SAHAM SPEKULASI (GORENGAN)
Kalau kita mengkaji istilah “saham gorengan” maka kita akan sedikit mendapati kendala dalam mencari referensi yang spesifik terkait saham gorengan tersebut. Kita hanya akan menemui pembahasan saham secara umum yang kita kenal dengan istilah saham big cap, saham large-cap dan saham small cap atau istilah saham utama atau lapis satu dengan memiliki keunggulan market capitalisasi yang besar (firs liner) juga sering disebut para penggiat pasar modal dengan istilah blue chips seperti saham dari BBRI, ICBP, TLKM, UNVR dan lain-lain saham-saham ini sangat liquid dan aktif ditaransaksikan pada hari-hari bursa.
Saham lapis kedua (Mid-Cap
Stocks) bisa dikatakan saham dalam kategori ini masih liquid wlaupun
kondisi fundamental perusahaan yang tercatat sebagai saham Mid-Cap Stocks
ini masih dalam tahap pengembangan. Adapun contoh saham-saham dalam kategori
ini adalah BBKP, BSDE, PWON, JFPA dan lain-lain. Dan yang terakhir adalah
saham-saham yang masuk dalam kategori Small-Cap Stocks yakni saham-saham
yang memiliki kapitalisasi perusahaan yang kecil. Biasnya saham-saham seperti
inilah yang menjadi sasaran bagi para spekulan pasar modal untuk mengintar gain
yang instan tapi juga risk yang cukup besar.
Penulis mencoba
menerjemahkan saham gorengan dari riset yang penulis lakukan pada media-media
online di Indonesia. Salah saatunya adalah CNBC Indonesia yang mengartikan
saham gorengan adalah saham-saham yang kenaikan dan penurunannya diluar
kebiasaan pada umumnya karena pergerakan saham-saham ini direkayasa oleh pelaku
pasar dengan tujuan dan maksud tertentu.[1]
Istilah saham gorengan
diambil dari jajanan khas Indonesia yakni “gorengan” yang sering kita
dapati dipinggir jalan atau diwarung-warung makan masyarakat. Gorengan identik
dengan kandungan minyaknya yang bisa membuat kolestrol bagi para penikmatnya
jika mengonsumsi dalam jumah yang banyak dengan waktu yang lama. Istilah
gorengan ini kemudian dianalogikan kepada saham-saham yang memiliki marketcap
yang kecil dengan pergerakan yang berpluktuatif. Jika terlalu banyak membeli
saham-saham gorengan, maka tidak menutup kemungkinan kita akan mengalami
potensi kerugian yang cukup besar (floating loss) dalam portofolio kita, inilah
yang dimaksud kolestrol oleh par pelaku pasar di Bursa Efek Indonesia.[2]
[1] Berutu, Ali Geno. "PUMP AND DOWN IN JIWASRAYA INVESTATION AND THE ABSENCE OF ISLAMIC ECONOMY LAW PRINCIPLES." Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah 11, no. 2 (2020): 328-351.
CNBCIndonesia,
“Apa Itu Saham Gorengan? Ini Definisi, Ciri-ciri, dan Tipsnya,” diakses 15
Januari 2020,
https://www.cnbcindonesia.com/investment/20200102162008-21-127172/apa-itu-saham-gorengan-ini-definisi-ciri-ciri-dan-tipsnya.
[2] Berutu, A.G., 2020. MEMAHAMI SAHAM SYARIAH: Kajian Atas aspek legal dalam pandangan Hukum Islam di Indonesia. VERITAS, 6(2), pp.160-186.
CNBCIndonesia,
“Dari Jokowi hingga Sri Mulyani Soroti Saham Gorengan,” 2020, https://www.cnbcindonesia.com
/market/20200103092703-17-127301/dari-jokowi-hingga-sri-mulyani-soroti-saham-gorengan.
Label: saham syariah
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar disini
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda