Minggu, 08 Januari 2023

QANUN MEUKUTA ALAM DAN SYARIAT ISLAM DI ACEH

 

Jauh sebelum dikeluarkan Undang-undang No.44 Tahun 1999 dan Undang-undang No. 18 Tahun 2001, di Aceh telah lama menerapkan hukum Islam sebagai hukum negara, hal ini dapat dilihat dari Qanun Meukuta Alam dan keterangan-keterangan tentang praktik pemberlakuan hukum jinayah[1]. Aceh merupakan salah satu kerajaan Islam terbesar di Indonesia[2] dizamannya, kerajaan Aceh Darussalam yang didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah[3] (916-936 H/ 1511-1530 M), adalah sebuah kerajaan yang ditegakkan atas asas-asas Islam. Dalam Adat Mahkota Alam yaitu UUD kerajaan Aceh Darusslam yang diciptakan atas arahan Sultan Iskandar Muda, misalnya disebutkan bahwa sumber hukum yang dipakai dalam negara adalah al-Qur’an, Hadist, Ijma’ dan Qiyas .

Pada masa penjajahan Kolonial Belanda, Belanda menyerang Ibu Kota Kesultanan Aceh pada April 1873 dan berhasil menaklukkan kesultanan Aceh dengan pimpinan Sultan yang terakhir Muhammad Daud Syah (1874-1903)[4]. Dengan ditaklukkannya Kuta Raja sebagai pusat kekuasaan kesultanan Aceh, Belanda memandang kesultanan Aceh telah berakhir dan para administrasi ditempatkan untuk mengambil alih posisi dan hak-haknya. Akan tetapi dalam pandangan masyarakat Aceh, mereka belum ditaklukkan dan perang masih berlanjut. Dalam hal ini ulama menjadi inspirator nyata dalam perjuangan Aceh dan bersama masyarakat terus melakukan perlawanan dan berpergian keseluruh Aceh, kawasan pesisir Kedah dan Penang[5] untuk mendakwahkan Jihad fi@ sabi@lilla@h.

Setelah Indonesia merdeka tuntutan untuk menerapkan syariat Islam kembali muncul. Masyarakat Aceh yang sebelumnya telah menyatakan kepada Soekarno bahwa Aceh mau membantu dan bergabung dengan RI melawan penjajahan Belanda dengan catatan diberikan hak untuk melaksanakan syariat Islam menurut pelaksanaanya[6]. Tengku Daud Beureuh, tokoh pergerakan Aceh[7] berkali-kali menuntut penerapan syariat Islam kepada presiden Soekarno dan pihak presiden hanya memberi janji-janji. Alih-alih memberikan hak bagi Aceh untuk menerapkan syariat Islam, malah menghapus Provinsi Aceh dan menggabungkannya kedalam Provinsi Sumatra Utara[8].

Pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto melanjutkan kebijakan pendahulunya untuk memberikan Aceh status daerah Istimewa dan penerapan syariat Islam. Namun begitu janji tersebut tidak pernah dilaksanakan dengan sepenuhnya. Bahkan disisi lain, Soeharto memberikan kesempatan kepada perusahaan multi nasional dari Amerika Serikat untuk membuka industri besar di Aceh dibidang eksplorasi minyak dan gas bumi di Arun pada tahun 1970an[9].

Dengan disahkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Keistimewaan Aceh[10], yang dijabarkan oleh Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 5 tahun 2000 tentang pelaksanaan Syari’at Islam di Nanggroe Aceh Darussalam (yang selanjutnya di sebut NAD) dan Undang-undang  Nomor 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Aceh, maka daerah Aceh yang dulunya memiliki keistimewaan bidang agama, adat istiadat dan pendidikan tanpa undng-undang kini sah memiliki undang-undang untuk itu.[11] Berlakunya syari’at Islam di Propinsi Aceh secara kaffah merupakan dambaan masyarakat Aceh sejak lama, syariat Islam yang berlaku di bumi Serambi Mekkah pada tanggal 1 Muharram 1423 H/ 2001 M.[12]



[1] Berutu, Ali Geno. "Penerapan syariat Islam Aceh dalam lintas sejarah." Istinbath: Jurnal Hukum 13, no. 2 (2016): 163-187.

[2] Berutu, Ali Geno. "Qanun Aceh No 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat Dalam Pandangan Fik {ih dan KUHP." Muslim Heritage 2, no. 1 (2017): 87-106.

[3] Berutu, Ali Geno. Formalisasi Syariat Islam Aceh Dalam Tatanan Politik Nasional. Pena Persada, 2020.

[4] Berutu, Ali Geno. "Aceh dan syariat Islam." (2019).

[5] Berutu, Ali Geno. "Pengaturan Tindak Pidana dalam Qanun Aceh: Komparasi Antara Qanun No. 12, 13, 14 Tahun 2003 dengan Qanun No. 6 Tahun 2014." Mazahib: Jurnal Pemikiran Hukum Islam 16, no. 2 (2017).

[6] Berutu, Ali Geno. "Peran Polri, Kejaksaan Dan Mahkamah Adat Aceh Dalam Penegakan Syariat Islam Di Aceh." Ahkam: Jurnal Hukum Islam 7 (2019).

[8] Berutu, Ali Geno. "Penerapan Qanun Aceh Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat (Mesum)(Studi Kasus Penerapan Syariat Islam di Kota Subulussalam)." (2019).

[9] Berutu, Ali Geno. FIKIH JINAYAT (Hukum Pidana Islam) Dilengkapi dengan pembahasan Qanun Jinayat Aceh. CV. Pena Persada, 2020.

[10] International Crisis Group, “Syari’at Islam dan Peradilan Pidana di Aceh”, Asia Report N’11 , 31 Juli 2006.2.

[11]Berutu, Ali Geno. "ACEH LOCAL PARTIES IN THE HISTORY OF REPUBLIC OF INDONESIA." JIL: Journal of Indonesian Law 2, no. 2 (2021): 202-225.

[12] Berutu, Ali Geno. "PENALARAN FIK {IH TERHADAP RUMUSAN ANCAMAN PIDANA TA’ZI> R PADA PELAKU KHALWAT DALAM QANUN ACEH NO. 6 TAHUN 2014." El-Mashlahah 9, no. 2 (2019).

BACA JUGA

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar disini

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda