PARTAI LOKAL DAN DEMOKRASI DI ACEH
Secara umum
demokrasi di Aceh sudah mengalami pertumbuan yang
cukup pesat di bandingkan sebelum era lahirnya partai local di Aceh, atau biasa
dikatakan lahirnya MoU Helsingki antara Pemerintah Indonesia (RI) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Pertumbuhan demokrasi di Aceh berkembang pesat bila kita teliti dari
keterlibatan partisipasi rakyat dalam mengikuti tahapan-tahapan
dalam proses demokrasi itu sendiri, misalkan kita melihat dari partisipasi
pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK) hingga sampai kepala
pemeilihan gubernur.
Kesadaran Rakyat
Aceh untuk berpartisipasi secara aktif dalam kontestasi politik bukan lagi sekedar memilih atau
mencoblos, tapi rakyat Aceh sudah mulai ikut dalam perekrutan calon-calon yang
mereka anggap cocok menjadi wakil mereka melalui pesta demokrasi.[1] Di sisi lain kita bisa melihat sebelum lahirnya partai lokal di Aceh,
masyarakat Aceh masih sangat pasif dan
taat untuk menjadi pemilih bijak. Tidak pernah mengkritisi kandidat yang di
ajukan partai politik yang telah di tentukan, karena masyarakat Aceh menilai
sebagai soksok yang begitu elitis yang sangat tinggi dan superior. Sejak
lahirnya partai lokaldi Aceh masyarakat di Aceh mulai merasakan kedekatan
dengan elit partai politik lokal yang ada. Dengan adanya
partai politik lokal diasumsikan akan memberikan
garansi regenerasi kepemimpinan politik di daerah yang berkesinambungan.
Regenerasi
kepemimpinan politik di daerah tidak lagi terinterupsi oleh kepentingan Pemerintah
Pusat atau pengurus partai di tingkat pusat yang hanya akan memaksakan
calon-calon dropping dari dewan pimpinan partai atau rekayasa Pemerintah pusat.
Regenerasi
kepemimpinan politik lokal yang berkesinambungan memberikan harapan bagi
masyarakat Aceh untuk secara bersungguh-sungguh memberikan aspirasi politiknya
agar daerahnya lebih maju, dengan tetap memperhatikan asas demokrasi yang baik.[2]
Munculnya
partai politik lokal Aceh, tidak lepas dari beberapa faktor yang mempengaruhi dan
melatar belakangi. Terjadinya distorsi di Aceh sehingga terjadi konflik
yang berkepanjangan, antara lain konflik di Aceh sebelum
kemerdekaan sampai setelah merdeka, konflik ini
bermula ketika pasca Pemerintah Pusat melakukan peleburan terhadap
Provinsi Aceh ke dalam
Provinsi Sumatera Utara yang menyebabkan kekecewaan masyarakat Aceh.yang pada
akhirnya muncul gerakan Darul Islam (DI/TII) pimpinan Tengku Daud Beureuh
pada tahun 1953.[3]
[1] http://masterramadhan.blogspot.co.id/2014/12/dengan-partai-lokal-demokrasi-di-aceh.html 1 Desember 2016
[2] Berutu, Ali Geno. "ACEH LOCAL PARTIES IN THE HISTORY OF REPUBLIC OF INDONESIA." JIL: Journal of Indonesian Law 2, no. 2 (2021): 202-225.
[3] Tulus Widjanarko dan Asep s. Sambodja, Aceh Merdeka dalam Perdebatan, (Jakarta:
PT.Cita Putra Bangsa, 1999) hal 42-43
Label: POLITIK
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar disini
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda