CIRI-CIRI SAHAM GORENGAN
Bagaimana cara mendeteksi adanya saham gorengan?
Kenapa ada saham gorengan?
Bagaimana cara melihat saham yang baik?
Sama seperti makanan gorengan, larangan mengonsumsi gorengan sebetulnya lebih kepada menjaga kesehatan, sehingga sekali-sekali dapat dikonsumsi asalkan sudah paham dengan karakteristik dan risikonya. Selain jangan sering-sering dan jangan jadikan pengalaman membeli saham gorengan menjadi penghantar anda memasuki pasar saham, trader juga haruslah aktif memantau pasar agar tidak ketinggalan dengan komando yang didapatkan oleh bandar melalui trader lain di pasar. Adapun ciri-ciri dari saham-saham gorengan adalah sebagai berikut:
1.
Masuk ke dalam daftar unusual market activity (UMA).
UMA adalah pergerakan
suatu saham (efek) yang terjadi diluar kebiasaan pada kurun waktu
tertentu. Saham tersebut biasanya disemprit duluan oleh PT Bursa Efek Indonesia
(BEI) karena kenaikan yang terlalu ekstrem lebih dari 2 hari. Definisi ekstrem
adalah naik hingga batas terbesar harian ARA (auto reject atas), baik 20%, 25%,
atau 35% per hari, tergantung dari harga sahamnya.[1]
Seperti yang kita
ketahui saham-saham dengan harga di atas Rp 5.000/saham, maka ketentuan ARA-nya
adalah 20%. Saham denagn rentang harga Rp 200-Rp5.000/saham maka kenaikan
maksimalnya dalam sehari 25%. Dan saham dengan renyang harga Rp 50-Rp
200/sahama adalah sebesar 35% per harinya. Adapun tujuan dari unusual market activity yang disematnya oleh BEI
kepada satu saham tertentu adalah untuk melakukan cooling down
dan sekaligus menjadi peringatan bagi para investor untuk lebih hati-hati dalam
menempatkan modalnya pada emiten tersebut karena pergerakan harganya tidak
normal.[2]
2.
Volume dan nilai transaksi harian tidak wajar
Kapitalisasi pasarnya
yang kecil dan masuk kategori lapis dua (Mid-Cap Stocks) atau saham
lapis tiga (Small-Cap Stocks), tetapi volume dan nilai transaksi
hariannya sangat tinggi dibanding perusahaan sejenis, bahkan terkadang menyamai
transaksi saham unggulan (blue
chip). Kapitalisasi pasar adalah ukuran besarnya sebuah perusahaan,
didapatkan dari jumlah saham beredar perseroan dikalikan harga pasarnya. Untuk
membandingkan sebuah perusahaan dengan satu atau lebih perusahaan lain yang
sejenis, sebaiknya memperhatikan juga kapitalisasi pasarnya karena selisih yang
terlalu jauh akan menyebabkan perbandingan kedua saham kurang berimbang.[3]
Dengan kapitalisasi
pasar yang kecil dan/atau kepemilikan investor ritel yang yang terbatas, maka orang-orang
yang memiliki kepentingan (bandar) dapat dengan mudah dan lebih murah mengelola
saham-saham gorengan yang menjadi komoditasnya di pasar modal.
3.
Bid dan offer tidak wajar
Bid antrian beli saham (buy)
di harga rendah, sedangkan offer (sell) di harga tinggi.[4]
Saham gorengan biasaya ditransaksikan dalam jumlah besar, tetapi posisi bid dan offer-nya tipis/sedikit. Artinya, hampir bisa dipastikan di setiap
harga antrian, baik bid maupun offer, antriannya tidak merata
bahkan sering hanya 1 lot per harga yang memudahkan bandar menaikkan harga
sahamnya.
4.
Kinerja keuangan dan informasi emiten tidak sejalan dengan
kenaikan harga
Harga yang melambung
tinggi hingga ratusan persen dalam sebulan biasanya ditak didukung dengan data
fundamental perusahaan yang baik, artinya terjadi bertolak belakang atara harga
saham dipasaran dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Kadang kinerja
keuangannya tumbuh 50%, tetapi tidak jarang justru menciut atau kinerjanya
turun lebih dari 50% ketika harganya naik kencang tak henti-hentinya, sehingga
kenaikan harga saham seringkali tidak beriringan dengan kinerja dan aksi
korporasi yang diumumkan emiten.
5.
Tidak dapat dianalisis
Saham-saham yang masuk
dalam kategori gorengan tidak dapat di Analisa baik secara fundamental maupun teknikal.
Kinerja keuangan tidak setinggi kenaikan harga sahamnya di pasar, rasio
keuangan dan valuasi saham gorengan biasanya terlalu tinggi dibandingkan
pesaing terdekatnya, atau bahkan tidak masuk akal. Dengan kata lain, saham ini
tidak dapat dianalisis secara fundamental.
Valuasi yang sering
digunakan untuk mengukur kesehatan sebuah perusahaan dipasar modal adalah
dengan menggunakan harga saham per nilai buku/Price
to Book Value (PBV), rasio keuntungan saham per lembar sahamnya/Earning Per Share (EPS) dan Price Earning Ratio (PER) yakni menghitung
rasio dengan dengan membagi harga saham saat ini dengan Earning Per Share (EPS).[5] Jika valuasi suatu
emiten ternyata lebih mahal dari perusahaan sejenis yang tercatat di BEI maka
wajib menjadi pertanyaan bagi kita. Contoh saham XXXZ, ZZZX dan ZXZX adalah
perusahan public yang listing di BEI, saham XXXZ dan ZZZX memiliki PBV 1,2 kali
tetapi saham ZXZX memiliki PBV 50 kali. Begitu juga bila kita
mmelakukan Analisa teknnikal terhadap saham-saham gorengan. Secara teknikal,
pergerakan saham tersebut juga terlalu berfluktuatif atau justru jarang
ditransaksikan sehingga tidak memunculkan indikator analisis teknikal sama
sekali.
[1] CNBCIndonesia,
“Apa Itu Saham Gorengan? Ini Definisi, Ciri-ciri, dan Tipsnya.”
[2]
[3]
[4] A. Lasmana
A. Patoni, “The Effectof Stock Price and Trading Frequency of The Bid-Ask
Spread (Empirical Study on A Manufacturing Company Doing Stock Split In
Indonesian Stock Exchange During 2009-2014),” JURNAL AKUNIDA 1, no. 2 (2015). h, 5.
[5]
Label: saham syariah
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar disini
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda