Strategi Nabi dalam Perjanjian Hudaibiyah
Pada saat itu kondisi psikis Kaum
Muslimin sangat tertekan. Mereka tidak percaya bahwa pemimpin mereka yang
sangat cerdas mau menerima perjanjian itu begitu saja. Bahkan Umar bin Khattab
r.a sempat memprotes secara halus tentang isi perjanjian ini. Bahkan ketika
Nabi Muhammad SAW memerintahkan Kaum Muslimin untuk menyembelih hewan kurban
yang telah mereka siapkan sebagai tanda berakhirnya ibadah Haji, tidak ada
satupun yang melaksanakannya karena rasa heran lebih menguasai pikiran mereka.
Kalaulah bukan karena usul Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad SAW, mungkin
mereka akan tetap terpaku dalam keadaan seperti itu.
Namun ternyata Nabi
Muhammad SAW mempunyai pandangan yang orang lain tidak mampu menangkapnya. Dan
hal ini tidak pernah beliau beri tahukan kepada sahabat- sahabat beliau, bahkan
kepada Abu Bakar r.a dan Umar r.a. Ini beliau lakukan demi menjaga rahasia
strategi beliau. Maka beliau membiarkan para sahabat dan Kaum Muslimin dalam
keadaan seperti itu. Ternyata, setelah kemenangan Islam terjadi, kita bisa
mengambil pelajaran bahwa paling tidak ada 5 hal penting yang beliau ambil dari
Perjanjian Hudaibiyah tersebut:
- Perjanjian
ini ditandatangani oleh Kaum Quraisy dengan Suhail bin Amr sebagai
wakilnya. Suku Quraisy adalah suku paling terhormat di daerah Arab,
sehingga siapapun akan menghormati apa yang mereka tentukan. Dengan
penandatanganan perjanjian ini, maka Madinah diakui sebagai suatu daerah
yang mempunyai otoritas sendiri. Jika Suku Quraisy telah mengakui, maka
suku- suku lain pun pasti mengakuinya.
- Dengan
perjanjian ini, maka pihak Quraisy (Mekah) memberi kekuasaan kepada
Madinah untuk menghukum mereka jika menyalahi perjanjian tersebut.
Ternyata sangat hebat konsekuensi dari perjanjian ini. Kaum Muslimin
Madinah yang tadinya dianggap bukan apa- apa, sejak perjanjian itu dibuat
bisa menghukum suku yang paling terhormat di Arab.
- Perjanjian
ini menjadi payung legalitas kaum Muslimin dalam berdakwah di jazirah
Arab, termasuk di Mekkah. Karena dalam perjanjian itu tidak boleh ada
penyerangan dari kedua pihak. Termasuk perjanjian nomor 3 tidak menjadi
sebuah kerugian bagi kaum Muslimin. Karena ketika ada seseorang dari
Mekkah yang masuk Islam ia harus kembali ke Mekkah sebagai juru dakwah.
Hingga justru perkembangan dakwah Islam di Mekkah menjadi signifikan,
termasuk masuknya Khalid bin Walid ke dalam Islam tanpa ada satu orangpun
yang bisa menghalangi.
- Perjanjian
ini juga membuka keran dukungan kabilah-kabilah yang ada di Jazirah Arab
untuk bersekutu dengan kaum Muslimin. Kabilah-kabilah yang tadinya
sembunyi-sembunyi menyatakan dukungan pada kaum Muslimin, karena memandang
Mekkah, setelah perjanjian ini terang-terangan menyatakan bersekutu dengan
kaum Muslimin.
- Perjanjian
ini mengajarkan kita, dalam fiqih pertimbangan yang ditulis Dr. Yusuf
Al-Qordhowi bahwa dalam mengambil keputusan, kita harus mendahulukan
kepentingan yang lebih luas dan lebih panjang. Lebih luas artinya membawa
maslahat ke lebih banyak orang dan membawa mudhorot pada lebih sedikit
orang. Lebih panjang artinya kemaslahatannya lebih tahan lama bahkan lebih
berkembang dan kemudhorotannya tidak berlanjut.
Maka
dengan keuntungan yang didapat dari Perjanjian Hudaibiyah itu, Nabi Muhammad
berusaha mengukuhkan status Madinah dengan cara mengutus berbagai utusan kepada
pemimpin negara- negara tetangga, diantaranya Mesir, Persia, Romawi, Habasyah
(Ethiopia), dan lain- lain. Selain itu beliau juga menyebar pendakwah untuk
menyebarkan Agama Islam.
Kemudian dengan dijaminnya Quraisy
tidak akan memusuhi Kaum Muslimin, maka Kaum Muslimin bisa dengan leluasa
menghukum Kaum Yahudi Khaibar yang telah mendalangi penyerangan terhadap Kaum
Muslim Madinah dalam Perang Ahzab/ Khandaq. Ini yang beliau lakukan sehingga
Kaum Yahudi pun di kemudian hari tidak berani lagi mengganggu Madinah.
Demikian juga dengan dibolehkannya umat Islam
melakukan ibadah haji, merupakan suatu pengakuan dari mereka bahwa Islam adalah
agama yang sah diakui diantara agama-agama di jazirah Arab.
Berkat perjanjian Hudaibiyan ini, maka pada tahun yang telah ditentukan (satu
tahun kemudian), obsesi umat Islam menjadi kenyataan. Di Makah banyak orang
yang membuka pintu hatinya untuk menerima ajakan orang-orang Islam betapapun
kondisi mereka dalam pengawasan pemerintah Quraisy[1]
Masuknya Muhammad ke Makah merupakan langkah yang
mempunyai makna stategis bagi terjalinnya hubungan Muhammad dengan berbagai
suku. Ibadah haji kali ini telah membuka peluang bagi orang-orang Islam untuk
mengadakan dialog dengan mayoritas warga Makah dan warga suku-suku yang lain
dengan melancarkan dakwah kepada mereka untuk memeluk agama Islam. Semua itu
dapat dilakukan dengan mulus tanpa ancaman yang berarti, bahkan sekalipun dari
pihak-pihak yang tidak mau menerima ajakan Muhammad. Tak ada lagi keberanian
melakukan ancaman terhadap orang-orang Islam secara terang-terangan dan biadab
sebagaimana masa-masa yang silam.
Demikian halnya dengan adanya gencatan senjata, maka
Muhammad dengan leluasa menjalin komusikasi dengan penguasa-penguasa diluar
zarirah Arab. Muhammad menulis surat yang dikirim kepada raja-raja dan penguasa
diluar semenanjung Arab yang isinya berupa ajakan untuk bergabung dalam satu
ajaran. Muhammad mengutus kurir yang ditugaskan untuk menyampaikan suratnya
pada Heraklius, Kisra, Muqauqis, Najasyi (Negus) di Abisinia, kapada Haristh
al-Ghassani dan kepada penguasa Kisra di Yaman.[2] Demikian juga surat
dikirim kepada penguasa Bashra di Siria. Isi surat itu adalah ajakan untuk
memeluk agama Islam.[3]Muhammad mengetahui daerah
Basrah pada masa Ramawi selalu mengalami perderitaan. Dan secara khusus
Muhammad menggugah keadilan dan melepaskan manusia dari kesewenang-wenangan
yang terjadi dalam kehidupan mereka.
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang
bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih
sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah
dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.
Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil,
yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan
tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya;
tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin).
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.[4]
[1] Abdurrahman al-Sharqawi, Muhammad
Rasul al-Huriyyah, Ter Ilyas Siraj (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), 329
[2] Muhammad Husayn Haikal, Hayat
Muhammad (Cairo: Dar al-Ma’arif, 1935),387.
[3]
[4] Qs Al-Fath: 29
Label: POLITIK
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar disini
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda