupa pengakuan suami istri, sumpah, akta nikah dan lain-lain.

Kesaksian yang telah memenuhi syarat formil maupun materil mempunyai nilai pembuktian bebas. Nilai kebenaran kesaksian sifatnya tidak sempurna dan tidak mengikat baik kepada pihak-pihak maupun terhadap hakim. Hakim bebas menilai kebenaran keterangan saksi dan dapat mengesampingkan keterangan saksi asal dipertimbangkan dengan cukup dan berdasarkan argumentasi yang kuat. Dalam pemeriksaan para saksi, hakim tidak boleh menerima suatu hal sebagai kenyataan yang dikemukakan oleh saksi selama belum yakin tentang kebenaran yang disampaikan oleh saksi.

Menurut M. Yahya Harahap, alat bukti saksi yang terdiri dari dua orang dan keduanya memenuhi syarat formil dan materiil, maka dianggap cukup memenuhi batas minimal pembuktian. Oleh karena itu, tidak diperlukan bantuan atau tambahan alat bukti lain karena sesuai dengan ketentuan Pasal 169 HIR. Pasal 1911 KUH Perdata, keharusan melakukan penambahan alat bukti lain apabila saksi yang diajukan hanya terdiri dari satu saksi saja (unus testis).

BACA JUGA

Label:

MACAM-MACAM ALAT BUKTI

Apa saja alat-alat bukti?
Alat bukti perdata ada berapa?
Apa itu 2 alat bukti yang sah?

Setiap alat bukti yang diajukan di persidangan sah bernilai sebagai alat bukti yang mempunyai nilai kekuatan pembuktian harus mencapai batas minimal. Jika tidak, alat bukti tersebut dikesampingkan dalam penilaian pembuktian. Batas minimal secara teknis dan populer dapat diartikan sebagai suatu jumlah alat bukti yang sah yang paling sedikit harus terpenuhi, agar alat bukti itu mempunyai nilai kekuatan pembuktian untuk mendukung kebenaran yang didalilkan atau dikemukakan. Apabila alat bukti yang diajukan dipersidangan tidak mencapai batas minimal, alat bukti tersebut tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang cukup untuk membuktikan kebenaran dalil atau peristiwa maupun pernyataan yang dikemukakan.

Adapun patokan menentukan batas minimal pembuktian adalah patokan yang didasarkan kualitas tidak kuantitas. Menurut hukum, alat bukti yang berkualitas dan sah sebagai alat bukti adalah alat bukti yang memenuhi syarat formil dan materiil. Untuk mengetahui syarat formil dan syarat materiil apa yang melekat pada suatu alat bukti harus merujuk kepada ketentuan UU yangberkenaan dengan alat bukti yang bersangkutan karena syarat formil dan materiil yang melekat pada setiap alat bukti tidak sama, misalnya tidak sama syarat formil dan materil alat bukti saksi dengan akta.

Alat bukti dalam hukum acara perdata tertuang dalam Pasal 164 HIR, Pasal 284 RBg, dan Pasal 1866 KUH Perdata yaitu alat bukti surat (tertulis), alat bukti saksi, persangkaan (dugaan), pengakuan dan sumpah.

1. Alat Bukti Surat (Tertulis) 

  • Pengertian alat bukti surat (tertulis) Alat bukti surat (tertulis) adalah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk menyampaikan buah fikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian.
  • Macam-macam alat bukti surat (tertulis) :
  1. Akta, yaitu suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani. Dengan demikian maka unsur-unsur yang penting untuk suatu akta adalahkesengajaan untuk menciptakan suatu alat bukti tertulis dan penandatanganan tulisan itu. Akta tersebut terbagi dua, yaitu:
  • Akta otentik sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 165HIR, Pasal 258 RBg, Pasal 1868 KUH Perdata yaitu akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu menurut ketentuan tertentu yang telah ditetapkan. Akta otentik dibuat “oleh” apabila pejabat yang berwenang tersebut membuat tentang apa yang dilakukannya, misalnya Juru sita Pengadilan membuat berita acara pemanggilan pihak-pihak yang berperkara. Sedangkan dibuat “di hadapan” apabila pejabat yang berwenang tersebut menerangkan apa yang akan dilakukan oleh seseorang dan sekaligus meletakkannya dalam suatu akta, misalnya A dan B melakukan jual beli, mereka minta untuk dibuatkan akta jual-belinya kepada notaris dan notaris membuatkan akta tersebut di hadapan mereka.
2. Akta bawah tangan, yaitu segala tulisan yang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tetapi tidak dibuat di hadapan atau oleh pejabat yang berwenang untuk itu. Misalnya surat jual-beli tanah yang dibuat oleh ke dua belah pihak.Bukan akta, yaitu tulisan yang tidak sengaja dijadikan alat bukti tentang suatu peristiwa dan/atau tidak ditandatangani oleh pembuatnya.

3. Batas minimal pembuktian alat bukti tulisan. 

  1.  Akta otentik. Nilai kekuatan pembuktian akta otentik diatur dalam Pasal 1870 KUH Perdata, Pasal 165 HIR dan Pasal 285 RBg yaitu sempurna dan mengikat. Sempurna berarti tidak memerlukan suatu penambahan pembuktian. Sedangkan mengikat berarti bahwa apa yang ditulis dalam akta tersebut harus dipercaya oleh hakim yaitu harus dianggap benar selama ketidakbenarannya tidak dibuktikan. Suatu akta otentik, di dalamnya terdapat tiga macam kekuatan. Pertama, membuktikan kepada kedua pihak bahwa mereka telah menerangkan apa yang ditulis dalam akta (kekuatan pembuktian formal). Kedua, membuktikan kepada kedua pihak bahwa peristiwa yang disebutkan dalam akta telah terjadi (kekuatan pembuktian materil) atau yang dinamakan kekuatan pembuktian “mengikat”. Ketiga, membuktikan tidak saja antara para pihak yang bersangkutan tetapi juga pihak ketiga bahwa pada tanggal tersebut dalam akta kedua pihak telah menghadap di muka pegawai umum dan menerangkan apa yang mereka tulis dalam akta tersebut. Kekuatan ketiga ini dinamakan kekuatan pembuktian ke luar. Arti ke luar adalah terhadap pihak ketiga atau dunia luar.
  2. Akta bawah tangan. Mengenai akta bawah tangan tidak diatur dalam HIR, akan tetapi diatur dalam RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten). Dengan demikian, perbedaan antara HIR dan RBg adalah kalau HIR hanya mengatur akta otentik, sedangkan RBg selain mengatur akta otentik juga mengatur akta di bawah tangan.24Menurut Pasal 288 Rbg bahwa sejak tanda tangan diakui, akta di bawah tangan itu memberikan pembuktian yang sama seperti akta otentik yaitu sempurna dan mengikat bagi para pihak yang bersangkutan dan para ahli waris mereka. Akan tetapi, terhadap pihak ketiga akta bawah tangan tersebut tidak mengikat karena kekuatan pembuktian ke luar tidak dapat dicapai atau dimiliki oleh suatu akta bawah tangan.
  3. Tulisan-tulisan bukan akta. HIR dan RBG maupun KUH Perdata tidak mengatur tentang kekuatan pembuktian tulisan-tulisan yang bukan akta. Dengan demikian, tulisan-tulisan yang bukan akta adalah sebagai alat bukti bebas, artinya hakim mempunyai kebebasan untuk mempercayai atau tidak mempercayai tulisan-tulisan yang bukan akta tersebut.
Alat Bukti dengan Saksi:

a. Pengertian kesaksian Kesaksian yaitu alat bukti yang diberitahukan secara lisan dan pribadi oleh saksi yang tidak m pihak dalam perkara tersebut, untuk memberikan kepastian kepada hakim di muka persidangan tentang peristiwa yang dipersengketakan. Dengan demikian, unsur yang harus ada pada alat bukti kesaksian adalah: 

  1. Keterangan kesaksian itu diucapkan sendiri oleh saksi secara lisan di muka persidangan.
  2. Tujuan kesaksian untuk memberi kepastian kepada hakim tentang peristiwa yang dipersengketakan. 
  3. Saksi tidak merupakan salah satu pihak yang berperkara.
b. Macam-macam saksi :

  1. Saksi yang telah memenuhi kriteria sebagai alat bukti, yakni saksi yang terdiri dari dua orang yang telah memenuhi syarat formil dan materiil. 
  2. Saksi yang hanya satu orang (unus testis nullus testis). Hakim diperkenankan untuk menganggap satu peristiwa terbukti dari keterangan seorang saksi. Larangan untuk mempercayai keterangan seorang saksi sebagaimana yang dimaksud Pasal 169 HIR yang menyatakan bahwa keterangan seorang saksi tanpa ada alat bukti lain tidak dapat dipercaya dimaksudkan sebagai suatu larangan untuk mengabulkan suatu gugatan apabila dalil-dalil penggugat disangkal dan hanya dikuatkan oleh satu orang saksi saja.
  3. Saksi testimonium de auditu, yaitu saksi yang memberikan keterangan dari apa yang didengarnya dari orang lain. Saksi testimonium de auditu memang tidak ada artinya, akan tetapi hakim tidak dilarang untuk menerimanya, yang dilarang adalah apabila saksi tersebut menarik kesimpulan atau menurut istilah Pasal 171 (2) HIR atau Pasal 308 (2) RGB memberikan “pendapat atau perkiraan-perkiraan”.
c. Kekuatan pembuktian dengan alat bukti saksi Mengenai kekuatan pembuktian keterangan saksi, berdasarkan Pasal 1908 KUH Perdata dan Pasal 172 HIR bersifat bebas. Menurut pasal tersebut,hakim bebas mempertimbangkan atau menilai keterangan saksi berdasar kesamaan atau saling berhubugannya antara saksi yang satu dengan yang lain. Maksud pengertian nilai kekuatan pembuktian bebas yang melekat pada alat bukti saksi adalah kebenaran yang terkandung dalam keterangan yang diberikan saksi di persidangan dianggap tidak sempurna dan tidak mengikat dan hakim tidak terikat untuk menerima atau menolak kebenarannya.

Bertitik tolak dari nilai kekuatan pembuktian yang bersifat bebas, maka batas minimal pembuktian dengan alat bukti saksi yaitu saksi paling sedikit 2 (dua) orang yang telah memenuhi syarat formil dan materiil. Dengan demikian, satu orang saksi saja belum mencapai batas minimal pembuktian karena seorang saksi tidak merupakan kesaksian (unus testis nullus testis). Akan tetapi, apabila alat bukti seorang saksi dikuatkan dengan satu alat bukti lain serta keterangan saksi sesuai dengan alat bukti lain, maka hakim dapat memberikan putusan berdasarkan kedua alat bukti tersebut.

3. Persangkaan 

  1. Pengertian persangkaan Persangkaan adalah bukti kesimpulan oleh UU atau hakim yang ditarik dari peristiwa yang terkenal ke arah suatu peristiwa yang tidak terkenal.  Sedangkan Pitlo berpendapat bahwa persangkaan adalah uraian hakim, dengan mana hakim dari fakta yang terbukti menyimpulkan fakta yang tidak terbukti.
  2. Macam-macam persangkaan:
  • 1) Persangkaan menurut hakim adalah kesimpulan hakim yang ditarik atau sebagai hasil dari pemeriksaan sidang. Pengertian persangkaan menurut hakim sesungguhnya amat luas. Segala peristiwa, keadaan dalam sidang, bahan-bahan yang didapat dari pemeriksaan perkara tersebut dapat dijadikan bahan untuk menyusun persangkaan hakim. 
  • 2) Persangkaan menurut UU adalah persangkaan berdasarkan suatu ketentuan khusus UU yang dihubungkan dengan perbuatan atau peristiwa tertentu. Persangkaan menurut UU dibagi atas dua jenis yaitu yang masih memungkinkan pembuktian lawan dan yang tidak memungkinkan pembuktian lawan.
d. Kekuatan pembuktian alat bukti persangkaan:
  • Persangkaan menurut hakim mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang bersifat bebas. Oleh karena itu, hakim bebas untuk menerima atau menolak kebenaran yang terdapat di dalam persangkaan tersebut. Dengan demikian, karena nilai kekuatan pembuktiannya bebas maka persangkaan menurut hakim tidak dapat berdiri sendiri, minimal harus ada dua persangkaan atau satu persangkaan dikuatkan dengan satu alat bukti lain.
  • Persangkaan menurut UU yang tidak memungkinkan pembuktian lawan, maka nilai kekuatan pembuktiannya bersifat sempurna, mengikat dan memaksa. Dengan demikian, kebenaran yang melekat pada alat bukti ini bersifat imperatif bagi hakim untuk dijadikan sebagai dasar penilaian dalam mengambil putusan. Oleh karena pada alat bukti ini melekat nilai kekuatan pembuktian yang sempurna, mengikat dan menentukan, maka alat bukti tersebut dapat berdiri sendiri tanpa bantuan alat bukti lain dan telah memenuhi batas minimal pembuktian.
  • Adapun persangkaan menurut UU yang memungkinkan pembuktian lawan, maka nilai pembuktiannya tidak absolut karena dapat dibantah dengan bukti lawan. Dengan demikian, nilai kekuatan pembuktian alat bukti ini menjadi alat bukti permulaan dan tidak dapat berdiri sendiritetapi harus mendapat dukungan alat bukti lain agar dapat mencapai batas minimal pembuktian.
4. Pengakuan
Pengertian pengakuan yaitu suatu pernyataan dengan bentuk tertulis atau lisan dari salah satu pihak beperkara yang isinya membenarkan dalil lawan baik sebagian maupun seluruhnya.
Macam-macam pengakuan:
  1. Pengakuan murni yaitu pengakuan yang membenarkan secara keseluruhan gugatan penggugat.
  2. Pengakuan dengan kualifikasi yaitu pengakuan yang disertai dengan keterangan tambahan sangkalan dari pihak lawan. 
  3. Pengakuan dengan klausul yaitu yang disertai dengan keterangan tambahan yang sifatnya dapat membebaskan diri dari gugatan. 
Kekuatan pembuktian alat bukti pengakuan:
  1. Pengakuan murni yang telah memenuhi syarat formil dan meteriil, nilai kekuatan pembuktiannya bersifat sempurna, mengikat dan menentukan. Dengan demikian, kebenaran yang terkandung dalam pengakuan murni merupakan kekuatan yang bersifat mutlak sehingga para pihak dan hakim terikat untuk menerima kebenaran tersebut dan hakim harus mempergunakannya sebagai dasar penyelesaian. Syarat formil pengakuan yaitu disampaikan dalam proses persidangan dan pengakuan diberikan oleh pihak materil/kuasanya dalam bentuk lisan atau tertulis dalam replik-duplik atau kesimpulan. Sedangkan syarat materil pengakuan yaitu pengakuan berhubungan langsung dengan pokok perkara, tidak bertentangan dengan hukum, susila, agama dan ketertiban umum serta tidak merupakan kebohongan.
  2. Pengakuan dengan klausula dan kualifikasi. Adapun pengakuan dengan klausula dan pengakuan dengan klasifikasi dalam praktik tidak begitu mudah membedakan antara keduanya sehingga yang sering diterapkan adalah pengakuan dengan klausula meskipun yang sebenarnya terjadi secara teoritis adalah pengakuan dengan kualifikasi. Pengakuan dengan klausul harus ditegakkan prinsip tidak boleh dipecah. Hakim tidak boleh menerima sebagian yang menguntungkan pihak lain dan menolak pengakuan yang merugikan pihak yang mengaku, tetapi pengakuan tersebut harus diterima secara keseluruhan dipertimbangkan oleh hakim dengan seksama. Dengan demikian, nilai pembuktiannya bersifat bebas bahkan sifat kekuatan pembuktiannya hanya sebagai alat bukti permulaan. Oleh karena sifat kekuatan pembuktiannya sebagai alat bukti permulaan, maka batas minimal pembuktiannya harus dikuatkan dengan satu alat bukti lain.
5. Sumpah
Sumpah adalah suatu pernyataan khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat Maha kuasa Tuhan dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya. Jadi pada hakikatnya sumpah merupakan tindakan bersifat religius yang digunakan dalam peradilan.
Macam-macam Sumpah:
  1. Sumpah decisoir (sumpah pemutus), adalah sumpah yang dibebankan atas permintaan salah satu pihak kepada lawannya yang bertujuan untuk menyelesaikan suatu perkara.
  2.  Sumpah supletoir (sumpah pelengkap), adalah sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada salah satu pihak yang berperkara untuk menambah (melengkapi) pembuktian peristiwa yang belum lengkap. Dengan demikian, sumpah penambah hanya dapat diperintahkan oleh hakim kepada salah satu pihak yang berperkara apabila telah ada alat bukti permulaan, tetapi masih belum mencukupi dan tidak ada alat bukti lain. Permulaan pembuktian ini berbagai macam bentuknya, dapat berupa satu orang saksi, tulisan yang bukan akta atau hanya ada pengakuan di luar sidang pengadilan dan sebagainya. Apabila tidak ada alat bukti maka hakim tidak boleh memerintahkan salah satu pihak yang berperkara untuk mengangkat sumpah tambahan, demikian pula apabila sudah ada alat bukti telah mencapai batas minimal pembuktian.
  3. Sumpah aestimatoir (sumpah penaksiran), adalah sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada penggugat untuk menentukan jumlah uang ganti rugi yang dituntutnya. Sumpah ini dibebankan oleh hakim kepada penggugat apabila penggugat telah berhasil membuktikan haknya atas ganti kerugian akan tetapi jumlahnya tidak jelas.
Kekuatan Sumpah:
  1. Sumpah decisoir (pemutus) mempunyai kekuatan pembuktian yang menentukan dan secara mutlak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan alat bukti lain sehingga tidak memungkinkan adanya pembuktianlawan. Hal ini disebabkan karena UU telah menentukan apabila seseorang telah mengucapkan sumpah dalam persidangan dalam kedudukan dan kapasitasnya sebagai pihak dalam perkara yang sedang disidangkan, maka secara formil keterangan yang diikrarkan itu wajib dianggap benar. Pasal 1936 KUH Perdata melarang untuk membuktikan kepalsuan sumpah tersebut. Sedangkan Pasal 177 HIR menegaskan bahwa hakim tidak boleh meminta alat bukti lain untuk membuktikan hal yang telah diikrarkan dalam sumpah.
  2. Sumpah supletoir (pelengkap) mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sama dengan sumpah pemutus, yakni bersifat sempurna, mengikat dan memaksa sehingga hakim secara mutlak terikat menerima kebenarannya dan putusan yang dijatuhkan bertitik tolak dari alat bukti tersebut. Akan tetapi, ada yang berpendapat bahwa sumpah pelengkap ini hanya mempunyai nilai kekuatan penyempurna dan pengikat sehingga terhadapnya dapat diajukan bukti lawan apabila pihak lawan dapat membuktikan bahwa sumpah tersebut palsu.
  3. Sumpah aestimatoir (penaksir), nilai kekuatan pembuktian sumpah penaksir oleh M. Yahya Harahap disebut sempurna, mengikat dan menentukan. Kekuatan pembuktian sumpah penaksir ini disebutkandalam Pasal 314 RBg/Pasal 177 HIR/ 1936 KUH Perdata sebagai pembuktian yang tidak boleh dimintakan bukti lain untuk menguatkan apa yang telah diucapkannya. Namun demikian, menurut Sudikno Mertokusumo kekuatan pembuktian sumpah penaksir sama dengan sumpah tambahan, yaitu bersifat sempurna dan memungkinkan pembuktian lawan.

BACA JUGA

Label: