Perjanjian Hudaibiyah kemengan besar bagi umat Islam
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah insan sempurna. Semua tindak-langkah dan pemikirannya adalah pengejawantahan wahyu Sang Maha Kuasa. Kekecewaan para Sahabat tidak lain karena mereka tidak dapat menjangkau maksud tersembunyi di balik Perjanjian Hudaibiyah. Mereka baru menyadari hal itu setelah turun QS al-Fath (48): 1-2 dan 27 dalam perjalanan pulang ke Madinah.
Setelah itu, mereka bisa melihat
hasilnya. Kaum Muslimin yang masuk Islam pasca Hudaibiyah jauh lebih banyak
dari pada sebelumnya. Jumlah mereka yang datang ke Hudaibiyah sekitar 1.400.
Tapi dua tahun kemudian (saat Fathu Makkah), jumlah umat Islam
sudah mencapai 10.000. Setelah peristiwa ini, Abu Bakar berkomentar, “Belum
pernah Islam meraih kemenangan, sebesar kemenangan yang diraih melalui
Perjanjian Hudaibiyyah.”
Analisis berikut mengurai betapa poin-poin perjanjian tersebut, yang sekilas merugikan pihak kaum Muslimin, justru menjadi sarana yang sangat ampuh dalam menggapai kejayaan. Hal itu sekaligus menunjukkan kehebatan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam berdiplomasi dan visi luar biasa beliau dalam berpolitik. Ada banyak keuntungan yang diraih kaum Muslimin melalui perjanjian Hudaibiyah, antara lain:
Pertama, Islam diakui sebagai agama dan kaum Muslimin diberi hak sama untuk
beribadah haji. Sebelum itu, Islam tidak diterima sebagai agama, tapi dianggap
sebuah penyelewengan dari ajaran nenek moyang. Dan meski kaum Muslimin dilarang
melakukan haji tahun itu, tapi untuk selanjutnya mereka bebas melakukannya
tanpa ada yang bisa menghalangi.
Kedua,secara politik, pihak Quraisy mengakui kedaulatan negara Madinah dengan
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai pemimpin. Kaum Muslimin tidak
lagi dipandang sebagai pembangkang, tetapi sudah tegak sama tinggi dan duduk
sama rendah di tengah komunitas Arab.
Dan sikap Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam yang tidak memaksa memasuki Makkah turut mengundang simpati
kabilah-kabilah Arab, khususnya kalangan Badui. Usai perjanjian ditandatangani,
sebagian besar Badui memilih beraliansi dengan Madinah. Demikian pula Bani
Khuza’ah, suku besar dan yang posisinya dekat dengan Makkah yang langsung
bergabung dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Dan sesuai tradisi
Arab, pimpinan Khuza‘ah menikahkan putrinya (Juwairiyah binti al-Harits) dengan
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Ketiga, secara militer, kaum Muslimin tidak lagi disibukkan oleh konfrontasi
mereka dengan pihak Quraisy. Ketika kaum Muslimin menyerang Yahudi Khaibar (7
H), pihak Quraisy tidak bisa membela mereka sebab adanya klausul gencatan senjata
yang tersirat dalam perjanjian.
Keempat, semakin terbukanya jalur dakwah penyebaran Islam. Ini merupakan efek
positif dari ketiga keuntungan di atas. Dengan diizinkan beribadah haji, kaum
Muslimin berpeluang untuk berdakwah kepada suku Quraisy dan yang lain.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga leluasa menjalin komunikasi dengan
para penguasa di luar Arab dan mengajak mereka ke dalam Islam (7 H).
Dan klausul keempat, yang jelas-jelas “merugikan” umat Islam, ternyata membawa manfaat tersendiri. Kaum Muslimin di Makkah–meski dilarang pindah ke Madinah–cukup tinggal di Makkah dan bisa menyebarkan Islam kepada sanak keluarga. Sementara kaum Muslimin yang hendak pulang ke Makkah, mereka adalah kaum murtad yang keberadaannya akan merugikan jika tetap tinggal di Madinah.
Kasus Abu Bashir juga memberikan efek positif yang luar biasa. Abu Bashir ‘Utbah bin Usaid adalah seorang Muslim yang ditawan di Makkah. Tak lama setelah Perjanjian Hudaibiyah, ia melarikan diri ke Madinah. Tapi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyuruhnya kembali ke Makkah kerena terikat dengan perjanjian. Abu Bashir tak sudi kembali. Ia malah membunuh utusan Quraisy yang menjemputnya dalam perjalanan ke Makkah. Selanjutnya, bersama hampir 70 orang Islam pelarian dari Makkah, ia merampok setiap kafilah dagang Quraisy yang hendak berangkat ke Syam. Situasi ini memaksa pembesar Quraisy mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan menghapus poin keempat ini.
Di luar empat keuntungan di atas,
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah bergerak ke arah penyelesaian
konflik secara damai, dan meninggalkan pemecahan dengan jalan kekerasan yang
menjadi tradisi Arab sebelumnya.
Kunci Rasulullah mengalahkan seluruh unsur agresor di
perang Ahzab adalah perjanjian Hudaibiyah. Mengapa bisa dikatakan demikian?
karena Quraisy adalah motor utama dari koalisi pasukan Ahzab, yang mungkin saja
di kemudian hari melakukan hal yang sama. Perjanjian Hudaibiyah itu menjinakkan
Quraisy dengan sedikit saja hal yang mereka anggap menguntungkan. Tapi
memastikan Quraisy tidak akan ikut campur atas apa yang terjadi pada Agresor
Ahzab lain yang menyerang Madinah.
Mari kita perhatikan apa yang dilakukan Rasulullah
setelah pulang ke madinah setelah perjanjian Hudaibiyah dilakukan, Hal ini saya
sebut sebagai dampak dari perjanjian Hudaibiyah, yaitu :
a.
Menaklukkan Bani Nadhir dari kalangan
Yahudi. Dikenal dengan bentengnya yang kuat yaitu benteng Khaibar. Terhapuslah
satu unsur kekuatan Ahzab.
b.
Menaklukkan Banyak suku Badui dari
berbagai kalangan.
c.
Memastikan Suku-suku badui yang tidak
termasuk dalam koalisi Ahzab untuk tidak bersekutu dengan Quraisy, bahkan
menjadi bagian dari sekutu umat Islam.
d.
Berkirim surat kepada raja-raja. Siapa
pun sah-sah saja berkirim surat kepada raja. Tapi Rasulullah berkirim surat
dalam posisi memiliki kekuatan politis dan dauli. Kalaulah mereka menolak
ajakan Rasulullah, maka eksistensi keberadaannya sudah di akui.
e.
Dan yang tak kalah dahsyat adalah Perang
Mu’tah. Pasukan sejumlah 3000 orang melawan 100.000. orang tentara Romawi.
Tidak ada sejarahnya Pasukan romawi bisa dikalahkan atau dipukul mundur. Kita
sendiri hanya bisa mendengar di kisah komik fiktif yang berjudul Asterix yang
didukung ramuan obat kuat dukun panoramix dan si subur Obelix. Adapun di dunia
nyata dipukul mundur oleh kaum muslimin. Sekalipun pada dasarnya tidak tuntas
dikalahkan, tapi dipukul mundur. Sepulang dari Mu’tah, kabar menggemparkan ini
sampai ke seantero jazirah Arab. Tidak sedikit kabilah dan penguasa yang
berbondong masuk Islam karena menyimpulkan : “Tidak mungkin ada yang bisa
mengalahkan rumawi, kecuali memang dibantu Allah. Dan tidak mungkin dibantu
Allah kecuali Muhammad memang hamba dan utusannya”. Ada juga Kabilah-kabilah
yang membuat perjanjian dan menjadi sekutu Umat Islam sekalipun mereka tetap
dalam agamanya.
f.
Dan ditinggalah Quraisy sendiri, atau
hanya dengan sedikit sekali sekutu. Kabilah terbesar yang menjadi semakin
sendiri. dan sebesar apapun kabilah Quraisy sebelum Hudaibiyah, mereka tidak
akan pernah berani mengirim surat dakwah kepada raja Najasy, Raja habasyah,
Persia, dan Imperium terbesar Heraklius. Apalagi setelah Mereka hanya tinggal
sendiri atau hanya memiliki sedikit sekutu saja.[1]
[1] Berutu, Ali G. 2019. “STRATEGI POLITIK NABI MUHAMMAD SAW Dalam Perjanjian Hudaibiyah.” OSF Preprints. December 14. doi:10.13140/RG.2.2.24647.04009.
Label: POLITIK
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar disini
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda