PEMILU 2009 DAN PARTAI LOKAL ACEH
Apa saja partai politik lokal di Aceh?
Bagaimana proses pelaksanaan pemilu tahun 2009?
Pada Pemilu tahun 2009 terdapat 6 partai politik lokal Aceh yang ikut pemilihan yaitu Partai Aceh Aman Seujahtera (PAAS), Partai Suara
Independen Rakyat Aceh (SIRA), Partai Rakyat Aceh (PRA), Partai Aceh, Partai
Bersatu Aceh (PBA). Sedangkan pada Pemilu tahun 2014 hanya terdapat 3 partai
politik lokal yang lolos untuk ikut pemilihan umum yaitu
Partai Aceh (PA), Partai Nasional Aceh (PNA), dan Partai Damai Aceh (PDA).
Kehadiran partai politik lokal di Aceh merupakan merupakan jawaban dari konflik
berkepanjangan yang terjadi antara GAM dengan Pemerintah Indonesia yang diselesaikan melalui penandatanganan MoU
Helsinki. Pembentukan partai lokal di Aceh
merupakan bentuk dispensasi hukum karena pada dasarnya belum ada Peraturan Pemerintah atau Undang-undang yang memperbolehkan
suatu daerah untuk membuat partai lokal. Dalam Pasal 3 Ayat (2) Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai politik, dijelaskan bahwa kepengurusan
paling sedikit 60% (enam puluh perseratus) dari jumlah provinsi, 50% (lima
puluh perseratus) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang
bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima perseratus) dari jumlah kecamatan pada
setiap kabupaten/kota pada daerah yang bersangkutan. Hal itulah yang tidak
memungkinkannya berdirinya partai lokal di Aceh.
Namun
meskipun demikian bukan berarti pendirian partai politik lokal di Aceh saat ini tidak memiliki dasar hukum. Ketentuan
Undang-undang
Dasar Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28E ayat (3), dapat dipahami
sebagai suatu bentuk jaminan konstitusional terhadap setiap warga Negara untuk
mewujudkan hak kebebasan berserikat dan berkumpul, yang salah satunya adalah
dengan membentuk partai politik. Di satu sisi, dengan membaca ketentuan yang
terdapat dalam Pasal 28E ayat (3), maka tidak cukup kuat alasan untuk
mengatakan bahwa Undang-undang Dasar tahun 1945 menutup kemungkinan kehadiran
partai politik lokal di Aceh.[1]
Namun
di sisi lain, perlu diingat bahwa Pasal 28 Undang-undang Dasar tahun 1945 juga
mencantumkan kalimat kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagian ditetapkan dengan Undang-undang. Hasil dari Memorandum Of Undrestanding (MoU) Helsinki yang menyatakan bahwa Pemerintah Republik
Indonesia memperbolehkan pembentukan partai politik lokal di Aceh dituangkan dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh. Pembahasan mengenai pembentukan partai lokal di Aceh dalam
Undang-undang BAB XI tersebut terdapat pada Pasal
75 ayat (1) sebagaimana telah penulis uraikan di atas.
Untuk
pelaksanaan dari pasal tersebut maka dibentuklah Peraturan Pemerintah Nomor 20
tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh. Legitimasi pembentukan partai
politik lokal di Aceh secara yuridis sudah sangat kuat
yaitu dengan mempertimbangan Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 dan 18B. Selain itu
juga, pembentukan partai politik lokal di Aceh tersebut tidaklah melanggar asas penyusunan
peraturan perundang-undangan yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 12 tahun
2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yaitu Lex Supriore derogate Leg Inferiori (hukum
yang kedudukannya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan hukum diatasnya) dan Lex specialis derogate lex general (hukum yang bersifat khusus
dapat menyampingkan hukum yang bersifat umum).[2]
Meskipun
keberadaan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007 itu telah mencederai
Undang-undang
Nomor 2 tahun 2011 Tentang Partai Politik, namun pembentukan partai politik tersebut juga berlandaskan pada produk hukum
tertinggi yakni Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 tetang kebebasan berkumpul
dan 18B tentang pengakuan negara terhadap kekhususan suatu daerah. Pada asas yang kedua, kedudukan Undang-undang
Nomor 11 tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh bersifat khusus (lex spesialis) sedangkan Undang-undang Nomor 2 tahun 2011 Tentang Partai Politik bersifat umum (lex
generalis). Jadi keberadan partai politik
lokal di Aceh telah mendapat tempat di dalam sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia.
[1] Berutu, Ali Geno. "ACEH LOCAL PARTIES IN THE HISTORY OF REPUBLIC OF INDONESIA." JIL: Journal of Indonesian Law 2, no. 2 (2021): 202-225.
[2] Lex
specialis derogate lex general adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang
bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex
generalis).
Label: POLITIK
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar disini
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda