BUDAYA HUKUM
Adapun
budaya hukum, Hilman Hadikusuma menjelaskan bahwa budaya hukum adalah adanya
tanggapan yang sama dari masyarakat tertentu terhadap gejala-gejala hukum.
Tanggapan tersebut merupakan kesatuan pandangan terhadap nilai-nilai dan
perilaku hukum, jadi menurut Hilman, budaya hukum menunjukkan tentang pola
perilaku individu sebagai anggota masyarakat yang menggambarkan tanggapan
(orientasi) yang sama terhadap kehidupan yang dihayati masyarakat bersangkutan.
Budaya hukum bukan meruapakan budaya pribadi, melainkan budaya menyeluruh dari
masyarakat tertentu sebagai suatu kesatuan sikap dan perilaku.[1]
Nilai-nilai sosial dan budaya serta
kaidah-kaidah yang terhimpun dalam lembaga kemasyarakatan pada hakekatnya
merupakah rules for the game of life. Dengan demikian maka
lembaga-lembaga kemasyarakatan seyogiyanya memenuhi kebutuhan-kebutuhan warga
masyarakat akan pedoman bagi tingkahlakunya. Maka lembaga-lembaga
kemasyarakatan berisikan nilai-nilai sosial dan budaya serta kaidah-kaidah yang
melembaga dan bahkan menjiwai warga-warga masyarakat. Namun demikian
lembaga-lembaga kemasyarakatan tidaklah identik dengan nilai-nilai sosial dan
budaya, lembaga-lembaga kemasyarakatan sifatnya lebih khusus dikarenakan adanya
kemungkinan bahwa suatu nilai sosial dan budaya tertentu dapat dikemukakan pada
pelbagai lembaga kemasyarakatan.[2]
Esmi Warassih mengatakan bahwa peranan
kultur hukum dalam penegakan hukum sangatlah penting dan sangat sering
berhubungan dengan faktor-faktor non – hukum, sebagaimana dijelaskan
sebagai berikut:
“Penegakan hukum hendaknya tidak dilihat sebagai suatu yang berdiri sendiri, melainkan selalu berada diantara berbagai fakor (interchange). Dalam konteks yang demikian titik tolak pemahaman terhadap hukum tidak sekedar sebagai suatu “rumusan hitam-putih” yang ditetapkan dalam berbagai peraturan per-undang-undangan. Hukum hendaknya dilihat sebagai suatu gejala yang dapat diamati di dalam masyarakat, antara lain melalui tingkah laku warga masyarakat. Artinya, titik perhatian harus ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dengan faktor-faktor non-hukum lainnya, terutama faktor nilai dan sikap serta pandangan masyarakat yang selanjutnya disebut dengan kultur hukum”.[3]
Budaya
hukum masyarakat dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal muncul karena ada dorongan tertentu baik
yang bersifat positif maupun negatif. Dorongan positif
dapat muncul karena adanya rangsangan yang positif yang menyebabkan
seseorang tergerak untuk melakukan sesuatu yang bersifat positif.
Sedangkan yang bersifat negatif dapat muncul karena adanya rangsangan
yang sifatnya negatif seperti perlakuan tidak adil dan sebagainya.
Sedangkan dorongan yang sifatnya eksternal karena adanya semacam tekanan
dari luar yang mengharuskan atau bersifat memaksa agar warga masyarakat tunduk
kepada hukum.
Pada
takaran umum, keharusan warga masyarakat untuk tunduk dan menaati hukum
disebabkan karena adanya sanksi (punishment) yang menimbulkan rasa takut atau tidak nyaman
sehingga lebih memilih taat hukum daripada melakukan pelanggaran yang pada
gilirannya dapat menyusahkan mereka, motivasi ini biasanya bersifat sementara
atau hanya temporer.
[1] H. Hilman Hadikusuma, Antropologi
Hukum Indonesia (Bandung: PT. Alumni, 2010), 51.
[2] Soerjono Soekanto, Beberapa
Permasalahan Hukum Dalam Kerangka..., 39.
[3] Esmi Warassih, Pranata
Hukum sebuah Telaah Sosiologis (Semarang: Suryandaru Utama, 2005), 78.
Label: HUKUM
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar disini
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda