Senin, 09 Januari 2023

FAKTOR YANG MELATAR BELAKANGI KELAHIRAN PARTAI LOKAL DI ACEH









Apa saja partai politik lokal Aceh?

Munculnya partai politik lokal Aceh, tidak  lepas dari beberapa faktor yang mempengaruhi dan melatar belakangi. Terjadinya distorsi di Aceh sehingga terjadi konflik yang berkepanjangan, antara lain konflik di Aceh sebelum kemerdekaan sampai setelah merdeka, konflik ini  bermula ketika pasca Pemerintah Pusat melakukan peleburan terhadap Provinsi Aceh ke dalam Provinsi Sumatera Utara yang menyebabkan kekecewaan masyarakat Aceh.yang pada akhirnya muncul gerakan Darul Islam (DI/TII) pimpinan Tengku Daud Beureuh pada tahun 1953.[1]

Gerakan tersebut mendorong para tokoh-tokoh masyarakat Aceh untuk bereaksi keras terhadap kebijakan pusat sehingga muncul pemberontakan untuk memisahkan dari NKRI. Namun konflik tersebut tidak berlangsung lama sehubungan dengan diberikannya status istimewa Aceh, dengan Keputusan Pemerintah SK No.1/Missi/1958 dengan otonomi luas dalam bidang agama, adat dan pendidikan pada 1959. Sejak itu polemik pun melunak hingga kesepakatan damai pun di prakarsai di Desa Lamteh, 7 April 1957. Perjanjian Lamteh dilakukan oleh tokoh lapangan, yaitu Syamaun Gaharu, Ali Hasjmy, dan Muhammad Insja dari pihak Republik Indonesia dan Hasan Ali, Hasan Saleh, dan Ishak Amin dari DI/TII.Tgk. Muhammad Daud Beureueh tidak hadir dalam pertemuan itu. Baru bertahun-tahun kemudian ia mau turun gunung setelah dibujuk penuh hormat oleh Kolonel Yasin, pada 8 Mei tahun 1962.

Setelah pergolakan DI/TII, kemudian pada tahun 1967 terjadi pergejolakan yang bernama Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Hal itu bermula saat Presiden Soeharto mengeksploitasi Sumber Daya Alam Aceh dengan memberikan kesepakatan pada perusahaan multi Nasional dari Amerika Serikat untuk membuka kegiatan  pembangunan proyek raksasa yang dilakukan sangat tergesa-gesa tidak cukup untuk mempersiapkan masyarakat dan lingkungan agar bisa menerima dan berpatisipasi dalam pembangunan tersebut. Tenaga kerja/SDM harus di datangkan dari luar. Di iringi oleh emosional bisnis yang berlebihan dalam bentuk yang dikenal dengan sebutan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Dimana pekerja/borongan, supplier sekecil apa pun, dipercayakan kepada pengusaha luar daerah terutama konglomerat Tionghoa.[2]

Di Aceh tepatnya di PT Arun, sumber daya alam di Aceh di eksplor demikian besarnya, meningkatnya tingkat produksi minyak bumi yang dihasilkan Aceh. nilai 1,3 miliar dolar Amerika hal itu tidak mampu memperbaiki kehidupan sosial masyarakat Aceh. dikarenakan hanya 1% Anggaran Pendapatan Nasional yang di distribusikan kembali ke Aceh dari  14% kontribusi Aceh, kebijakan Pemerintah Orde Baru yang menerapkan sentralisme. Artinya pemberian keistimewaan yang diberikan kepada Aceh adalah janji kosong belaka. Dari beberapa konflik  tersebutlah Hasan Tiro akhirnya mendirikan sebuah gerakan separatis yang menginginkan Aceh keluar dari NKRI.

Gerakan tersebut diberi nama Gerakan Aceh Merdeka (GAM), kemudaian pergolakan ini telah terjadi selama 30 Tahun. Konflik di Aceh dari masa Presiden Soekarno sampai dengan Presiden Presiden Susilo Bambang Yudhyono. Pasca bencana Tsunami secara keseluruhan perundingan damai antara Gerakan Aceh Merdeka dengan Pemerintah Republik Indonesia  diselesaikan dengan  melahiran Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki pada 15 Agustus tahun 2005. Pasca penandatangan MoU tersebut Aceh diberikan wewenang untuk dapat hidup mandiri, baik itu di bidang ekonomi maupun politik dan hukum.



[1]  Berutu, Ali Geno. "ACEH LOCAL PARTIES IN THE HISTORY OF REPUBLIC OF INDONESIA." JIL: Journal of Indonesian Law 2, no. 2 (2021): 202-225.

[2]  Ibid.hal 34

BACA JUGA

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar disini

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda