Minggu, 08 Januari 2023

Strategi Nabi dalam Perjanjian Hudaibiyah

 

Pada saat itu kondisi psikis Kaum Muslimin sangat tertekan. Mereka tidak percaya bahwa pemimpin mereka yang sangat cerdas mau menerima perjanjian itu begitu saja. Bahkan Umar bin Khattab r.a sempat memprotes secara halus tentang isi perjanjian ini. Bahkan ketika Nabi Muhammad SAW memerintahkan Kaum Muslimin untuk menyembelih hewan kurban yang telah mereka siapkan sebagai tanda berakhirnya ibadah Haji, tidak ada satupun yang melaksanakannya karena rasa heran lebih menguasai pikiran mereka. Kalaulah bukan karena usul Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad SAW, mungkin mereka akan tetap terpaku dalam keadaan seperti itu.
            Namun ternyata Nabi Muhammad SAW mempunyai pandangan yang orang lain tidak mampu menangkapnya. Dan hal ini tidak pernah beliau beri tahukan kepada sahabat- sahabat beliau, bahkan kepada Abu Bakar r.a dan Umar r.a. Ini beliau lakukan demi menjaga rahasia strategi beliau. Maka beliau membiarkan para sahabat dan Kaum Muslimin dalam keadaan seperti itu. Ternyata, setelah kemenangan Islam terjadi, kita bisa mengambil pelajaran bahwa paling tidak ada 5 hal penting yang beliau ambil dari Perjanjian Hudaibiyah tersebut:

  1. Perjanjian ini ditandatangani oleh Kaum Quraisy dengan Suhail bin Amr sebagai wakilnya. Suku Quraisy adalah suku paling terhormat di daerah Arab, sehingga siapapun akan menghormati apa yang mereka tentukan. Dengan penandatanganan perjanjian ini, maka Madinah diakui sebagai suatu daerah yang mempunyai otoritas sendiri. Jika Suku Quraisy telah mengakui, maka suku- suku lain pun pasti mengakuinya.
  2. Dengan perjanjian ini, maka pihak Quraisy (Mekah) memberi kekuasaan kepada Madinah untuk menghukum mereka jika menyalahi perjanjian tersebut. Ternyata sangat hebat konsekuensi dari perjanjian ini. Kaum Muslimin Madinah yang tadinya dianggap bukan apa- apa, sejak perjanjian itu dibuat bisa menghukum suku yang paling terhormat di Arab.
  3. Perjanjian ini menjadi payung legalitas kaum Muslimin dalam berdakwah di jazirah Arab, termasuk di Mekkah. Karena dalam perjanjian itu tidak boleh ada penyerangan dari kedua pihak. Termasuk perjanjian nomor 3 tidak menjadi sebuah kerugian bagi kaum Muslimin. Karena ketika ada seseorang dari Mekkah yang masuk Islam ia harus kembali ke Mekkah sebagai juru dakwah. Hingga justru perkembangan dakwah Islam di Mekkah menjadi signifikan, termasuk masuknya Khalid bin Walid ke dalam Islam tanpa ada satu orangpun yang bisa menghalangi.
  4. Perjanjian ini juga membuka keran dukungan kabilah-kabilah yang ada di Jazirah Arab untuk bersekutu dengan kaum Muslimin. Kabilah-kabilah yang tadinya sembunyi-sembunyi menyatakan dukungan pada kaum Muslimin, karena memandang Mekkah, setelah perjanjian ini terang-terangan menyatakan bersekutu dengan kaum Muslimin.
  5. Perjanjian ini mengajarkan kita, dalam fiqih pertimbangan yang ditulis Dr. Yusuf Al-Qordhowi bahwa dalam mengambil keputusan, kita harus mendahulukan kepentingan yang lebih luas dan lebih panjang. Lebih luas artinya membawa maslahat ke lebih banyak orang dan membawa mudhorot pada lebih sedikit orang. Lebih panjang artinya kemaslahatannya lebih tahan lama bahkan lebih berkembang dan kemudhorotannya tidak berlanjut.

            Maka dengan keuntungan yang didapat dari Perjanjian Hudaibiyah itu, Nabi Muhammad berusaha mengukuhkan status Madinah dengan cara mengutus berbagai utusan kepada pemimpin negara- negara tetangga, diantaranya Mesir, Persia, Romawi, Habasyah (Ethiopia), dan lain- lain. Selain itu beliau juga menyebar pendakwah untuk menyebarkan Agama Islam.

Kemudian dengan dijaminnya Quraisy tidak akan memusuhi Kaum Muslimin, maka Kaum Muslimin bisa dengan leluasa menghukum Kaum Yahudi Khaibar yang telah mendalangi penyerangan terhadap Kaum Muslim Madinah dalam Perang Ahzab/ Khandaq. Ini yang beliau lakukan sehingga Kaum Yahudi pun di kemudian hari tidak berani lagi mengganggu Madinah.

Demikian juga dengan dibolehkannya umat Islam melakukan ibadah haji, merupakan suatu pengakuan dari mereka bahwa Islam adalah agama yang sah diakui diantara agama-agama di jazirah Arab.
Berkat perjanjian Hudaibiyan ini, maka pada tahun yang telah ditentukan (satu tahun kemudian), obsesi umat Islam menjadi kenyataan. Di Makah banyak orang yang membuka pintu hatinya untuk menerima ajakan orang-orang Islam betapapun kondisi mereka dalam pengawasan pemerintah Quraisy[1]

Masuknya Muhammad ke Makah merupakan langkah yang mempunyai makna stategis bagi terjalinnya hubungan Muhammad dengan berbagai suku. Ibadah haji kali ini telah membuka peluang bagi orang-orang Islam untuk mengadakan dialog dengan mayoritas warga Makah dan warga suku-suku yang lain dengan melancarkan dakwah kepada mereka untuk memeluk agama Islam. Semua itu dapat dilakukan dengan mulus tanpa ancaman yang berarti, bahkan sekalipun dari pihak-pihak yang tidak mau menerima ajakan Muhammad. Tak ada lagi keberanian melakukan ancaman terhadap orang-orang Islam secara terang-terangan dan biadab sebagaimana masa-masa yang silam.

Demikian halnya dengan adanya gencatan senjata, maka Muhammad dengan leluasa menjalin komusikasi dengan penguasa-penguasa diluar zarirah Arab. Muhammad menulis surat yang dikirim kepada raja-raja dan penguasa diluar semenanjung Arab yang isinya berupa ajakan untuk bergabung dalam satu ajaran. Muhammad mengutus kurir yang ditugaskan untuk menyampaikan suratnya pada Heraklius, Kisra, Muqauqis, Najasyi (Negus) di Abisinia, kapada Haristh al-Ghassani dan kepada penguasa Kisra di Yaman.[2] Demikian juga surat dikirim kepada penguasa Bashra di Siria. Isi surat itu adalah ajakan untuk memeluk agama Islam.[3]Muhammad mengetahui daerah Basrah pada masa Ramawi selalu mengalami perderitaan. Dan secara khusus Muhammad menggugah keadilan dan melepaskan manusia dari kesewenang-wenangan yang terjadi dalam kehidupan mereka.

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.[4]



[1] Abdurrahman al-Sharqawi, Muhammad Rasul al-Huriyyah, Ter Ilyas Siraj (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), 329

[2] Muhammad Husayn Haikal, Hayat Muhammad (Cairo: Dar al-Ma’arif, 1935),387.

[3] Berutu, Ali G. 2019. “STRATEGI POLITIK NABI MUHAMMAD SAW Dalam Perjanjian Hudaibiyah.” OSF Preprints. December 14. doi:10.13140/RG.2.2.24647.04009.

[4] Qs Al-Fath: 29

BACA JUGA

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar disini

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda