Senin, 09 Januari 2023

BUDAYA HUKUM

 

Adapun budaya hukum, Hilman Hadikusuma menjelaskan bahwa budaya hukum adalah adanya tanggapan yang sama dari masyarakat tertentu terhadap gejala-gejala hukum. Tanggapan tersebut merupakan kesatuan pandangan terhadap nilai-nilai dan perilaku hukum, jadi menurut Hilman, budaya hukum menunjukkan tentang pola perilaku individu sebagai anggota masyarakat yang menggambarkan tanggapan (orientasi) yang sama terhadap kehidupan yang dihayati masyarakat bersangkutan. Budaya hukum bukan meruapakan budaya pribadi, melainkan budaya menyeluruh dari masyarakat tertentu sebagai suatu kesatuan sikap dan perilaku.[1]

Nilai-nilai sosial dan budaya serta kaidah-kaidah yang terhimpun dalam lembaga kemasyarakatan pada hakekatnya merupakah rules for the game of life. Dengan demikian maka lembaga-lembaga kemasyarakatan seyogiyanya memenuhi kebutuhan-kebutuhan warga masyarakat akan pedoman bagi tingkahlakunya. Maka lembaga-lembaga kemasyarakatan berisikan nilai-nilai sosial dan budaya serta kaidah-kaidah yang melembaga dan bahkan menjiwai warga-warga masyarakat. Namun demikian lembaga-lembaga kemasyarakatan tidaklah identik dengan nilai-nilai sosial dan budaya, lembaga-lembaga kemasyarakatan sifatnya lebih khusus dikarenakan adanya kemungkinan bahwa suatu nilai sosial dan budaya tertentu dapat dikemukakan pada pelbagai lembaga kemasyarakatan.[2]

Esmi Warassih mengatakan bahwa peranan kultur hukum dalam penegakan hukum sangatlah penting dan sangat sering berhubungan dengan faktor-faktor non – hukum, sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:

“Penegakan hukum hendaknya tidak dilihat sebagai suatu yang berdiri sendiri, melainkan selalu berada diantara berbagai fakor (interchange). Dalam konteks yang demikian titik tolak pemahaman terhadap hukum tidak sekedar sebagai suatu “rumusan hitam-putih” yang ditetapkan dalam berbagai peraturan per-undang-undangan. Hukum hendaknya dilihat sebagai suatu gejala yang dapat diamati di dalam masyarakat, antara lain melalui tingkah laku warga masyarakat. Artinya, titik perhatian harus ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dengan faktor-faktor non-hukum lainnya, terutama faktor nilai dan sikap serta pandangan masyarakat yang selanjutnya disebut dengan kultur hukum”.[3]

Budaya hukum masyarakat dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal muncul karena ada dorongan tertentu baik yang bersifat positif maupun negatif. Dorongan positif dapat muncul karena adanya rangsangan yang positif yang menyebabkan seseorang tergerak untuk melakukan sesuatu yang bersifat positif. Sedangkan yang bersifat negatif dapat muncul karena adanya rangsangan yang sifatnya negatif seperti perlakuan tidak adil dan sebagainya. Sedangkan dorongan yang sifatnya eksternal karena adanya semacam tekanan dari luar yang mengharuskan atau bersifat memaksa agar warga masyarakat tunduk kepada hukum.

Pada takaran umum, keharusan warga masyarakat untuk tunduk dan menaati hukum disebabkan karena adanya sanksi (punishment)  yang menimbulkan rasa takut atau tidak nyaman sehingga lebih memilih taat hukum daripada melakukan pelanggaran yang pada gilirannya dapat menyusahkan mereka, motivasi ini biasanya bersifat sementara atau hanya temporer.



[1] H. Hilman Hadikusuma, Antropologi Hukum Indonesia (Bandung: PT. Alumni, 2010), 51.

[2] Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum Dalam Kerangka..., 39.

[3] Esmi Warassih, Pranata Hukum sebuah Telaah Sosiologis (Semarang: Suryandaru Utama, 2005), 78.


BACA JUGA

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar disini

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda