Senin, 09 Januari 2023

SAHAM GORENGAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM





Bagaimana pandangan Islam ekonomi syariah terhadap saham gorengan?

Kebahagiaan hidup di dunia dengan kelimpahan harta adalah salah satu tujuan hidup manusia di dunia. Dalam Islam kebagaiaan hidup di dunia dengan memiliki kemampuan finansial yang baik adalah menjadi anjuran bagi para penganutnya. Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda untuk bersungguh-sungguh dalam bekerja untuk menggapai kehidupan yang baik di dunia tanpa harus melupakan kehidupan akhirat.[1] Allah telah mengingatkan kepada kaum muslimin untuk tidak meninggalakn generasi yang lemah (QS. An-Nisā’: 9) menurut Prof. Dididn Hafidhuddin MS, Guru Besar Agama Islam IPB bahwa yang dimaksud lemah dalam ayat 9 surah An-Nisā tersebut adalah lemah dalam empat hal dimana salah satunya lemah secara ekonomi (miskin).[2]

Investasi merupakan bagian dari mu’āmalah yang memiliki pengertian sebagai kegiatan atau aktivitas penempatan dana/modal pada satu produk investasi dalam jangka waktu tertentu dengan harapan penempatan modal tersebut dapat bertumbuh atau mengahsilkan keuntungan (profit). Sedangkan pengertian investasi dalam pandangan Islam adalah sesagala sesuatu kegiatan penanaman modal yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah (maqāsid al-ari’ah).[3]

Berinvestasi dalam pandangan Islam harus memperhatikan kode etik yang menjadi rambu bagi setiap investor dalam menempatkan modalnya. Seperti yang kita ketahui Islam memiliki prinsip-prinsip-prinsip ekonomi yang menjadi pedoman. Transaksi ekonomi dalam Islam harus menghidari perjudian (masīr), ketidakpastian (gharar), riba (al-amwāl al-ribawiyyah), jual beli il, Bay‘i ma‘dūm (jual beli atas barang yang belum dimiliki), itikār (menimbun sembako), taghrīr (mempengaruhi orang lain), ghabn (ketidakseimbangan objek transaksi), talaqqī al-rukbān, (menjual dibawah harga), tadlīs dan ghishsh, (menyembunyikan cacat barang), tanājush/najsh (menawar tinggi tapi tidak bermaksud untuk membeli), dharar (menimbulkan bahaya), rishwah (suap), maksiat dan zalim.[4]

Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa saham-saham spekulasi (gorengan) adalah saham (emiten) suatu perusahaan yang naiknya diluar kebiasaan dengan volume transaksi yang sangat besar. Biasanya saham-saham seperti ini dikendalikan oleh orang-orang tertentu demi kepentingan sepihak, hal seperti ini dalam dunia trader crypto dikenal sebagai Pump and Dump.[5]

1.     Rekayasa Permintaan (Bai' Najasy)

Pump and Dump merupakan aktivitas transaksi suatu Efek ditandai dengan pergerakan harga naik (uptrend). Kenaikan harga tersebut disebabkan oleh serangkaian transaksi pembelian saham dalam jumlah yang cukup banyak sehingga harga naik mencapai level harga tertinggi. Setelah harga saham mencapai level tertinggi, orang-orang (bandar) yang berkepentingan terhadap kenaikan saham tersebut melakukan aksi jual jual dengan volume yang sangat besar sehingga terjadi penurunan harga yang sangat signifikan. Tujuannya untuk meraih keuntungan yang besar dan bisa membeli kembali saham tersebut disaat harga turun (murah).

Tindakan seperti ini termasuk dalam ketori jual beli tanajusy/najsy yaitu tindakan menawar barang dengan harga lebih tinggi oleh pihak yang tidak bermaksud membelinya, untuk menimbulkan kesan banyak pihak yang berminat membelinya (rekayasa permintaan). Dengan demikian orang lain akan tertipu dan mengira barang tersebut adalah barang bagus dan pantas dihargai mahal.[6]

Transaksi seperti ini sangat sering terjadi dipasar modal yang menjadi sarana untuk mempertemukan pemodal dengan pengusaha. Sehingga dengan metode jual beli tanajusy tersebut banyak pelaku pasar modal (investor) tertipu dan seketika menjadi investor dadakan (nyangkut) di pasar modal, karena kalau di jual tentu akan mengalami kerugian. Dalam Islam praktek jual beli seperti ini tentu dilarang dan masuk dalam kategori jual beli yang diharamkan.[7] Rasulullah Muhammad SAW bersabda yang diriwayatkan oleh al-Bukhāri dari ‘Abdullah bin ‘Umar radiallahu anhuma Rasullah bersabda:

“Rasulullah Muhammad SAW melarang jual belu dengan cara najasy”

Selain pump and dump dalam istilah pasar modal juga dikenal hype and dump, yaitu jual beli saham yang diawali oleh pergerakan harga naik (uptrend) disertai dengan adanya informasi positif yang tidak benar (dalam istilah trader saham dikenal dengan istilah pom-pom), sehingga harga suatu saham mencapai level harga tertinggi.[8] Setelah harga naik dan bahkan ARA (auto reject atas) pihak-pihak yang berkepentingan melakukan aksi jual (sell) dengan volume yang signifikan sehingga harga turun drastis bahkan bisa mencapai level ARB (auto reject bawah). Pola transaksi tersebut mirip dengan pola transaksi pump and dump, yang tujuannya menciptakan kesempatan untuk menjual dengan harga tinggi agar memperoleh keuntungan.

Seperti diketahi bahwa dalam bursa saham ada batas maksimal kenaikan suatu emiten begitu juga dengan penurunannya. Istilah ARA menunjukkan batas atas kenaikan suatu saham dalam sehari dan ARB batas bawah penurunan suatu saham dalam satu hari pasar bursa.[9] Saham-saham yang terindikasi sebagai saham gorengan sering kali ditransaksikan dalam bentuk pump and dump maupun hype and dump sampai batas atas dalam kenaikannya dan batas bawah dalam penurunannya. Tindakan-tindakan seperti ini tentu saja sangat merugikan banyak orang khususnya bagi investor retail di pasar modal.

Bentuk transaksi yang masuk dalam kategori Bai' Najasy adalah jual beli dengan permintaan atau peneawaran palsu (creating fake demand/supply). Transaksi saham seperti inidilakukan dengan tujuan untuk memberikan kesan kepada para pelaku pasar bahwa suatu saham (emiten) seolah-oleh ramai ditransaksikan (liquid) dengan terdapat demand/suplpy yang tinggi sehingga para pelaku pasar tertarik untuk melakukan transaksi buy/sell pada saham tersebut.[10]

Model transaksi creating fake demand/supply sering terjadi pada saham-saham gorengan. Indikasi kuat bahwa suatu saham melakukan creating fake demand/supply adalah banyaknya jumlah antrian yang terlihat di bid price (antrian beli) maupun antian untuk menjualnya (offer price). Tapi tidak berselang lama, antrian bid maupun offer bisa tiba-tiba hilang akibat dari pembatalan atau pencabutan order (withdraw) atau adakalanya harga penawaran dan permintaan (bid/offer) tiba-tiba berubah dari harga sebelumnya (ammend) oleh pelaku pasar pada saham-saham gorengan.

Istilah lain dari ketiga bentuk transaksi siatas dikenal dengan sebutan cornering the market yaitu tindakan melakukan pemborongan terhadap suatu saham tertentu dipasar modal[11]. Dalam kontek Indonesai hal ini telah diatur dalam UU pasar modal No. 8 Tahun 1995 dalam pasal 92 disebutkan:

“Setiap Pihak, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan pihak lain, dilarang melakukan 2 (dua) transaksi Efek atau lebih, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan harga Efek di Bursa Efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli, menjual, atau menahan Efek.”

Pelaku dari cornering the market di Indonesia bisa ancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak lima belas miliar sesuai dengan ketentuan UU Pasar Modal pasal 104.

2.     Menutup-nutupi kekurangan barang (Tadlīs)

Tadlīs dapat diartikan sebagai penipuan atau menutup-nutupi kekurangan dari barang yang dijual belikan.[12] Dalam konteks sekarang dimana jual beli menggunakan sistem online tadlīs juga dapat diartikan ketidaksesuaian barang yang dijual dengan deskripsi produk yang ditulis dengan tujuan mengelebui pembeli. Transaksi tadlīs juga masuk dalam katgori gharar dimana pada transasksi gharar tidak memiliki kepastian mengenai akad baik kualitas maupun kuantitas barang yang menjadi objek jual beli.[13] Ada beberapa macam bentuk transaksi tadlīs yakni, tadlīs mengenai kualitas, tadlīs mengenai kuantitas, tadlīs mengenai harga, dan waktu penyerahannya.[14]

Dalam Islam tadlīs jelas melanggar prinsip-prinsip syariah dengan ketiadaan kejelesan aqad maupun barang yang dijual belikan. Tadlīs hukumnya haram dan Allah SWT akan mencabut keberkahan dari harta yang diperoleh dengan cara tadlīs sesuai dengan sabda Rasulullah Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukharī, Muslim, at-Tirmidzī, Abū Dāwud dan al-Baihaqī:[15]

“Penjual dan pembeli memiliki khiyar (pilihan untuk membatalkan atau melanjutkan akad) selama belum berpisah. Jika keduanya berpisah dan berlaku transparan (menjelaskan barang dan harga apa adanya) maka diberikan berkah dalam jual-beli keduanya. Jika keduanya saling menyembunyikan (cacat) dan berdusta maka itu menghanguskan berkah jual-belinya”.

Dalam praktek jual beli tadlīs terhadap saham-saham spekulasi kita mengidentifikasinya dengan sebutan Front Running dan Misleading Information. Front Running adalah yaitu suatu perbuatan yang dilakukan oleh anggota bursa untuk melakukan transaksi pembelian suatu saham tertentu karena adanya informasi bahwa nasabahnya akan melakukan pembelian suatu saham tertentu dalam jumlah yang banyak yang tentunya akan mengankat nilai saham tersebut.[16] Adapun tujuannya untuk melakukan aksi beli terlebih dahulu ini adalah untuk mengambil keuntungan (take profit) atau mengurangi kerugian atas saham-saham yang masih merugi di portofolionya.

Tindakan-tindakan seperti ini tentu sangat tidak fair bagi investor lainnya khususnya retail. Karena sering sekali suatu saham spekulasi ketika naik dan sudah diakumulasi dalam jumlah besar oleh orang-orang tertentu sehingga investor lainnya tidak mendapatkan harga yang murah lagi (istilah di saham: ketinggalan kereta). Tapi ketika para investor lainnya memutuskan untuk masuk dan membeli saham yang sudah diakumulasi tersebut, maka dengan seketika saham akan turun drastis (longsor), bahkan sampai bid price menjadi kosong membuat penurunan saham begitu cepat dan tentunya para investor yang tadi membeli diharga atas (premium) akan mengalami kerugian dan disinilah kesempatan bagi orang yang tadi telah mengakumulasi saham tersebut untuk melakukan distribusi barang (sell) untuk mengambil keuntungan (take profit).

Bentuk tadlīs yang kedua adalah Misleading information adalah membuat informasi yang menyesatkan (hoax) mengenai suatu saham tertentu, baik informasi yang baik maupun yang jelek mengenai suatu emiten untuk mempengaruhi harga di pasar.[17] Kalau informasi yang dibuat itu mengenai hal-hal positif terhadap suatu saham tertentu maka harga saham tersebut dipasar akan terdongkrak naik (uptrend) dan oknum penyebar informasi palsu tersebut bisa dengan mudah menjual saham yang dimilikinya untuk mengambil keuntungan (take profit). Tapi apabila informasi palsu yang dibuat mengenai hal-hal negative terhadap suatu saham tertentu maka harga saham tersebut di pasar akan mengalami penurunan (dowtrend) sehingga pelaku penebar hoax tersebut bisa membeli dan memiliki saham dengan harga yang murah.

Dalam Islam kita diperintahkan untuk tidak memakan harta sesame kita dengan cara yang bail.[18] Perbuatan tadlīs bisa dikategorikan perbuatan mengambil keuntungan sepihak dengan cara yang salah (bail), anturan untuk menghidari perbuatan memakan harta dengan cara bail tedapat dalam QS. An-Nisā ayat 29. Jual beli dengan cara Front Running dan Misleading information merupakan suatu tindakan perjudian (maisir) karena kebenaran akan informasi yang didapatkan tentu belum pasti (spekulasi).[19] Perbuatan spekulasi atau mengambil kesimpulan hanya berazaskan dugaan (gambling) tentunya sangat bertentangan dengan prindip-prinsip syariah dalam QS. Al-Bāqarah ayat 129 dijelaskan bahwa perbuatan judi terdapat muarat yang amat besar bagi kehidupan manusia dan kita diharuskan menjauhi perbuatan gambling tersebut.

3.     Mempengaruhi orang lain (Taghrir)

Taghrir adalah asal kata dari gharar yang memiliki arti ketidakpastian, akibat, bencana, bahaya dan resiko.[20] Taghrir secara istilah adalah melakukan suatu tindakan tanpa mengetahui akibat yang akan terjadi dari perbuatnnya tersebut, atau terjun kesuatu perbuatan tanpa mengetahui resiko yang akan diterima. Dalam istilah ilmu ekonomi, taghrir dikenal sebagai ketidakpastian (uncertainty) atau resiko. Dalam teori kepastian (certainty)hanya akan melahirkan probabilitas yakni peluang atau kemungkinan terjadi dari suatu kejadian, seberapa besar peluang berhasil atau gagal. Jadi apabila faktor-faktor kepastian (certainty)dirubah menjadi ketidakpastian (uncertainty) maka terjadilah taghrir/gharar.[21]

Jadi taghrir adalah suatu akad (transaksi) yang mengandung unsur penipuan dikarenakan tidak adanya kepastian baik mengenai objek akad, kualitas, kuantitas maupun kemampuan untuk menyerahkan objek akad. Dari pengertian ini tentu kita berfikir bahwa apa bedanya taghrir dan tadlīs? Dalam jual beli tadlīs pembeli tidak mengetahui tentang objek akad secara baik dan benar (unknown to one party) sedangnkan dalam konteks jual beli taghrir pembeli dan penjual sama-sama tidak mengetahui tentang objek akad yang ditransaksikan.[22] Dalam Islam akad jual beli seperti ini (taghrir) diharamkan dikarenakan kertiadaan kepastian akad, hal ini sebgaimana yang dijelaskan dalam hadist yang diriwatkan oleh Imam Muslim dari Abū Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah Muhammad SAW bersabda:

“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang jual beli dengan cara melempar kerikil dan jual beli yang mengandung unsur penipuan.”

Kita ketahui bersama seperti yang telah penulis uraikan di atas bahwa salah satu indikasi dari saham-saham spekulasi (gorengan) tidak dapat dianalisis mengenai kinerja keuangan suatu perusahaan yang tercatat di bursa efek (analisis fundamental). Biasanya saham yang terindikasi sebagai saham gorengan memilik rasio dan valuasi sahamnya sangat tinggi bila dibandingkan dengan emiten yang sejenis disektornya.[23]

Cara mengukur mahal murahnya suatu saham, atau cara untuk mencari harga wajar suatu saham adalah dengan menggunakan rasio nilai saham per nilai buku/price to book value, (PBV) dan rasio laba per lembar saham/earning per share (EPS).[24] Dengan menggunakan kedua rumus ini kita akan mengetahui harga wajar suatu saham. Misal jika rata-rata price to book value industri pada sektor pertambangan adalah 0,9 kali, tetapi satu emiten tertentu meliki price to book value mencapai 10 kali, 20 kali atau bahkan 100 kali, maka kita wajar untuk curiga bahwa emiten tersebut terindikasi sebagai saham spekulasi, artinya susah untuk dianalisa secara fundamentalnya. Begitu jugal halnya bila kita melakukan analisis teknikal terhadap saham-saham gorengan cenderung susah untuk dibaca karena terlalu berfluktuatif sehingga tidak jarang suatu emiten tidak memunculkan indikator analysis tekinkal sama sekali. Secara teknikal, pergerakan saham tersebut juga terlalu berfluktuatif atau justru jarang ditransaksikan sehingga tidak memunculkan indikator analisis teknikal sama sekali.

Jelas sekali bahwa tindakan seperti masuk kedalam suatu permainan ketidakpastian yang dilarang dalam Islam. Selain gharar jual beli seperi itu juga dapat dikategorikan sebagai jual beli dharar yakni transaksi yang dapat menimbulakn kerusakan dan kerugian terhadap mekanisme pasar, artinya keseimbangan pasar tidak akan terjadi dan bisa berakibat krisis keuangan yang berakibat merugikan semua kalangan.[25] Maka untuk itu Allah mengaharamkan jual beli semacam ini karena muaratnya lebih besar dari pada manfaat yang didapatkan (QS. Al-māidah ayat 90). Disamping itu kaidah fiqhi’yah sebagai salah satu rumus dalam penarikan hukum Islam dijelaskan bahwa:

            “Menolak muarat lebih diutamakan dari pada mengambil manfaat”

Dalam fatwa DSN MUI mengenai penarapan prinsip-prinsip syariah dipasar modal dijelaskan ada dua jenis transaksi yang masuk dalam kategori taghrir dipasar modal yakni, Wash Sale dan Pre-Arrange Trade. Transaksi Wash Sale adalah transaksi perdagangan semu yang sebenarnya tidak mengubah kepemilikan atas suatu saham tertentu (beneficiary of ownership). Transaksi ini dijalankan untuk membentuk opini pasar seolah-olah harga naik dan turunnya suatu saham terbentuk secara normal dan juga untuk membuat kesan bahwa saham tersebut banyak ditransaksikan pelaku pasar (liquid).[26]

Sedangkan Pre-Arrange Trade adalah suatu tindakan melakukan transaksi order beli (buy) dan order jual (sell) dalam rentang waktu yang bersamaan (tukar-menukar barang) antara penjual dan pembeli yang telah melakukan kesepakatan sebelum melakukan transaksi. Dimana tujuan dari transaski ini untuk menggerakkan suatu saham, baik menaikkan (uptrend), menurunkan (downtrend), stabil/tetap (sideways) atau untuk menahan laju kenaikan maupun penurunan suatu saham tertentu.

4.     Akumulasi/menimbun saham (Ikhtikar)

Ikhtikar berasal dari kata hakara yang berarti aniaya, menyimpan makanan, mengumpilkan, menehan dan menimbun.[27] Secara istilah Ikhtikar dapat diartikan sebagai pembelain suatu barang disaat lapang dan menyimpan/menimbun sehingga peredaran barang di lapangan mengurang, sehingga dengan demikian sesuai hukum pasar maka harga akan naik, disaat harga naik baru barng yang disimpan tersebut dikeluarkan dan dijual sehingga pelaku Ikhtikar mendapatkan keuntungan yang berlipat dari modal yang telah dikeluarkan.[28]

Adapun mengenai hukum Ikhtikar dalam pandangan hukum Islam adalah haram (dilarang) dikarenakan tindakan tersebut bertolak belakang dengan nilai-nilai universal al-Qurān yang mengedepankan kasih sayang dan saling tolong menolong dalam melakukan mu’āmalah. Seperti yang ditegaskan dalam QS. Al-Māidah ayat 2 dan QS. Al-Qasas ayat 77:

 “…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya”.

 “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan”.

Ikhtikar dalam paraktek transaski dipasr modal telah diautur dalam Fatwa DSN MUI No. 80 Tahun 2011 dilam hal ini yang termasuk dalam perbuatan Ikhtikar dan betentengan dengan prinsip-prinsip Syariah adalah Pooling interest dan Cornering. Pooling interest adalah transaksi terhadap suatu saham (efek) tertentu supaya terlihat banyak ditransaksikan pelaku pasar (liquid), baik baik harga naik maupun stagnan pada suatu periode tertentu dan biasanya transaksi tersebut (buy/sell) hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu.[29] Saham-saham seperti ini biasanya memiliki volume transasaksi hariannya hamper sama dalam periode tertentu (dijaga), setelah beberapa periode pergerakannya sama dan volumenya sama. Baru kemudian harga diangkat/dinaikkan (oleh orang-orang tertentu tersebut) ditandai dengan volume dan valuasi transaksi hariannya melonjak drastis dengan tujuan untuk dapat melakukan penjualan (take profit) atau melakukan pembelian dalam jumlah yang sangat banyak (akumulasi) atau untuk dijadikan sebagai benchmark terhadap saham tersebut.

Bentuk Ikhtikaryang kedua adalah Cornering, transaksi cornering biasanya terjadi pada saham-saham yang persentase kepimilikan saham publiknya sedikit, sehingga ada upaya dari pihak-pihak pemegang saham mayoritas untuk melakukan supply yang semu sehingga harga akan tururn pada sesi pertama pasar modal.[30] Dengan demikian investor publik mencoba melakukan peruntungan (gambling) dengan melakukan tarnsaksi short selling (menjual barang yang belum dimiliki/ bai’ al-maksyuf).[31] Tapi pada sesi ke dua bursa tiba-tiba harga malah naik dikarenakan pemegang saham mayoritas melakukan pembelian dalam jumlah yang sangat banyak yang berakibat kerugian bagi investor short selling karena harus membeli kembali saham disesi dua diatas pembelian dia pada pagi hari (sesi satu).

5.     Perbuatan curang (Ghisysy)

            Ghisysy  adalah tindakan menyembunyikan kekurangan objek akad kepada pembeli dengan tujuan pembeli berkenan untuk melalakukan transaski atas objek barang yang dijual belikan tersebut. Pada dasarnya jika pembeli mengetahui cacat barang tersebut niscaya dia tidak akan membelinya dengan patokan harga dari si penjual. Jual beli ghisysy ini juga bisa dikategorikan sebagai jual beli Ghabn yakni adanya ketidakseimbangan dalam satu transaksi khususnya mengenai kualitas objek transaksi kedua belah pihak.[32]

Dalam hukum Islam transaksi seperti ini adalah haram karena jelas bertentangan dengan prinsip maqāsidu al-syaāri’ah hif al-māl.[33] Allah SWT berfirman dalam QS. Al-‘Araf ayat 85 dalamTerjemah Kemenag 2002

 “Wahai kaumku! Sembahlah Allah. Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan jangan kamu merugikan orang sedikit pun. Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu orang beriman.”

Praktek jual beli ghisysy pada saham-saham gorengan dikenal dengan Marking at the close dan Alternate trade. Market at the close atau pembentukan harga penutupan bertujuan untuk mengatur harga pada saat penutupan, kalau harga sedang turun padahal yang diinginkan adalah naik, maka pada saat penutupan pasar dilakukan pengangkatan dengan memasang order buy sehingga saham tersebut tidak ditutup dalam keadaan melemah dan begitu juga sebaliknya jika sahamnya naik padahal yang di inginkan turun, maka disaat penutupan pasar dilakukan order sell sehingga harga saham tersebut ditutup dalam keadaan melemah bila dibandingkan penutupan hari sebelumnya.

Sedangkan transaksi Alternate trade, adalah transaski yang dilakukan oleh pelaku pasar dengan melakukan tarnsaski buy dan sell secara bergantian, artinya orang yang transaksi tersebut hanya itu-itu saja (oknum atau sering disebut bandar). Adapun tujuannya adalah untuk membentuk opini public terkait liquiditas saham tersebut karena volume dan valuasi transaksi hariannya cukup besar. Dengan demikian pelaku pasar yang lainnya akan tertarik untuk melakukan aksi beli dan jual disaham tersebut.



[1] Didin Hafidudin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Praktek (Jakarta: Gema Insani Press, 2003). h, 1.

[2] “Jangan Tinggalkan Generasi yang Lemah Dalam 4 Hal | Republika Online,” diakses 14 Januari 2020, https://khazanah.republika.co.id/berita/puick1374/jangan-tinggalkan-generasi-yang-lemah-dalam-4-hal.

[3] Sakinah, “Investasi dalam Islam,” Interest: Jurnal Bisnis dan Ekonomi Syariah 12, no. 1 (2014). 96-97.

[4] DSN MUI, “Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 80/DSN-MUI/III/2011 Tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek” (n.d.).

[5] Berutu, Ali Geno. Pasar Modal Syariah Indonesia: Konsep dan Produk. LP2M Press/Ali Geno Berutu, 2020.

[6] Berutu, Ali Geno. "MEMAHAMI SAHAM SYARIAH: Kajian Atas aspek legal dalam pandangan Hukum Islam di Indonesia." VERITAS 6, no. 2 (2020): 160-186.

[9] PT Bursa Efek Indonesia, “Mekanisme Perdagangan,” diakses 17 Januari 2020, https://www.idx.co.id/investor /mekanisme-perdagangan/.

[10] Berutu, Ali Geno. "PUMP AND DOWN IN JIWASRAYA INVESTATION AND THE ABSENCE OF ISLAMIC ECONOMY LAW PRINCIPLES." Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah 11, no. 2 (2020): 328-351.

[14] Adiwarman A. Karim, Bank Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006). h, 31.

[15] Gusniarti Gusniarti, “Distorsi Pasar dalam Proses Transaksi Sekuritas Syariah di Pasar Sekunder,” Etikonomi 14, no. 2 (Oktober 2015). h, 49-51.


BACA JUGA

Label: