Konsep Investasi Dalam Islam
Tulisan ini adalah cuplikan dari bagian buku saya, silahkan copy
judul dibawah ini untuk dijadikan daftar pustaka:
Ali Geno Berutu, Pasar Modal Syariah Indonesia: Konsep dan Produk (Salatiga: LP2M Press, 2020), Hlm, 3-9
Kebahagiaan
hidup di dunia dengan kelimpahan harta adalah salah satu tujuan hidup manusia
di dunia.[1] Dalam Islam kebagaiaan hidup
di dunia dengan memiliki kemampuan finsial yang baik adalah menjadi anjuran
bagi para penganutnya. Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda untuk
bersungguh-sungguh dalam bekerja untuk menggapai kehidupan yang baik di dunia
tanpa harus melupakan kehidupan akhirat. Allah telah mengingatkan kepada kaum
muslimin untuk tidak meninggalakn generasi yang lemah (QS. An-Nisā’: 9) menurut
Prof. Dididn Hafidhuddin MS, Guru Besar Agama Islam IPB bahwa yang dimaksud
lemah dalam ayat 9 surah An-Nisā’ tersebut adalah lemah dalam empat hal dimana
salah satunya lemah secara ekonomi (miskin).
Investasi merupakan bagian dari mu’āmalah yang
memiliki pengertian sebagai kegiatan atau aktivitas penempatan dana/modal pada
satu produk investasi dalam jangka waktu tertentu dengan harapan penempatan
modal tersebut dapat bertumbuh atau mengahsilkan keuntungan (profit).
Sedangkan pengertian investasi dalam pandangan Islam adalah sesagala sesuatu
kegiatan penanaman modal yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah (maqāsid al-syari’ah).
Ketika
kita menguraikan kegiatan investasi yang sesuai dengan kaidah syariat Islam,
maka sudah menjadi sesuatu yang wajib bagi kita untuk merinci dalil-dalil hukum
baik dari al-Qur’ān maupun al-Hadīs sebagai logika hukum kehalalan
berinvestasi. Berikut ini penulis uraikan beberapa dalil hukum sebagai sandaran
tentang kehalalan berinvestasi:
1. QS
Al-Bāqarah ayat 261
مَثَلُ
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ
اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ
وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah
seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada
seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah
Mahaluas, Maha Mengetahui”.
Ayat ini mengumpamakan bagi orang-orang yang menahan diri untuk tidak menikmati seketika harta yang dimilikinya dan menyisihkannya dalam bentuk infak maka Allah akan melipatgandakannya sampai 700 kali lipat dari modal yang ditanamkan dalam bentuk infak. Menurut Said Ibnu Jābir dalam tafsir Ibnu Kastir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan jalan Allah adalah dalam rangka menambah ketaatan kepada Allah SWT.
2. Qur’an
Surat Yususf atat 46-49
يُوْسُفُ
اَيُّهَا الصِّدِّيْقُ اَفْتِنَا فِيْ سَبْعِ بَقَرٰتٍ سِمَانٍ يَّأْكُلُهُنَّ
سَبْعٌ عِجَافٌ وَّسَبْعِ سُنْۢبُلٰتٍ خُضْرٍ وَّاُخَرَ يٰبِسٰتٍۙ لَّعَلِّيْٓ
اَرْجِعُ اِلَى النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَعْلَمُوْنَ قَالَ تَزْرَعُوْنَ سَبْعَ سِنِيْنَ
دَاَبًاۚ فَمَا حَصَدْتُّمْ فَذَرُوْهُ فِيْ سُنْۢبُلِهٖٓ اِلَّا قَلِيْلًا
مِّمَّا تَأْكُلُوْنَ ثُمَّ يَأْتِيْ مِنْۢ بَعْدِ ذٰلِكَ سَبْعٌ شِدَادٌ
يَّأْكُلْنَ مَا قَدَّمْتُمْ لَهُنَّ اِلَّا قَلِيْلًا مِّمَّا تُحْصِنُوْنَ ثُمَّ
يَأْتِيْ مِنْۢ بَعْدِ ذٰلِكَ عَامٌ فِيْهِ يُغَاثُ النَّاسُ وَفِيْهِ
يَعْصِرُوْنࣖ
“Yusuf, wahai orang yang sangat
dipercaya! Terangkanlah kepada kami (takwil mimpi) tentang tujuh ekor sapi
betina yang gemuk yang dimakan oleh tujuh (ekor sapi betina) yang kurus, tujuh
tangkai (gandum) yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering agar aku
kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahui.” Dia (Yusuf)
berkata, “Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana
biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali
sedikit untuk kamu makan. Kemudian setelah
itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit, yang menghabiskan apa
yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari
apa (bibit gandum) yang kamu simpan. Setelah itu akan datang tahun, di
mana manusia diberi hujan (dengan cukup) dan pada masa itu mereka memeras
(anggur)”.
Dalam pandangan ekonomi, ayat diatas diatas diartikan dengan penundaan keinginan, yakni menyisihkan sesuatu yang kita miliki sekarang untuk digunakan dikemudian hari. Artinya menyiapkan suatu perbekalangan untuk dimasa yang akan datang. “Tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk yang dimakan oleh tujuh (ekor sapi betina) yang kurus, tujuh tangkai (gandum) yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering” diartikan bahwa tidak selamanya kondisi keuangan kita dalam keadaan yang baik, sehingga untuk mensiasatinya kita dituntut untuk bias mengatur harta kekayaan yang kita miliki sehingga tidak dihabiskan atau berpoya-poya dikala kita memiliki kelebihan harta. Akan tetapi diharusnya memiliki tabungan dalam bentuk investasi untuk dapat menikmati hasilnya dikemudian hari disaat usaha atau diri kita tidak seproduktif dulu lagi (pensiun atau disaat genting).
Banyak cara yang dilakukan dalam pengelolaan harta kekayaan yakni dengan melakukan investasi disektor-sektor yang bertumbuh seperti investasi pada properti, reksadana Syariah, saham Syariah, logam mulia dan lain sebagainya. Tentunya investasi dalam pandangan Islam tidak hanya bersifat keduaniaan saja, akan tetapi investasi akhirat juga tidak kalah pentingnya dengan investasi didunia, seperti ṣadaqah jarīyah, ilmu yang bermanfaat serta meninggalkan generasi yang shāleh dan shālehah sebagai bekal kelak di akhirat.
3. QS
An-Nisā’ ayat 9
وَلْيَخْشَ
الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا
عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya
mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar”.
Ayat
ini mengisartkan kepada kita untuk membangun kelaurga yang kuat secara lahir
dan baṭin. artinya kita harus mempersiapkan kelaurga yang kuat secara keimanan
dan ketaqwaannya kepada Allah dengan selalu menjalankan apa yang telah
diperintahkan dan menjauhi segala seuatu yang menjadi larangan agama. Disamping
itu kita juga diperintahkan untuk mempersiapkan gernerasi yang kuat secara
lahir yakni baik fisik yang sehat, akal yang cerdas juga kondisi ekonomi yang mumpuni. Investasi adalah salah satu strategi untuk meningkat
kemampuan finansial dikemudian hari. Disampit itu invenstasi merupakan salah
satu bentuk rasa syukur kita atas nikmat Allah yang kita terima dengan tidak
menghabiskannya dengan cara berpoya-poya dan boros.
4. Qur’ān
Surat An-Nisā’ ayat 29
يٰٓاَيُّهَا
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا
اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan
yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu”.
Ayat
ini menagaskan bahwa dalam bermu’āmalah dilarang menempuh jalan yang baṭil,
artinya dalam proses investasi tidak dibenarnkan menggunakan cara-cara yang
berseberangan dengan kriteria syariah seperti riba,
gharar,
maksiat,
zhalim,
judi, tipu muslihat (hilah) dan lain sebagainya. Apabila instrument investasi
terdapat nilai-nilai yang dilarang tersebut diatas sudah barang tentu produk
investasi tersebut tidak dibenarkan dalam Islam.
5. QS.
Al-Jumu’ah ayat 10
فَاِذَا
قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ
اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di
bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu
beruntung”.
Ayat
ini membrikan isyarat kepada manusia untuk tidak hanya mengejar kehidupan
akhirat saja, tapi juga kehidupan dunia. Dalam menggapai kehidupan dunia tentu
kita harus memperhatikan hal-hal yang dibolehkan dan dilarang, karena ini akan
berakibat kepada keberkahan harta dunia yang kita dapatkan. Selain itu tidak
lupa mengeluarkan hak-hak orang lain dalam harta yang kita miliki supaya kita
termasuk orang-orang yang beruntung yakni, infak, shādaaqah dan zakatnya.
6. Hadīs
Rasulullah Muhammad SAW yang diriwatyatkan oleh Imam al-Bukhāri
“Bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
menyerahkan kepada yahudi Khaibar kebun kurma di Khaibar dan ladangnya supaya
mereka bekerja padanya dengan biaya dari mereka sendiri, dan untuk
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam setengah dari hasil panennya.”
Hadīs
ini menjelaskan betapa Nabi telah memberikan contoh kepada kita tentang
kegiatan investasi yang sama-sama menguntungkan. Dalam hal investasi tentu
tidak boleh merugikan salah satu pihak, baik dari pemodal maupun pengelola
modal harus menganut asas keriḍāan satu sama lain.
Permasalahan yang sering kita jumpai dikalangan
investor-investor muslim selama ini adalah mereka enggan masuk kepasar modal
dikarenakan keterbatasan informasi terkait kehalalan bertransaksi di pasar
modal, masyarakat masih beraggapan seperti membeli reksadana dan saham itu
masih dalam kategori haram dikarenakan adanya unsur-unsur gharar dalam taransasksi
tersebut. Maka untuk itu tulisan ini dibuat untuk menjawab keraguan dan
kegelisahan masyarakat terkait aspek legal dalam bertransaksi dipasar modal
Indonesia.
[1] Ali Geno Berutu, Pasar Modal Syariah Indonesia: Konsep dan Produk (Salatiga: LP2M Press, 2020), Hlm, 3-9
Label: saham syariah
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar disini
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda