PERAMPOK (Jarīmah al-Hirābah)
Pustaka rujukan: Ali Geno Berutu, Fikih Jinayat (Hukum Pidana Islam) Dilengkapi dengan pembahasan Qanun Jinayat Aceh (Banyumas: CV. Pena Persada, 2020), hal. 54-60
A.
Pengertian Hirābah
Hirābah diambil dari kata harb, artinya menyerang dan menyambar harta.[1] Dalam ensiklopedi
hukum Islam hirābah diartikan sebagai aksi sekelompok orang dalam
negara Islam untuk melakukan kekacauan, pembunuhan, perampasan harta,
pemerkosaan, yang secara terang-terangan mengganggu dan menentang peraturan
yang berlaku, perikemanusiaaan, dan agama.[2]
Selain itu jarīmah hirabah dapat didefinisikan
sebagai jarīmah qat’u at-tārīq (penyamun), sarīqah al-kubra
(pencurian besar).[3]
Didefinisikan sebagai qat’u at-tāriq karena mempunyai pengertian
mencegah orang lewat dari jalan umum yang dilalui, mencegah keamanan baik
disertai dengan menyakiti badan atau harta saja ataupun hanya sekedar menakut-nakuti atau
mengambil harta. Sementara itu pendefinisian sebagai jarimah sarīqah
al-kubra karena perbuatan mengambil harta orang lain secara paksa dengan
menggunakan kekuatan atau kekerasan.
Imam
Abu Hanifah, Ahmad bin
Hanbal, dan ulama Syi’ah Zaidiyah mendefinisikan hirābah adalah
keluarnya seseorang untuk mengambil harta dengan cara kekerasan jika keluarnya
menimbulkan ketakutan pengguna jalan, mengambil harta, atau membunuh seseorang. Sebagian ulama mendefinisikan hirabah adalah
upaya menakuti-nakuti orang di jalan untuk mengambil hartanya.
Menurut H. A.
Djazuli, hirābah adalah suatu
tindak kejahatan yang dilakukan secara terang-terangan dan disertai dengan
kekerasan.[4]
Para fukaha berbeda pendapat dalam mendefinisikan jarīmah
perampokan diantaranya:
1. Pendapat Syafi’īyah: menjelaskan
bahwa hirābah adalah mengambil
harta/membunuh/menakut-nakuti yang dilakukan dengan sengaja di tempat yang jauh
dari pertolongan;
2. Pendapat Malikīyah: hirābah mengambil harta
dengan cara penipuan baik menggunakan kekuatan maupun tidak;
3. Pendapat Hanafīyah: perbuatan mengambil harta secara terang-terangan dari orang yang melintasi jalan dengan syarat memiliki kekuatan.
Dari berbagai pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa hirābah adalah suatu tindakan kejahatan ataupun pengerusakan dengan menggunakan senjata/alat yang dilakukan oleh manusia secara terang-terangan dimana saja baik dilakukan satu orang atau berkelompok tanpa mempertimmbangkan dan memikirkan siapa korbannya disertai dengan tindak kekerasan.
B. Unsur-unsur Jarīmah Hirābah
Unsur jarīmah hirābah adalah keluar
untuk mengambil harta, dilakukan di jalan umum atau di luar pemukiman korban,
dilakukan secara terang-terangan, serta adanya unsur kekerasan atau ancaman
kekerasan.
Perbedaan yang asasi antara pencurian dan perampokan
terletak pada cara pengambilan harta yakni pencurian dilaksanakan secara
diam-diam sedangkan dalam perampokan dilakukan secara terang-terangan atau
disertai dengan kekerasan.
Teknis operasional perampokan itu ada beberapa
kemungkinan, yaitu:
1.
Seseorang pergi
dengan niat untuk mengambil harta secara terang-terangan dan mengadakan
intimidasi, namun ia tidak jadi mengambil harta dan tidak membunuh.
2.
Seseorang berangkat
dengan niat untuk mengambil harta dengan terang-terangan dan kemudian mengambil
harta tetapi tidak membunuh.
3.
Seseorang berangkat
dengan merampok, kemudian membunuh tetapi tidak mengambil harta korban.
4.
Seseorang berangkat
untuk merampok kemudian ia mengambil harta dan membunuh pemiliknya.
Keempat kemungkinan diatas semuanya termasuk perampokan selama yang bersangkutan berniat untuk mengambil harta dengan terang-terangan.
C.
Syarat Jarīmah Hirābah
Adapun syarat harta yang diambil dalam perampokan
adalah sama dengan syarat harta yang diambil dalam pencurian. Imam Abu Hanīfah
mensyaratkan tempat perampokan itu harus di negari Isam, hal ini berkaitan
dengan teorinya yang menyatakan bahwa penerapan hukum Islam itu hanya mungkin
terjadi di negara muslim. Perampokan itu harus di luar kota dan jauh dari
keramaian, karena di tempat yang ramai biasanya tidak terjadi perampokan.
Imam Mālik dan Imam Syafi’ī tidak membedakan antara perampokan di tempat yang ramai dengan perampokan di tempat yang sunyi, hanya Imam Syafi’ī mensyaratkan bahwa perampokan itu terjadi di tempat yang sulit bagi korban untuk minta tolong.
D.
Sanksi Jarīmah Hirābah
1.
Menurut Imam Abu Hanīfah,
Imam Syafi’ī, dan Imam Ahmad, sanksi perampokan berdasarkan perbuatannya. Bila ia
hanya mengintimidasi, tanpa mengambil harta dengan kekerasan, namun tidak
membunuh, maka sanksinya adalah potong tangan dan kakinya secara silang. Bila
hanya membunuh tanpa mengambil harta maka sanksinya adalah hukum mati. Menurut
Imam Malik sanksi perampokan diserahkan kepada imam untuk memilih salah satu
hukuman yang akan dijatuhkan pada pelaku perampokan.
2.
Sanksi kedua bagi perampok
adalah dipotong tangan dan kakinya antara bersilang, yaitu tangan kanan
dan kaki kiri. Sanksi tersebut diancamkan pada perampok yang mengambil harta
dengan paksa namun tidak membunuh.
3.
Sanksi ketiga dihukum
mati, yaitu bila seorang perampok membunuh tapi tidak mengambil harta.
4. Sanksi keempat yaitu di hukum mati lalu disalib, sanksi ini diancamkan terhadap perampom yang membunuh dan mengambil harta.
Adapun dasar hukum dari Jarimah hirābah yaitu adalah QS.
Al-Māidah ayat 33
اِنَّمَا جَزٰۤؤُا الَّذِيْنَ
يُحَارِبُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَسْعَوْنَ فِى الْاَرْضِ فَسَادًا اَنْ
يُّقَتَّلُوْٓا اَوْ يُصَلَّبُوْٓا اَوْ تُقَطَّعَ اَيْدِيْهِمْ وَاَرْجُلُهُمْ
مِّنْ خِلَافٍ اَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْاَرْضِۗ ذٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِى الدُّنْيَا
وَلَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ
“Hukuman
bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di
bumi hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara
silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan
bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar”.
Sebab
turunnya Surat Al-Māidah ayat 33 diatas dikalangan fukaha terdapat
perbedaan pendapat dalam menafsirkan ayat tersebut. Sebagian fukaha
berpendapat bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan kaum ahlul kitab
yang mempunyai perjanjian dengan Rasulullah SAW dan mereka melanggarnya serta
membuat kerusakan di muka bumi.[5]
Sebagian
lain berpendapat bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan kaum “ukl”
dan kaum “‘urainah” yang murtad pada masa Rasulullah dan melakukan pembunuhan
pada penggembala unta serta menggiring untanya untuk dimiliki, kemudian
Rasulullah memerintahkan agar menangkap merekadan setelah itu mereka dibunuh
dan dipotong tangan dan kakinya secara menyilang.
Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa
ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan orang-orang muslim yang melakukan hirābah bukan ditujukan kepada orang-orang yang murtad.
Hal ini berdasar pada surat al-Māidah ayat 34 dimana ketentuan taubat hanya
ditujukan kepada pelaku hirābah yang muslim sedangkan jika ayat tersebut
diturunkan kepada orang kafir maka taubatnya adalah masuk agama Islam. Hal ini
berdasarkan firman Allah dalam Qs. Al-Anfaal: 38
قُلْ لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اِنْ يَّنْتَهُوْا
يُغْفَرْ لَهُمْ مَّا قَدْ سَلَفَۚ وَاِنْ يَّعُوْدُوْا فَقَدْ مَضَتْ سُنَّتُ
الْاَوَّلِيْنَ
“Katakanlah
kepada orang-orang yang kafir itu (Abu Sufyan dan kawan-kawannya), “Jika mereka
berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka
yang telah lalu; dan jika mereka kembali lagi (memerangi Nabi) sungguh, berlaku
(kepada mereka) sunnah (Allah terhadap) orang-orang dahulu (dibinasakan).”
Apabila
pelaku hirābah bertaubat
sebelum tertangkap maka taubatnya dapat menghapus hukuman. Meskipun demikian, taubat
tersebut tidak dapat menggugurkan hak-hak individu yang dilanggar dalam tindak pidana
perampokan tersebut, seperti pengambilan harta. Apabila harta yang diambil itu
masih ada maka barang-barang tersebut harus dikembalikan. Akan tetapi, apabila
barang-barang tersebut sudah tidak ada ditangan pelaku maka ia wajib
menggantinya, baik dengan harganya (uang) maupun dengan barang yang sejenis. Demikian
pula tindakan yang berkaitan dengan pembunuhan atau penganiayaan, tetap diberlakukan
hukuman kiṣaṣ atau diyāt. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS.
Al-Māidah: 34
اِلَّا الَّذِيْنَ تَابُوْا مِنْ قَبْلِ اَنْ
تَقْدِرُوْا عَلَيْهِمْۚ فَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ࣖ
“Kecuali
orang-orang yang bertobat sebelum kamu dapat menguasai mereka; maka ketahuilah,
bahwa Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”.
Bila
perampoknya bertaubat setelah ditangkap, maka taubatnya tidak dapat menghapus
hukuman, baik yang menyangkut hak masyarakat maupun hak manusia
(individu). Hal ini dikarenakan adanya naṣ
tentang taubat dalam surat Al-Māidah ayat 34 di atas, jelas dikaitkan dengan
ditangkapnya pelaku dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Taubat sebelum ditangkap itu adalah taubat yang
ikhlas, yakni muncul dari hati nurani untuk menjadi orang yang benar. Sedangkan
taubat setelah ditangkap pada umumnya karena takut terhadap ancaman hukuman
yang akan dikenakan padanya.
2. Taubat sebelum ditangkap timbul karena kecenderungan perampok itu untuk meninggalkan perbuatan yang membawa kerusakan di muka bumi, sedangkan taubat setelah ditangkap timbul karena terpaksa.
E. Cara Pembuktian dan
Pelaksanaan Hukuman Jarīmah Hirābah
Jarimah hirabah dapat dibuktikan dengan dua macam alat bukti
yaitu:
1. Dengan saksi
Saksi yang diperlukan untuk membuktikan tindak pidana
perampokan sama halnya dengan jumlah saksi pada jarīmah sarīqah, yaitu
minimal dua orang laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan.
Apabila saksi kurang dari dua orang maka pencuri tidak dikenai hukuman. Saksi
bisa diambil dari para korban atau orang-orang yang terlibat langsung dalam
kejadianperampokan.
2. Dengan dengan pengakuan
Pengakuan seorang perampok merupakan salah satu alat
bukti untuk tindak pidana perampokan. Menurut Jumhur Ulama pengakuan cukup dinyatakan satu kali dan tidak perlu
diulang-ulang. Akan tetapi menurut pendapat Imam Abu Yusuf dan Hanabilah bahwa
pengakuan harus dinyatakan sebanyak dua kali.
[1] Pustaka rujukan: Ali Geno Berutu, Fikih Jinayat (Hukum Pidana Islam) Dilengkapi dengan pembahasan Qanun Jinayat Aceh (Banyumas: CV. Pena Persada, 2020), hal. 107-126.
Label: FIQIH
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar disini
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda