SAHAM GORENGAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM
Bagaimana pandangan Islam ekonomi syariah terhadap saham gorengan?
Kebahagiaan hidup di dunia dengan kelimpahan harta adalah salah satu tujuan hidup manusia di dunia. Dalam Islam kebagaiaan hidup di dunia dengan memiliki kemampuan finansial yang baik adalah menjadi anjuran bagi para penganutnya. Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda untuk bersungguh-sungguh dalam bekerja untuk menggapai kehidupan yang baik di dunia tanpa harus melupakan kehidupan akhirat.[1] Allah telah mengingatkan kepada kaum muslimin untuk tidak meninggalakn generasi yang lemah (QS. An-Nisā’: 9) menurut Prof. Dididn Hafidhuddin MS, Guru Besar Agama Islam IPB bahwa yang dimaksud lemah dalam ayat 9 surah An-Nisā tersebut adalah lemah dalam empat hal dimana salah satunya lemah secara ekonomi (miskin).[2]
Investasi
merupakan bagian dari mu’āmalah yang memiliki pengertian sebagai
kegiatan atau aktivitas penempatan dana/modal pada satu produk investasi dalam
jangka waktu tertentu dengan harapan penempatan modal tersebut dapat bertumbuh
atau mengahsilkan keuntungan (profit). Sedangkan pengertian investasi
dalam pandangan Islam adalah sesagala sesuatu kegiatan penanaman modal yang
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah (maqāsid al-ṣari’ah).[3]
Berinvestasi
dalam pandangan Islam harus memperhatikan kode etik yang menjadi rambu bagi
setiap investor dalam menempatkan modalnya. Seperti yang kita ketahui Islam
memiliki prinsip-prinsip-prinsip ekonomi yang menjadi pedoman. Transaksi
ekonomi dalam Islam harus menghidari perjudian (masīr), ketidakpastian (gharar),
riba (al-amwāl al-ribawiyyah), jual beli bāṭil, Bay‘i
ma‘dūm (jual beli atas barang yang belum dimiliki), iḥtikār
(menimbun sembako), taghrīr (mempengaruhi orang lain), ghabn
(ketidakseimbangan objek transaksi), talaqqī al-rukbān, (menjual dibawah
harga), tadlīs dan ghishsh, (menyembunyikan cacat barang), tanājush/najsh
(menawar tinggi tapi tidak bermaksud untuk membeli), dharar (menimbulkan
bahaya), rishwah (suap), maksiat dan zalim.[4]
Seperti
yang sudah dijelaskan di atas bahwa saham-saham spekulasi (gorengan) adalah
saham (emiten) suatu perusahaan yang naiknya diluar kebiasaan dengan volume
transaksi yang sangat besar. Biasanya saham-saham seperti ini dikendalikan oleh
orang-orang tertentu demi kepentingan sepihak, hal seperti ini dalam dunia
trader crypto dikenal sebagai Pump and Dump.[5]
1.
Rekayasa
Permintaan (Bai' Najasy)
Pump and Dump merupakan aktivitas
transaksi suatu Efek ditandai dengan pergerakan harga naik (uptrend). Kenaikan harga
tersebut disebabkan oleh serangkaian transaksi pembelian saham dalam jumlah
yang cukup banyak sehingga harga naik mencapai level harga tertinggi. Setelah
harga saham mencapai level tertinggi, orang-orang (bandar) yang berkepentingan
terhadap kenaikan saham tersebut melakukan aksi jual jual dengan volume yang sangat
besar sehingga terjadi penurunan harga yang sangat signifikan. Tujuannya untuk
meraih keuntungan yang besar dan bisa membeli kembali saham tersebut disaat
harga turun (murah).
Tindakan
seperti ini termasuk dalam ketori jual beli tanajusy/najsy yaitu tindakan
menawar barang dengan harga lebih tinggi oleh pihak yang tidak bermaksud
membelinya, untuk menimbulkan kesan banyak pihak yang berminat membelinya
(rekayasa permintaan). Dengan demikian orang lain akan tertipu dan mengira
barang tersebut adalah barang bagus dan pantas dihargai mahal.[6]
Transaksi seperti ini
sangat sering terjadi dipasar modal yang menjadi sarana untuk mempertemukan
pemodal dengan pengusaha. Sehingga dengan metode jual beli tanajusy
tersebut banyak pelaku pasar modal (investor) tertipu dan seketika menjadi
investor dadakan (nyangkut) di pasar modal, karena kalau di jual tentu akan
mengalami kerugian. Dalam Islam praktek jual beli seperti ini tentu dilarang
dan masuk dalam kategori jual beli yang diharamkan.[7]
Rasulullah Muhammad SAW bersabda yang diriwayatkan oleh al-Bukhāri dari
‘Abdullah bin ‘Umar radiallahu anhuma Rasullah bersabda:
“Rasulullah Muhammad SAW
melarang jual belu dengan cara najasy”
Selain
pump
and dump dalam
istilah pasar modal juga dikenal hype and
dump, yaitu jual beli saham yang diawali oleh pergerakan
harga naik (uptrend) disertai dengan adanya informasi positif yang
tidak benar (dalam istilah trader saham dikenal dengan istilah pom-pom), sehingga
harga suatu saham mencapai level harga tertinggi.[8]
Setelah harga naik dan bahkan ARA (auto reject atas) pihak-pihak yang berkepentingan melakukan aksi jual
(sell) dengan volume yang signifikan sehingga harga turun drastis bahkan bisa
mencapai level ARB (auto reject bawah). Pola transaksi
tersebut mirip dengan pola transaksi pump and dump, yang tujuannya
menciptakan kesempatan untuk menjual dengan harga tinggi agar memperoleh
keuntungan.
Seperti diketahi bahwa dalam bursa saham ada batas maksimal kenaikan suatu emiten begitu juga dengan penurunannya. Istilah ARA menunjukkan batas atas kenaikan suatu saham dalam sehari dan ARB batas bawah penurunan suatu saham dalam satu hari pasar bursa.[9] Saham-saham yang terindikasi sebagai saham gorengan sering kali ditransaksikan dalam bentuk pump and dump maupun hype and dump sampai batas atas dalam kenaikannya dan batas bawah dalam penurunannya. Tindakan-tindakan seperti ini tentu saja sangat merugikan banyak orang khususnya bagi investor retail di pasar modal.
Bentuk transaksi
yang masuk dalam kategori Bai'
Najasy adalah jual beli dengan permintaan atau peneawaran palsu (creating
fake demand/supply). Transaksi saham seperti inidilakukan dengan tujuan untuk
memberikan kesan kepada para pelaku pasar bahwa suatu saham (emiten)
seolah-oleh ramai ditransaksikan (liquid) dengan terdapat demand/suplpy yang
tinggi sehingga para pelaku pasar tertarik untuk melakukan transaksi buy/sell
pada saham tersebut.[10]
Model transaksi creating
fake demand/supply sering terjadi pada saham-saham gorengan. Indikasi kuat
bahwa suatu saham melakukan creating fake demand/supply adalah banyaknya
jumlah antrian yang terlihat di bid price (antrian beli) maupun antian
untuk menjualnya (offer price). Tapi tidak berselang lama, antrian bid
maupun offer bisa tiba-tiba hilang akibat dari pembatalan atau
pencabutan order (withdraw)
atau adakalanya harga penawaran dan permintaan (bid/offer) tiba-tiba
berubah dari harga sebelumnya (ammend) oleh pelaku pasar pada
saham-saham gorengan.
Istilah lain dari ketiga bentuk transaksi siatas
dikenal dengan sebutan cornering the market yaitu tindakan melakukan
pemborongan terhadap suatu saham tertentu dipasar modal[11].
Dalam kontek Indonesai hal ini telah diatur dalam UU pasar modal No. 8 Tahun
1995 dalam pasal 92 disebutkan:
“Setiap Pihak, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama dengan pihak lain, dilarang melakukan 2 (dua) transaksi Efek atau
lebih, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan harga Efek di
Bursa Efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk
membeli, menjual, atau menahan Efek.”
Pelaku dari cornering the market di Indonesia bisa ancam dengan pidana penjara paling
lama sepuluh tahun dan denda paling banyak lima belas miliar sesuai dengan
ketentuan UU Pasar Modal pasal 104.
2.
Menutup-nutupi kekurangan barang (Tadlīs)
Tadlīs dapat
diartikan sebagai penipuan atau menutup-nutupi kekurangan dari barang yang
dijual belikan.[12]
Dalam konteks sekarang dimana jual beli menggunakan sistem online tadlīs
juga dapat diartikan ketidaksesuaian barang yang dijual dengan deskripsi produk
yang ditulis dengan tujuan mengelebui pembeli. Transaksi tadlīs juga
masuk dalam katgori gharar dimana pada transasksi gharar tidak
memiliki kepastian mengenai akad baik kualitas maupun kuantitas barang yang
menjadi objek jual beli.[13]
Ada beberapa macam bentuk transaksi tadlīs yakni, tadlīs mengenai
kualitas, tadlīs mengenai kuantitas, tadlīs mengenai harga, dan
waktu penyerahannya.[14]
Dalam
Islam tadlīs jelas melanggar prinsip-prinsip syariah dengan ketiadaan
kejelesan aqad maupun barang yang dijual belikan. Tadlīs hukumnya
haram dan Allah SWT akan mencabut keberkahan dari harta yang diperoleh dengan
cara tadlīs sesuai dengan sabda Rasulullah Muhammad SAW yang diriwayatkan
oleh Imam
al-Bukharī, Muslim, at-Tirmidzī, Abū Dāwud dan al-Baihaqī:[15]
“Penjual dan pembeli memiliki
khiyar (pilihan untuk membatalkan atau melanjutkan akad) selama belum berpisah.
Jika keduanya berpisah dan berlaku transparan (menjelaskan barang dan harga apa
adanya) maka diberikan berkah dalam jual-beli keduanya. Jika keduanya saling
menyembunyikan (cacat) dan berdusta maka itu menghanguskan berkah
jual-belinya”.
Dalam praktek jual beli
tadlīs terhadap saham-saham spekulasi kita mengidentifikasinya dengan sebutan Front Running dan Misleading Information. Front Running adalah
yaitu suatu perbuatan yang dilakukan oleh anggota bursa untuk melakukan
transaksi pembelian suatu saham tertentu karena adanya informasi bahwa
nasabahnya akan melakukan pembelian suatu saham tertentu dalam jumlah yang
banyak yang tentunya akan mengankat nilai saham tersebut.[16]
Adapun tujuannya untuk melakukan aksi beli terlebih dahulu ini adalah untuk
mengambil keuntungan (take profit) atau mengurangi kerugian atas saham-saham
yang masih merugi di portofolionya.
Tindakan-tindakan
seperti ini tentu sangat tidak fair bagi investor lainnya khususnya retail.
Karena sering sekali suatu saham spekulasi ketika naik dan sudah diakumulasi
dalam jumlah besar oleh orang-orang tertentu sehingga investor lainnya tidak
mendapatkan harga yang murah lagi (istilah di saham: ketinggalan kereta).
Tapi ketika para investor lainnya memutuskan untuk masuk dan membeli saham yang
sudah diakumulasi tersebut, maka dengan seketika saham akan turun drastis (longsor),
bahkan sampai bid price menjadi kosong membuat penurunan saham begitu cepat
dan tentunya para investor yang tadi membeli diharga atas (premium) akan
mengalami kerugian dan disinilah kesempatan bagi orang yang tadi telah
mengakumulasi saham tersebut untuk melakukan distribusi barang (sell) untuk
mengambil keuntungan (take profit).
Bentuk
tadlīs yang kedua adalah Misleading information
adalah membuat informasi yang menyesatkan (hoax)
mengenai suatu saham tertentu, baik informasi yang baik maupun yang jelek
mengenai suatu emiten untuk mempengaruhi harga di pasar.[17] Kalau
informasi yang dibuat itu mengenai hal-hal positif terhadap suatu saham
tertentu maka harga saham tersebut dipasar akan terdongkrak naik (uptrend) dan
oknum penyebar informasi palsu tersebut bisa dengan mudah menjual saham yang
dimilikinya untuk mengambil keuntungan (take profit). Tapi
apabila informasi palsu yang dibuat mengenai hal-hal negative terhadap suatu
saham tertentu maka harga saham tersebut di pasar akan mengalami penurunan (dowtrend)
sehingga pelaku penebar hoax tersebut bisa membeli dan memiliki saham dengan
harga yang murah.
Dalam
Islam kita diperintahkan untuk tidak memakan harta sesame kita dengan cara yang
baṭil.[18]
Perbuatan tadlīs bisa dikategorikan perbuatan mengambil keuntungan
sepihak dengan cara yang salah (baṭil),
anturan untuk menghidari perbuatan memakan harta dengan cara baṭil tedapat dalam QS. An-Nisā ayat 29. Jual beli dengan
cara Front Running
dan Misleading information merupakan
suatu tindakan perjudian (maisir) karena kebenaran akan informasi yang
didapatkan tentu belum pasti (spekulasi).[19]
Perbuatan spekulasi atau mengambil kesimpulan hanya berazaskan dugaan (gambling)
tentunya sangat bertentangan dengan prindip-prinsip syariah dalam QS. Al-Bāqarah
ayat 129 dijelaskan bahwa perbuatan judi terdapat muḍarat yang amat besar bagi kehidupan manusia
dan kita diharuskan menjauhi perbuatan gambling tersebut.
3. Mempengaruhi
orang lain (Taghrir)
Taghrir adalah
asal kata dari gharar yang memiliki arti ketidakpastian, akibat,
bencana, bahaya dan resiko.[20]
Taghrir secara istilah adalah melakukan suatu tindakan tanpa mengetahui
akibat yang akan terjadi dari perbuatnnya tersebut, atau terjun kesuatu
perbuatan tanpa mengetahui resiko yang akan diterima. Dalam istilah ilmu
ekonomi, taghrir dikenal sebagai ketidakpastian (uncertainty)
atau resiko. Dalam teori kepastian (certainty)hanya akan melahirkan probabilitas
yakni peluang atau kemungkinan terjadi dari suatu kejadian, seberapa besar
peluang berhasil atau gagal. Jadi apabila faktor-faktor kepastian (certainty)dirubah
menjadi ketidakpastian (uncertainty) maka terjadilah taghrir/gharar.[21]
Jadi taghrir
adalah suatu akad (transaksi) yang mengandung unsur penipuan dikarenakan tidak
adanya kepastian baik mengenai objek akad, kualitas, kuantitas maupun kemampuan
untuk menyerahkan objek akad. Dari pengertian ini tentu kita berfikir bahwa apa
bedanya taghrir dan tadlīs? Dalam jual beli tadlīs pembeli tidak mengetahui
tentang objek akad secara baik dan benar (unknown to one party) sedangnkan dalam konteks jual beli taghrir pembeli
dan penjual sama-sama tidak mengetahui tentang objek akad yang ditransaksikan.[22]
Dalam Islam akad jual beli seperti ini (taghrir) diharamkan dikarenakan
kertiadaan kepastian akad, hal ini sebgaimana yang dijelaskan dalam hadist yang
diriwatkan oleh Imam Muslim dari Abū Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah
Muhammad SAW bersabda:
“Bahwasanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang jual beli dengan cara melempar
kerikil dan jual beli yang mengandung unsur penipuan.”
Kita ketahui bersama
seperti yang telah penulis uraikan di atas bahwa salah satu indikasi dari
saham-saham spekulasi (gorengan) tidak dapat dianalisis mengenai kinerja
keuangan suatu perusahaan yang tercatat di bursa efek (analisis
fundamental). Biasanya saham yang terindikasi sebagai saham gorengan
memilik rasio dan valuasi sahamnya sangat tinggi bila
dibandingkan dengan emiten yang sejenis disektornya.[23]
Cara mengukur mahal
murahnya suatu saham, atau cara untuk mencari harga wajar suatu saham adalah
dengan menggunakan rasio nilai saham per nilai buku/price to book value, (PBV)
dan rasio laba per lembar saham/earning
per share (EPS).[24] Dengan menggunakan
kedua rumus ini kita akan mengetahui harga wajar suatu saham. Misal jika rata-rata
price to book value industri pada sektor pertambangan adalah 0,9 kali, tetapi
satu emiten tertentu meliki price to book value mencapai 10
kali, 20 kali atau bahkan 100 kali, maka kita wajar untuk curiga bahwa emiten
tersebut terindikasi sebagai saham spekulasi, artinya susah untuk dianalisa
secara fundamentalnya. Begitu jugal halnya bila kita melakukan analisis
teknikal terhadap saham-saham gorengan cenderung susah untuk dibaca karena
terlalu berfluktuatif sehingga tidak jarang suatu emiten tidak memunculkan
indikator analysis tekinkal sama sekali. Secara teknikal, pergerakan saham
tersebut juga terlalu berfluktuatif atau justru jarang ditransaksikan sehingga
tidak memunculkan indikator analisis teknikal sama sekali.
Jelas sekali bahwa
tindakan seperti masuk kedalam suatu permainan ketidakpastian yang dilarang
dalam Islam. Selain gharar jual beli seperi itu juga dapat dikategorikan
sebagai jual beli dharar yakni transaksi yang dapat
menimbulakn kerusakan dan kerugian terhadap mekanisme pasar, artinya
keseimbangan pasar tidak akan terjadi dan bisa berakibat krisis keuangan yang
berakibat merugikan semua kalangan.[25] Maka untuk itu Allah
mengaharamkan jual beli semacam ini karena muḍaratnya lebih besar dari pada
manfaat yang didapatkan (QS. Al-māidah ayat 90). Disamping itu kaidah fiqhi’yah
sebagai salah satu rumus dalam penarikan hukum Islam dijelaskan bahwa:
“Menolak muḍarat lebih diutamakan dari pada
mengambil manfaat”
Dalam
fatwa DSN MUI mengenai penarapan prinsip-prinsip syariah dipasar modal
dijelaskan ada dua jenis transaksi yang masuk dalam kategori taghrir
dipasar modal yakni, Wash Sale dan Pre-Arrange Trade. Transaksi Wash
Sale adalah transaksi perdagangan semu yang sebenarnya tidak mengubah
kepemilikan atas suatu saham tertentu (beneficiary of ownership).
Transaksi ini dijalankan untuk membentuk opini pasar seolah-olah harga naik dan
turunnya suatu saham terbentuk secara normal dan juga untuk membuat kesan bahwa
saham tersebut banyak ditransaksikan pelaku pasar (liquid).[26]
Sedangkan
Pre-Arrange Trade adalah suatu tindakan melakukan transaksi order beli (buy)
dan order jual (sell) dalam rentang waktu yang bersamaan (tukar-menukar
barang) antara penjual dan pembeli yang telah melakukan kesepakatan sebelum
melakukan transaksi. Dimana tujuan dari transaski ini untuk menggerakkan suatu
saham, baik menaikkan (uptrend), menurunkan (downtrend),
stabil/tetap (sideways) atau untuk menahan laju kenaikan maupun
penurunan suatu saham tertentu.
4.
Akumulasi/menimbun saham (Ikhtikar)
Ikhtikar berasal
dari kata hakara yang berarti aniaya, menyimpan makanan, mengumpilkan, menehan
dan menimbun.[27]
Secara istilah Ikhtikar dapat diartikan sebagai
pembelain suatu barang disaat lapang dan menyimpan/menimbun sehingga peredaran
barang di lapangan mengurang, sehingga dengan demikian sesuai hukum pasar maka
harga akan naik, disaat harga naik baru barng yang disimpan tersebut dikeluarkan
dan dijual sehingga pelaku Ikhtikar mendapatkan
keuntungan yang berlipat dari modal yang telah dikeluarkan.[28]
Adapun
mengenai hukum Ikhtikar dalam pandangan hukum Islam
adalah haram (dilarang) dikarenakan tindakan tersebut bertolak belakang dengan
nilai-nilai universal al-Qurān yang mengedepankan kasih sayang dan
saling tolong menolong dalam melakukan mu’āmalah.
Seperti yang ditegaskan dalam QS. Al-Māidah ayat 2 dan QS. Al-Qasas ayat
77:
“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya”.
“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan
apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan
bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi.
Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan”.
Ikhtikar dalam
paraktek transaski dipasr modal telah diautur dalam Fatwa DSN MUI No. 80 Tahun
2011 dilam hal ini yang termasuk dalam perbuatan Ikhtikar
dan betentengan dengan prinsip-prinsip Syariah adalah Pooling
interest dan Cornering. Pooling interest adalah transaksi
terhadap suatu saham (efek) tertentu supaya terlihat banyak
ditransaksikan pelaku pasar (liquid), baik baik harga naik maupun
stagnan pada suatu periode tertentu dan biasanya transaksi tersebut (buy/sell)
hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu.[29]
Saham-saham seperti ini biasanya memiliki volume transasaksi hariannya hamper
sama dalam periode tertentu (dijaga), setelah beberapa periode pergerakannya
sama dan volumenya sama. Baru kemudian harga diangkat/dinaikkan (oleh
orang-orang tertentu tersebut) ditandai dengan volume dan valuasi transaksi
hariannya melonjak drastis dengan tujuan untuk dapat melakukan penjualan (take
profit) atau melakukan pembelian dalam jumlah yang sangat banyak
(akumulasi) atau untuk dijadikan sebagai benchmark terhadap saham tersebut.
Bentuk Ikhtikaryang
kedua adalah Cornering, transaksi cornering
biasanya terjadi pada saham-saham yang persentase kepimilikan saham publiknya
sedikit, sehingga ada upaya dari pihak-pihak pemegang saham mayoritas untuk
melakukan supply yang semu sehingga harga akan tururn pada sesi pertama
pasar modal.[30]
Dengan demikian investor publik mencoba melakukan peruntungan (gambling) dengan
melakukan tarnsaksi short selling (menjual barang yang belum dimiliki/ bai’
al-maksyuf).[31] Tapi pada sesi ke dua bursa tiba-tiba harga malah naik dikarenakan
pemegang saham mayoritas melakukan pembelian dalam jumlah yang sangat banyak
yang berakibat kerugian bagi investor short selling karena
harus membeli kembali saham disesi dua diatas pembelian dia pada pagi hari
(sesi satu).
5.
Perbuatan curang (Ghisysy)
Ghisysy adalah tindakan
menyembunyikan kekurangan objek akad kepada pembeli dengan tujuan pembeli
berkenan untuk melalakukan transaski atas objek barang yang dijual belikan
tersebut. Pada dasarnya jika pembeli mengetahui cacat barang tersebut niscaya
dia tidak akan membelinya dengan patokan harga dari si penjual. Jual beli
ghisysy ini juga bisa dikategorikan sebagai jual beli Ghabn yakni
adanya ketidakseimbangan dalam satu transaksi khususnya mengenai kualitas objek
transaksi kedua belah pihak.[32]
Dalam hukum
Islam transaksi seperti ini adalah haram karena jelas bertentangan dengan
prinsip maqāsidu al-syaāri’ah hifẓ al-māl.[33]
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-‘Araf ayat 85 dalamTerjemah Kemenag 2002
“Wahai kaumku! Sembahlah Allah. Tidak ada tuhan
(sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang
nyata dari Tuhanmu. Sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan jangan kamu
merugikan orang sedikit pun. Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah
(diciptakan) dengan baik. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu orang
beriman.”
Praktek jual beli ghisysy pada
saham-saham gorengan dikenal dengan Marking at the close dan Alternate trade.
Market at the close atau pembentukan
harga penutupan bertujuan untuk mengatur harga pada saat penutupan, kalau harga
sedang turun padahal yang diinginkan adalah naik, maka pada saat penutupan
pasar dilakukan pengangkatan dengan memasang order buy sehingga saham
tersebut tidak ditutup dalam keadaan melemah dan begitu juga sebaliknya jika
sahamnya naik padahal yang di inginkan turun, maka disaat penutupan pasar
dilakukan order sell sehingga harga saham tersebut ditutup dalam keadaan
melemah bila dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
Sedangkan
transaksi Alternate trade, adalah transaski yang
dilakukan oleh pelaku pasar dengan melakukan tarnsaski buy dan sell
secara bergantian, artinya orang yang transaksi tersebut hanya itu-itu saja
(oknum atau sering disebut bandar). Adapun tujuannya adalah untuk membentuk
opini public terkait liquiditas saham tersebut karena volume dan valuasi
transaksi hariannya cukup besar. Dengan demikian pelaku pasar yang lainnya akan
tertarik untuk melakukan aksi beli dan jual disaham tersebut.
[1] Didin
Hafidudin dan Hendri Tanjung, Manajemen
Syariah dalam Praktek (Jakarta: Gema Insani Press, 2003). h, 1.
[2] “Jangan
Tinggalkan Generasi yang Lemah Dalam 4 Hal | Republika Online,” diakses 14
Januari 2020,
https://khazanah.republika.co.id/berita/puick1374/jangan-tinggalkan-generasi-yang-lemah-dalam-4-hal.
[3] Sakinah,
“Investasi dalam Islam,” Interest: Jurnal
Bisnis dan Ekonomi Syariah 12, no. 1 (2014). 96-97.
[4] DSN MUI,
“Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 80/DSN-MUI/III/2011 Tentang Penerapan
Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar
Reguler Bursa Efek” (n.d.).
[5]
[6]
[9] PT Bursa
Efek Indonesia, “Mekanisme Perdagangan,” diakses 17 Januari 2020,
https://www.idx.co.id/investor /mekanisme-perdagangan/.
[10]
[14] Adiwarman
A. Karim, Bank Islam (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2006). h, 31.
[15] Gusniarti
Gusniarti, “Distorsi Pasar dalam Proses Transaksi Sekuritas Syariah di Pasar
Sekunder,” Etikonomi 14, no. 2
(Oktober 2015). h, 49-51.
Label: saham syariah