Jumat, 11 Februari 2022

MEMAHAMI SAHAM SYARIAH: Kajian Atas aspek legal dalam pandangan Hukum Islam di Indonesia

Tulisan ini telah terbit di jurnal Veritas tahun 2020

Silahkan kutip/sitasi dengan judul dibawah ini:

Ali Geno Berutu, MEMAHAMI SAHAM SYARIAH: Kajian Atas aspek legal dalam pandangan Hukum Islam di Indonesia. VERITAS, 2020, 6.2: 160-186.

Ali Geno Berutu

Fakultas Syariah IAIN Salatiga

ali_geno@ymail.com

 

Abstrak

Kemajuan teknologi bukanlah sesuatu yang harus kita hindari, karena pada dasarnya teknologi tersebut hadir untuk memberikan kemudahan kepada manusia dan kita harus bisa menyesusaikan diri dengan kemajuan tersebut. Teknologi sekarang ini juga telah merambah keranah keuangan yang kita kenal dengan teknologi finansial (fintech) yang menjanjikan kemudahan dalam bertransaksi termasuk didalamnya transaksi dipasar modal dengan menggunakan online trading system. Banyak kalangan yang masih meragukan terkait kehalalan melakukan jual beli di pasar modal sehingga menunda niatnya untuk menginvestasikan dananya pada pasar modal khususnya saham Syariah. Padahal seperti kita ketahui bertransaski dipasar modal mempunyai legalitas fatwa dari DSN-MUI sebagi dasar hukum bagi setiap investor untuk berinvestasi pada produk-produk pasar modal yang tidak bertentangan dengan kriteria Syariah yang telah diseleksi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan bertransaksi dipasar modal kita akan mendapatkan keuntungan berupa capital gain dan deviden selain itu kita juga telah ikut berperan aktif dalam mendukung pembangunan negeri ini dengan membeli saham-saham perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

 

Abstract

Technological progress is not something we should avoid, because basically the technology is there to provide convenience to humans and we must be able to adjust ourselves to these advances. Today's technology has also penetrated the financial turmoil that we are familiar with financial technology (fintech) which promises ease of transaction including capital market transactions using the online trading system. Many people are still doubtful about the halt of buying and selling in the capital market, thereby delaying their intention to invest their funds in the capital market, especially Syariah shares. In fact, as we all know, trading in the capital market has the legality of a fatwa from DSN-MUI as a legal basis for every investor to invest in capital market products that do not conflict with the Shariah criteria that have been selected by the Financial Services Authority (OJK). By transacting in the capital market we will benefit in the form of capital gains and dividends in addition to that we have also played an active role in supporting the development of this country by buying shares of companies listed on the Indonesia Stock Exchange.

 

Keywords: Saham Syariah, BEI, OJK, Halal

 

 

PENDAHULUAN

Seperti kita ketahui pada era industri 4.0 sekarang ini menuntut setiap orang untuk mepersiapakn diri ditengah loncatan teknologi yang begitu cepat, sehingga berakibat kepada perubahan gaya hidup masyarkat yang sebelumnya masih manual bergeser kepada sistem yang serba online[1]. Begitupun halnya dengan investasi, dahulu orang orang sangat pamiliar dengan istilah “menabung” dimana masyarakat diajak untuk menyisihkan sebagaian pendapatannya (ditabung) untuk dapat dinikmati dikemudian hari. Disaat ini menabung sudah tidak begitu relevan lagi dengan kondisi sekarang, dimana menabung dianggap tidak bisa melindungi nilai tabungan dari penyusutan nilai akibat tingginya inflasi setiap tahunnya, sehingga produk investasi dipandang sebagai salah satu solusi untuk melindungi nilai investasi dari penyusustan nilai akibat inflasi tersebut.[2]

Investasi adalah kegiatan penempatan dana pada satu periode tertentu dengan harapan adanya imbal hasil dikemudian hari (return).[3] Banyak macam produk investasi yang kita dapati dalam kehidupan sehari-hari, baik yang resmi dalam artian diawasi oleh pihak yang berwenang (negara) maupun produk investasi yang illegal yang sering memakan korban masyarakat banyak.[4] Dalam memilih produk investasi para investor harus memastikan bahwa produk tersebut telah terdaftar dan di awasi oleh negara, dalam kasus Indonesia tentunya harus dengan ijin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai perpanjangan negara guna untuk menghindari penipuan berkedok investasi.[5]

Di Indonesia banyak produk investasi yang bisa kita manfaatkan untuk mempersiapkan keuangan dimasa yang akan datang supaya lebih baik lagi. Setidaknya produk investasi tersebut dapat kita kelompokkan kepada dua kelompok. Kelompok pertama adalah investasi dalam bentuk aktiva riil yakni kegiatan innvestasi yang dapat diliihat secara langsung (kasat mata) oleh investornya seperti berinvestasi pada properti, logam mulia dan lain-lain. Kelompok kedua adalah investasi pada aktiva finansial seperti, saham, deposito, reksadana dan lain-lain.[6]

Dari kedua kelompok investasi tersebut tentu memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Investasi kelompok pertama yang memiliki modal awal yang relatif besar seperti investasi pada property dan logam mulia dan ada juga modal awalnya tidak begitu besar seperti investasi pada produk-produk keuangan seperti deposito, saham, reksadana dan lain-lain.[7]

Disamping masalah modal awal dalam berinvestasi, pertimbangan lainnya yang menjadi pertimbangan bagi investor dalam menginvestasikan sejumlah dananya adalah masalah kehalalan produk investasi tersebut. Bagi investor yang beragama Islam produk investasi yang halal tentu akan menjadi persyaratan yang harus dipenuhi guna menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang syariat (Allah).[8]

Salah satu produk investasi yang lagi booming belakang ini adalah investasi dipasar modal dengan saham sebagai produk unggulannya. Hal ini tidak lepas dari kampanye Yuk Nabung Saham (YNS) yang digagas oleh Bursa Efek Indonesia padah tahun 2015.[9] YNS sendiri bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran masyarkat (literasi) akan pentingnya investasi untuk masa depan dan juga menumbuhkan peran investor lokal dalam ikut serta mensukseskan pembangunan nasional dengan membeli saham-saham perusahan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.[10]

Gerakan Yuk Nabung Saham tentu sangat diapresiasi masyarakat Indonesia dengan segala kemudahan fasilitas yang telah diberikan oleh BEI. Tapi disamping kemudahan yang telah ditawarkan tersebut tidak sedikit juga yang pada akhirnya mempertanyakan kehalalan berinvestasi di pasar modal yang pada akhirnya bisa mengurungkan niatnya untuk menepatkan sejumlah dana yang dimilikinya dipasar modal.

Padahal seperti yang kita ketahui bahwa saham merupakan salah satu tujuan investasi di Indonesia belakangan ini. Saham dipandang sebagai alternatif dengan menjanjikan return yang begitu menggiurkan dalam 10 tahun belakangan.[11] Tapi dikalangan umat Islam Indonesia masih banyak yang enggan untuk menempatkan dananya dipasar modal dengan alasan kepastian hukum kehalalan berinvestasi di pasar modal. Lalu pertanyaan yang sering muncul dibenak masyarakat muslim di Indonesia adalah apakah bertransaksi/investasi saham di Bursa Efek Indonesia halal?

Maka untuk itu, tulisan ini akan mengurai aspek halal bertransaksi di pasar modal Indonesia sebagai dasar acauan bagi investor saham Syariah untuk bertransaksi tapi terhindar dari aspek-aspek yang bertentangan dengan konsep syariat Islam seperti, gharar, riba, najis dan lain sebagainya.

Dari pemaparan latar belakang di atas penulisan akan mengruaikan bagaimana hukum berinvestasi dipasar modal dengan produknya yang dinamai saham dalam prespektif hukum Islam di Indonesia. penelitian ini mencoba menguraikan dan menjawab kegelisahan para investor muslim mengenai kehalalan berinvestasi di pasar modal. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi pustaka dengan tujuan penelitian untuk menjelaskan bagaimana hukum berivasi di pasar modal dalam padangan hukum Islam di Indonesai.

KONSEP INVESTASI DALAM ISLAM

Kebahagiaan hidup di dunia dengan kelimpahan harta adalah salah satu tujuan hidup manusia di dunia.[12] Dalam Islam kebagaiaan hidup di dunia dengan memiliki kemampuan finsial yang baik adalah menjadi anjuran bagi para penganutnya. Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda untuk bersungguh-sungguh dalam bekerja untuk menggapai kehidupan yang baik di dunia tanpa harus melupakan kehidupan akhirat. Allah telah mengingatkan kepada kaum muslimin untuk tidak meninggalakn generasi yang lemah (QS. An-Nisā’: 9) menurut Prof. Dididn Hafidhuddin MS, Guru Besar Agama Islam IPB bahwa yang dimaksud lemah dalam ayat 9 surah An-Nisā’ tersebut adalah lemah dalam empath hal dimana salah satunya lemah secara ekonomi (miskin).[13]

Investasi merupakan bagian dari mu’āmalah yang memiliki pengertian sebagai kegiatan atau aktivitas penempatan dana/modal pada satu produk investasi dalam jangka waktu tertentu dengan harapan penempatan modal tersebut dapat bertumbuh atau mengahsilkan keuntungan (profit). Sedangkan pengertian investasi dalam pandangan Islam adalah sesagala sesuatu kegiatan penanaman modal yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah (maqāsid al-syari’ah).[14]

Ketika kita menguraikan kegiatan investasi yang sesuai dengan kaidah syariat Islam, maka sudah menjadi sesuatu yang wajib bagi kita untuk merinci dalil-dalil hukum baik dari al-Qur’ān maupun al-Hadīs sebagai logika hukum kehalalan berinvestasi. Berikut ini penulis uraikan beberapa dalil hukum sebagai sandaran tentang kehalalan berinvestasi:

1.     QS Al-Bāqarah ayat 261

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.

Ayat ini mengumpamakan bagi orang-orang yang menahan diri untuk tidak menikmati seketika harta yang dimilikinya dan menyisihkannya dalam bentuk infak maka Allah akan melipatgandakannya sampai 700 kali lipat dari modal yang ditanamkan dalam bentuk infak. Menurut Said Ibnu Jābir dalam tafsir Ibnu Kastir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan jalan Allah adalah dalam rangka menambah ketaatan kepada Allah SWT.[15]

2.     Qur’an Surat Yususf atat 46-49

يُوْسُفُ اَيُّهَا الصِّدِّيْقُ اَفْتِنَا فِيْ سَبْعِ بَقَرٰتٍ سِمَانٍ يَّأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَّسَبْعِ سُنْۢبُلٰتٍ خُضْرٍ وَّاُخَرَ يٰبِسٰتٍۙ لَّعَلِّيْٓ اَرْجِعُ اِلَى النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَعْلَمُوْنَ قَالَ تَزْرَعُوْنَ سَبْعَ سِنِيْنَ دَاَبًاۚ فَمَا حَصَدْتُّمْ فَذَرُوْهُ فِيْ سُنْۢبُلِهٖٓ اِلَّا قَلِيْلًا مِّمَّا تَأْكُلُوْنَ ثُمَّ يَأْتِيْ مِنْۢ بَعْدِ ذٰلِكَ سَبْعٌ شِدَادٌ يَّأْكُلْنَ مَا قَدَّمْتُمْ لَهُنَّ اِلَّا قَلِيْلًا مِّمَّا تُحْصِنُوْنَ ثُمَّ يَأْتِيْ مِنْۢ بَعْدِ ذٰلِكَ عَامٌ فِيْهِ يُغَاثُ النَّاسُ وَفِيْهِ يَعْصِرُوْنَ ࣖ

 

Yusuf, wahai orang yang sangat dipercaya! Terangkanlah kepada kami (takwil mimpi) tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk yang dimakan oleh tujuh (ekor sapi betina) yang kurus, tujuh tangkai (gandum) yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahui.” Dia (Yusuf) berkata, “Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian setelah  itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan. Setelah itu akan datang tahun, di mana manusia diberi hujan (dengan cukup) dan pada masa itu mereka memeras (anggur).”

Dalam pandangan ekonomi, ayat diatas diatas diartikan dengan penundaan keinginan, yakni menyisihkan sesuatu yang kita miliki sekarang untuk digunakan dikemudian hari, artinya menyiapkan suatu perbekalangan untuk dimasa yang akan datang.[16] Tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk yang dimakan oleh tujuh (ekor sapi betina) yang kurus, tujuh tangkai (gandum) yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering”  diarikan bahwa tidak selamanya kondisi keuangan kita dalam keadaan yang baik, sehingga untuk mensiasatinya kita dituntut untuk bias mengatur harta kekayaan yang kita  miliki sehingga tidak dihabiskan atau berpoya-poya dikala kita memiliki kelebihan harta. Akan tetapi diharusnya memiliki tabungan dalam bentuk investasi untuk dapat menikmati hasilnya dikemudian hari disaat usaha atau diri kita tidak seproduktif dulu lagi (pensiun atau disaat genting).[17]

Banyak cara yang dilakukan dalam pengelolaan harta kekayaan yakni dengan melakukan investasi disektor-sektor yang bertumbuh seperti investasi pada properti, reksadana Syariah, saham Syariah, logam mulia dan lain sebagainya.[18] Tentunya investasi dalam pandangan Islam tidak hanya bersifat keduaniaan saja, akan tetapi investasi akhirat juga tidak kalah pentingnya dengan investasi didunia, seperti ṣadaqah jarīyah, ilmu yang bermanfaat serta meninggalkan generasi yang shāleh dan shālehah sebagai bekal kelak di akhirat.[19]

3.     QS An-Nisā’ ayat 9

وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا

Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.

Ayat ini mengisartkan kepad kita untuk membangun kelaurga yang kuat secar lahir dan baṭin. artinya kita harus mempersiapkan kelaurga yang kuat secara keimanan dan ketaqwaannya kepad Allah dengan selalu menjalankan apa yang telah diperintahkan dan menjauhi segala seuatu yang menjadi larangan agama. Disamping itu kita juga diperintahkan untuk mempersiapkan gernerasi yang kuat secara lahir yakni baik fisik yang sehat, akal yang cerdas juga kondisi ekonomi yang mumpuni. Investasi adalah salah satu strategi untuk meningkat kemampuan finansial dikemudian hari, disampit itu invenstasi merupakan salah satu bentuk rasa syukur kita atas nikmat Allah yang kita terima dengan tidak menghabiskannya dengan cara-berpoya dan boros.[20]

4.     Qur’an Surat An-Nisā’ ayat 29

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا

Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.

Ayat ini menagaskan bahwa dalam bermu’āmalah dilarang menempuh jalan yang batil, artinya dalam proses investasi tidak dibenarnkan menggunakan cara-cara yang berseberangan dengan kriteria syariah seperti riba, gharar, maksiat, zhalim, judi, tipu muslihat (hilah) dan lain sebagainya.[21] Apabila instrument investasi terdapat nilai-nilai yang dilarang tersebut diatas sudah barang tentu produk investasi tersebut tidak dibenarkan dalam Islam.

5.     QS. Al-Jumu’ah ayat 10

فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.

Ayat ini membrikan isyarat kepada manusia untuk tidak hanya mengejar kehidupan akhirat saja, tapi juga kehidupan dunia. Dalam menggapai kehidupan dunia tentu kita harus memperhatikan hal-hal yang boleh dan tidak karena ini akan berakibat kepada keberkahan harta dunia yang kita dapatkan. Selain itu tidak lupa mengeluarkan hak-hak orang lain dalam harta yang kita miliki supaya kita termasuk orang-orang yang beruntung yakni, infak, shādaaqah dan zakatnya.[22]

6.     Hadīs Rasulullah Muhammad SAW yang diriwatyatkan oleh Imam al-Bukhāri

“Bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyerahkan kepada yahudi Khaibar kebun kurma di Khaibar dan ladangnya supaya mereka bekerja padanya dengan biaya dari mereka sendiri, dan untuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam setengah dari hasil panennya.”

Hadīs ini menjelaskan betapa nabi telah memberikan contoh kepada kita tentang kegiatan investasi yang sama-sama menguntungkan. Dalam hal investasi tentu tidak boleh merugikan salah satu pihak, baik dari pemodal maupun pengelola modal harus menganut asas keriḍān satu sama lain.[23] Mengenai ayat-ayat maupun hadīs-hadīs investasi tentu sangat banyak terkandung dalam al-Qur’ān dan kitab-kitab hadist yang tidak bisa penulis uraikan semuanya dalam artikel yang terbatas ini.

 

SAHAM SEBAGAI INSTRUMEN INVESTASI YANG HALAL DI INDONESIA

Saham (stock) meruapakan surat tanda kepemilikan modal pada suatu perusahaan.[24] Pemilik saham disebut investor yang merupakan pemilik perusahaan. Saham juga dapat diartikan sebagai perwujudan sertifikat dimana pemilik sertifikat tersebut berhak atas klaim aktiva suatu perusahaan yang telah melepas sahamnya kepada investor publik.[25]

Investasi pada instrument saham di Indonesia dilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).[26] Sebagai bahan acuan transaksi, BEI telah membuat  beberapa pengindeks sebagai dasar acuan bagi investor dalam bertransaksi. Indeks yang paling popular di Indonesia adalah IHSG, LQ45, Kompas100, ISSI dan JII. Indeks LQ45 dan Kompas100 merupakan pengindeks semua saham yang masuk dalam kategori tertentu tanpa harus memandang emiten masuk dalam kategori Syariah, sedangkan Indeks ISSI dan JII merupakan indeks acuan bagi investor yang mengehendaki saham-saham yang sesuai dengan ketentuan hukum Islam (syariah).[27]

Pasar saham di Indonesia terbagai kepada dua kategori saham yang diperdagangkan BEI yakni saham konvensional (reguler) dan saham syariah. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa saham Syariah adalah surat berharga dalam bentuk saham yang diperjual belikan di Bursa Efek Indonesia yang tidak bertentang dengan prinsip-prinsip dalam agama Islam.[28] tidak semua emiten yang diperdangankan di BEI masuk dalam kategori saham Syariah. Saham syariah yang dapat diperjual belikan harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh DSN MUI Bersama dengan OJK.

Berbicara aspek legal (halal) berinvestaasi pada saham di Indonesia maka pikiran kita akan terarah kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang merupakan lembaga independent yang berfungi untuk mengayomi kepentingan umat Islam melalui fatwa-fatwanya[29]. Setidaknya ada 2 Fatwa dari 14 Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI yang berhubungan dengan pasar modal, tapi dalam tulisan ini peneulis hanya akan memfokuskan kepada dua fatwa saja yang langsung dengan saham syariah. Pertama, Fatwa DSN-MUI No. 40 Tahun 2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.  Kedua, Fatwa DSN-MUI No. 80 Tahun 2011 tentang Penerapan Prinsip Shariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.

 

1.     Fatwa DSN-MUI No. 80 Tahun 2011

Fatwa ini mengatur tentang penerapan prinsip Syariah dalam melakukan transaksi efek bersifat ekuitas di pasar regular bursa efek yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 Maret 2011 M/3 Rabi’ul Akhir 1432 H. Fatwa ini memuat 5 poin aturan. Poin pertama adalah ketentuan umum yang memuat ketentuan-ketentuan umum yang menyangkut pasar modal. Poin kedua menjelaskan tentang ketentuan hukum. Dalam poin ini MUI menjelaskan tentang kebolehan melakukan perdagangan efek bersifat ekuitas di pasar modal dengan ketentuan harus mengacu kepada ketentuan khusus dalam fatwa ini. Poin ketiga menjelaskan tentang ketentuan khusus, dimana yang dimaksud dengan ketentuan khusus dalam fatwa ini mengatur tentang perdagangan efek, mekanisme perdagangan efek dan tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah. Poin ke empat mengatur tentang peneyelesaian perselisihan, dimana dalam point ini dijelaskan bahwa penyelesaian terkait persengketaan sebagaimana yang diatur dalam fatwa ini akan diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat dan poin kelima adalah penutup.

2.     Fatwa DSN-MUI No: 40 Tahun 2003

Fatwa ini mengatur tentang pasar modal dan pedoman umum penerapan prinsip Syariah di bidang pasar modal yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Oktober 2003 M/16 Sya’ban 1423 H. Fatwa ini memuat tujuh bab dan delapan pasal. Bab 1-8 memuat aturan tentang ketentuan umum, prinsip-prinsip Syariah bidang pasar modal, emiten yang menerbitkan efek Syariah, kriteria dan jenis efek Syariah, transaksi efek, harga pasar wajar, pelaporan dan keterbukaan informasi dan ketentuan penutup.

Selain dua fatwa di atas, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah mengeluarkan rangkain aturan mengenai transaksi efek syarih di pasar modal Indonesia, sperti POJKNo.15/POJK.04/2015 tentang Penerapan prinsip Syariah di Pasar Modal. POJKNo.17/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Syariah Berupa Saham oleh Emiten Syariah atau Perusahaan Publik Syariah. POJKNo.53/POJK.04/2015 tentang akad yang Digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal. Peraturan Nomor II.K.1: Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah. Dari dua fatwa dan peraturan OJK tersebut maka dapat kita uraikan kedalam beberapa bab penjelsan mengenai transaksi saham Syariah di pasar modal Indonesia sebagai berikut:

 

PRINSIP-PRINSIP SAHAM SYARIAH

Saham Syariah merupakan sekumpulan saham-saham dari perusahaan (emiten) yang masuk dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang diperjual belikan di Bursa Efek Indonsia.[30] Mengacu kepada Fatwa DSN-MUI No: 40/2003 pasal 2 ayat (1) dan (2) dijelaskan mengenai prinsip-prinsip saham Syariah yakni “Pasar Modal beserta seluruh mekanisme kegiatannya terutama mengenai emiten, jenis Efek yang diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya dipandang telah sesuai dengan Syariah. Suatu Efek dipandang telah memenuhi prinsip-prinsip syariah apabila telah memperoleh Pernyataan Kesesuaian Syariah”.

Dari proses seleksi saham yang dilakukan tersebut dapat disimpulkan bahwa saham yang masuk dalam kategori saham syariah adalah apabila suatu saham yang diterbitkan oleh perusahaan publik (Tbk) yang menyebutkan secara jelas dalam AD/ART perusahaan sebagai perusahaan Syariah dan perusahaa publik yang tidak dengan nyata menjelaskan dalam AD/ART sebagai perusahaan Syariah tapi dalam kegiatan menjalankan usahanya tidak memproduksi produk-produk yang bertentangan dengan prinsip Syariah.[31]

            Kegiatan transaksi di dalam pasar modal terutama terkait dengan perusahaan yang tercatat di bursa, jenis-jenis efek yang ditrasaksikan serta mekanisme transaksinya telah sesuai dan tidak bertentangan dengan prinsip Syariah. Efek diperjual belikan pada BEI dianggap telah sesuai prinsip Syariah jika telah mendapat kesesuai Syariah yang ditetapkan oleh DSN MUI bersama-sama dengan OJK.[32] Kumpulan efek yang telah sesuai dengan Syariah tersebut akan direview kembali selama dua kali dalam setahun.

Berikut adalah prinsip pasar modal yang sesuai dengan ketentuan Syariah:

1.    Kegiatan penempatan dana investasi dapat dilakukan pada suatu perusahaan apabila aset dan kegiatan usahanya dilakukan pada usah yang halal, jelas dan bermanfaat.

2.    Uang merupakan pertukaran nilai yang dapat dilakukan dalam transaski pada pasar modal. Jika pemilik uang (investor) menvistasikan modalnya pada suatu perusahaan Syariah maka investor akan mendapatkan keuntungan bagi hasil dari perusahaan tersebut. Keuntungannya bisa dalam bentuk capital gain maupun deviden.

3.    Dalam melakukan transasksi pada pasar modal Syariah diharuskan menggunakan akad yang jelas antara pemodal (investor) dengan pengusaha, disamping itu keberadaan usaha (emiten) juga harus jelas keberadaanya.

4.    Pemilik modal (investor) dan perusahaan (penerima modal) tidak dibolehkan mengambil resiko melebihi kemampuannya masing-masing (maisir) karena akan menimbulakn kerugian pada salah satu pihak.

5.    Kedaua belah pihak investor dan emiten harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan usahanya hal ini untuk menghidaru kejadian-kejadian yang buruk akibat kelalaian para pihak dalam menjalankan bsinisnya.[33]

Dari pasal 2 Fatwa DSN-MUI No: 40/2003 dapat dikelompokkan kepada dua kategori umum mengenai prinsip dasar saham Syariah yakni kegiatan yang bertentangan dengan prinsp Syariah dan transaksi yang bertentangan dengan prinsip Syariah.

a.     Kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsp Syariah

Dalam ketentuan saham syaraih, emiten yang masuk dalam kategori Syariah adalah emiten yang secara nyata menjelaskan dalam anggaran dasar dan anggran rumah tangga (AD/ART) bahwa perusahaan tersebut meruapak perusahaan Syariah dan emiten yang bergerak dalam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang ditetapkan berdasarkan peraturan OJK No. 35/2017.[34] Selain dari jenis perusahaan tersebut maka otomatis tidak masuk dalam kategori saham Syariah. Adapun ketentuan-ketentuan yang dikatakan bertentangan dengan prinsip Syariah dalam saham Syariah adalah sebagai berikut:

1.     Perusahaan yang terkait dengan perjudian (maisir) yakni industri atau perusahaan yang terlibat dalam kegiata perjudian atau kasino;

2.     Perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa keuangan ribawi seperti bank konvensional, teknologi finansial (fintek) konvensional dan leasing konvensional;

3.     Gharar yaitu akad jual beli yang tidak memiliki kepastian, baik secara kualitas, kuantitas dan waktu penyerahan objek akadnya. Seperti jual beli produk-produk asuransi.

4.     Usaha yang memproduksi, medistribusikan dan/atau menyediakan barang-barang sebagai berikut:

a)     Barang-barang yang haram secara zatnya (li-dzatīhi) seperi minuman keras (khamar) dan daging babi;

b)    Barang-barang yang tidak haram secara zatnya (li-ghairi dzatīhi) seperti rumah potong hewan sapi, kambing, ayam dimana proses penyembelihannya tidak sesuai dengan ketentuan syariat Islam;

c)     Barang-barang yang dapat mengakibatkan kerusakan ahlak bagi masyarakat, seperti perusahaan penyedia rokok dan pornografi.[35]

            Dari ketentuan diatas kita mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kriteria saham syariah adalah saham-sahan dari perusahaan yang menjalankan usaha tidak mengandung unsur perjuadian (maisir), aset maupun modal usaha tidak bersumber dari keuangan yang berbasis bunga (riba), aqad jual beli hasil dari produksi usaha menggunakan aqad yang jelas (pasti) bukan akad gharar/ketidakpastian serta perusahaan yang tidak memproduksi barang-barang yang diharamkan dan barang-barang yang dapat merusak moral masyarakat (konsumen).

 

b.     Transaksi yang bertentangan dengan prinsip Syariah

            Melakukan transaksi saham syariah di pasar modal Indonesia sekarang bukanlah sesuatu yang sulit di jaman sekarang ini. Hal ini karena di BEI sekarang ini sudah terdapat Shariah Online Trading System (SOTS) yang dikembangkan oleh anggota bursa (broker) dan telah mendapatkan sertifikasi dari MUI.[36] Data yang dirilis distus idx Syariah pada waktu artikel ini ditulis sudah terdapat 15 anggota bursa yang sudah memiliki SOTS dan tersertifikasi oleh MUI.[37]

            Dalam melakukan transaksi saham Syariah setiap investor tentunya harus menggunakan aplikasi SOTS. Transaski dapat dilakukan setelah membuka rekening saham Syariah terlebih dahulu pada perusahaan sekuritas yang memiliki produk Syariah. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa saat ini terdapat 15 perusahaan sekuritas yang telah menyediakan produk saham Syariah seperti indopremier sekuritas, BNI sekuritas, Mirae Aset Sekuritas, Mandiri sekuritas dan lain-lain. Adapun keunggulan dari SOTS tersebut adalah:

1.     Investor hanya bisa mentrasaksikan saham-saham syariah yang terdapat dalam Daftar Efek Syariah (DES)

2.     Tidak terdapat fasilitas dana margin (margin trading)

3.     Tidak bisa menggunakan short selling yakni menjual barang yang belum dimiliki.

4.     Laporan kepemilikan saham pada portofolio dipisah dengan kepemilikan uang cash investor.[38]

              Lalu kita akan membahas megenai transaksi yang dilarang dalam saham syariah. Mengenai larangan transaksi saham yang tidak sesuai dengan ketentuan syariah terdapat dalam Fatwa DSN MUI No. 80 Tahun 2011. Adapun transaksi-transaksi yang dilarang berkaitan dengan jual-beli saham dipasar modal adalah sebagai berikut:

1.     Melakukan transaksi dipasar modal dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) yang semu (palsu).[39] Transaki semu ini dilarang karena dapat menjadi sebab kerugian bagi orang lain atau istilah fiqih Mu’āmalat dikenal dengan sebutan taghrir

yang berarti bencana, akibat dan bahaya. Jual beli semu dipandang berbahaya karena mengandung kebohongan mengai bid dan offer. Adapun tujuan dari pihak yang melaukan transaksi semu ini adalah supaya menarik perhatian dari pelaku pasar untuk dapat bertransaksi pada suatu saham tertentu atau dalam bahasa sederhananya adalah jebakan saham. dalam fatwa DSN-MUI transaski ini disebut dengan istilah Wash sale yakini transaksi yang dilakukan tapi sebenarnya tidak merubah kepemilikan barang sama sekali (beneficiary of ownership). Tujuan selanjutnya dari transaski semu ini adalah untuk pembentukan harga, baik harga naik, turun maupun harga tetap dari hari sebelumnya dan juga untuk memberi kesan bahwa saham tersebut liquid karena aktif diperjual belikan oleh pelaku pasar (re-arrange trade).[40]

2.     Transaki yang mengandung tadlīs, yakni transaski yang dilakukan dengan menutup-nutupi kecacatan objek aqad.[41] Dalam pasar modal transaski seperti ini biasanya dilakukan oleh orang-orang anggota bursa dikarenakan mereka mendapatkan informasi terkait akan adanya pembelian/penjualan saham dalam jumlah besar oleh nasabahnya sehingga mereka melakukan tarnsaski beli/jual pada suatu saham tertentu (Front Running) tujuannya tentu untuk mendapatkan keuntungan (gain) ataupun mengurangi resiko kerugian.

3.     Transaksi dengan menyebarkan informasi palsu atau hoax (Misleading information) tansaksi seperti ini juga masuk dalam kategori tadlīs.[42]

4.     Transaski Pump and Dump yaitu transaksi yang membuat naiknya suatu saham tanpa didasari apapun secara fundamental dari emiten tersebut. Naiknya saham pada transaski Pump and Dump disebebkan adanya aksi beli dengan jumlah yang cukup besar dengan tujuan mengangkat harga saham, setelah kenaikan mencapai level yang di inginkan, pelaku Pump and Dump melaukukan penjualan dalam skala yang besar pula sehingga membuat saham turun kembali.[43] Tujuannya untuk mendapatkan keuntungan dalam waktu singkat dengan menjual saham yang dimiliki pada waktu harga sedang naik. Transaski seperti ini masuk dalam kategori bai’ najasy.

5.     Transaksi Hype and Dump yang juga termasuk dalam ketegori bai’ najasy, yaitu transaksi yang membuat suatu harga saham naik (uptrand) yang didasari oleh adanya informasi positif mengenai emiten tapi informasi positif tersebut tidak benar (hoax).[44] Setelah harga naik tinggi orang-orang yang melakukan transaski Pump and Dump akan melakukan penjualan sahamnya dalam jumlah besar sehingga harga saham tersebut turun drastis. Istilah seperti ini dikenal pelaku pasar sebagi saham gorengan.

6.     Melakukan/memasang permintaan atau penawaran yang palsu (fake demand/supply) tujuannya untuk membuat opini bahwa saham tersebut aktif diperjual belikan (pencitraan) sehingga para pelaku pasar tertarik untuk melakukan transaksi pada saham tersebut. Transaksi dengan menggunakan cara fake demand/supply ini termasuk dalam kategori bai’ najasy.

7.     Transaski dengan menggunakan pendekatan ikhtīkar yakni melakukan pembelian barang yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat besar dan menimbunnya, sehingga barang tersebut langka dipasaran. Dalam parkatek jual beli saham hal ini dikenal sebagai pooling interest yakni transaksi pembelian suatu saham tertentu baik disertai dengan pergerakan naik, turun maupun stagnan. Biasanya tarnsaski seperti ini dilakukan hanya oleh orang-orang tertentu saja, baik order buy pada bid maupun order sell pada offer. Tujuan tarnsaksi ini hanya untuk membuat kesan bahwa saham tersebut terlihat liquid dipasaran. Transaksi hariannya cenderung sama pada suatu periode perdagangan dan pada saatnya harga dan transaski hariannya meningkat drastis dari harga dan volume transaksi sebelumnya. Tujuan dari pelaku Pooling interest ini untuk melakukan penjualan ataupun akumulasi saham-saham yang diinginkan supaya pergerakan saham tersebut bisa dijadikan sebagai tolak ukur oleh pelaku pasar (benchmark).

8.     Transaski yang juga masuk dalam kategori ikhtīkar adalah cornering yakni suatu taransaksi pada saham dimana porsi kepemilikan publiknya sangat terbatas. Dalam praktek transaksi cornering ini, pemilik saham mayoritas melakukan penawaran (supply) semu dengan tujuan supaya harga saham tersebut turun pada pagi hari (sesi I), dengan demikian memancing para pelaku pasar (trader) untuk melakukan tarnsaksi short selling tapi pada sore harinya (sesi II) harga saham diangkat kembali oleh pemilik saham moyoritas sehingga para traders short selling mengalami kerugian karena diharuskan untuk membeli kembali sahamnya dengan harga yang lebih tinggi.[45]

9.     Transasksi dengan menggunakan pola Ghisysy yakini jual beli tadlīs dengan menyebutkan keunggulan barang tanpa menjelaskan kekurangan barang tersebut kepada pembeli.[46] Dalam praktek jual beli saham di pasr modal istilah seperti ini kita kenal dengan marking at the close atau pengaturan harga pada saat penutupan pasar.  Para pelaku marking at the close akan mengatur harga dengan cara melakukan order buy terhadapa saham yang turun pada penutupan sehingga saham tersebut ditutup dalam keadaan naik bila dibandingnya dengan penutupan hari sebelumnya dan begitu juga sebaliknya. Yang kedua tarnsaksi yang juga masuk dalam kategori ghisysy adalah alternate trade yakni tarnsaksi yang dilakukan oleh sekelompok orang baik order buy pada bid maupun order sell pada offer hanya dilakukan oleh orang-orang tersebut secar bergantian, tujuannya supaya saham tersebut terlihat liquid dipsaran.

10.  Transaksi dengan menggunakan motede ghabn fahisy yakni transaski dengan melakukan penawaran barang jauh dibawah harga pasar.[47] Transaksi dalam pasar saham yang menggunakan informasi orang dalam (insider trading) adalah transaksi yang termasuk dalam kategori ghabn fahisy dan haram hukumnya dalam Islam. transasksi ghabn fahisy menggunakan informasi coporet action (rencana perusahaan) suatu emiten yang belum di informasikan kepada publik untuk melakukan akumulasi saham dalam jumlah yang besar sehingga ketika informasi tersebut sampai kepada masyarakat pelaku ghabn fahisy bisa menjualnya karena harga dipastikan sudah naik dari harga pembeliannya.

11.  Jual beli dengan mengunnakan unsur-unsur ribawi. Dalam pasar modal jual beli seperti ini kita dapati dalam transaksi margin trading yaitu pembelian terhadap saham dengan menggunakan dana talangan/pinjaman dari sekuritas pada jangka waktu tertentu dan disertai dengan bunga pada saat pengembalian pinjaman tersebut.[48]

12.  Transaksi terhadap saham yang belum dimiliki (short selling). short selling adalah transaksi dengan cara meminjam terlebih dahulu sejumlah saham dari perusahaan sekuritas untuk menjualnya dipasar disaat harga sedang naik, nanti setelah harga turun dia melakukan pembelian kembali terhadap sejumlah saham yang telah dijualnya tersebut untuk dikembalikan lagi kepada pemilik saham (sekuritas). Selisih dari penjualan dan pembelian tersebut akan menjadi keuntungan bali pelaku short selling. Dalam Islam paraktek jual beli seperti ini kita kenal dengan sebutan bai’ al-ma’dum yakni jual beli terhadap objek akad yang tidak ada pada waktu transasksi dan parktek jual beli bai’ al-madum ini haram hukumnya.[49]

 

SCREANING SAHAM SYARIAH

Proses screening saham syariah dilakukan untuk menentukan saham-saham yang tidak bertentangan dengan kriteria syariah di pasar modal.  Proses screaning ini dilakukan Oleh OJK bersama-sama dengan DSN-MUI. Saham-saham yang terpilih memenuhi kriteria Syariah akan dimasukkan dalam Daftar Efek Syariah (DES).[50] Daftar Efek Syariah akan dilakukan review/pembaharuan selama 6 bulan sekali yakni pada bulan Juni dan Desember setiap tahunnya. Artinya penghuni DES akan selalu berubah di setiap periodenya, ada yang dikeluarkan dan ada juga yang dimasukkan dalam Daftar Efek Syariah.[51] 

 

Lalu apa saja yang menjadi kriteria atau syarat suapaya suatu emiten (saham) dapat dimasukkan dalam Daftar Efek Syariah? Sesui dengan ketentuan Fatwa DSN MUI No. 40 tahun 2003 dijelaskan kriteria saham syariah adalah perusahaan-perusahaan yang tidak bergerak dalam perjudian dan sejenisnya, perdagangan yang dilarang, jasa keungan yang mengandung unsur riba, perusahaan yang mengandung unsur jual beli gharar dan maisir, perusahaan yang memproduksi barang-barang yang haram menurut ketentuan syariat Islam dan barang-barang yang dapat merusak moral masyarakat, serta transaksi yang menggunakan penyuapan (riswah). Inilah kriteria saham-saham syariah kalau dilihat dari jenis usahanya (business screening).

 

Sedangkan pemilihan saham yang sesuai dengan kriteria syariah berdasarkan dari kesehatan keungan perusahaan (Financial screening) adalah total utang perusahaan (debt to equity ratio) yang berbasis bunga (riba) bila dibandingkan dengan total aset tidak melebihi dari 45% sedangkan pendapatan non-halal perusahaan bila dibandingkan dengan total semua pendapatan todak boleh melebihi dari 10%.

 

Saham-saham yang telah terpilih sesuai dengan kriteria syariah dan masuk dalam Daftar Efek Syariah akan dikelompokkan kedalam tiga indkes saham syariah yang terdapat di Bursa Efek Indonesia. Ketiga pengindeks tersebut adalah Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), Jakarta Islamic Indeks (JII) dan Jakarta Islamic Indeks 70 (JII70).

 

1.     Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)

Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) telah ada di BEI sejak pertengahan tahun 2011. Saham-saham yang masuk dalam indeks ISSI ini adalah seluruh dari saham Syariah yang terdapat dalam Daftar Efek Syariah yang diterbitkan oleh OJK secara periodik 6 bulan sekali.[54]

2.     Jakarta Islamic Index (JII)

JII berada di pasar modal Indonesia pada tahun 2000 tepatnya pada tanggal 3 Juli. Saham-saham yang tergabung dalam indeks ini hanyalah terdiri dari 30 saham Syariah yang terdapat dalam DES. Ke-30 saham JII adalah saham-saham yang paling liquid ditransaksikan di Bursa Efek Indonesia. Konstituen JII juga akan dilakukan pembaharua/review secara periodic pada bulan Mei dan November setiap tahunnya.[55] Adapaun kriteria liquiditas saham JII adalah sebagai berikut:

A.     Saham syariah yang masuk dalam indeks JII adalah saham ISSI yang sudah tercatat paling tidak selam 6 bulan terakhir.

B.     Dipilih sebanyak 60 saham dari ISSI yang diurutkan berdasarkan kapitalisasi pasar paling tinggi selama 1 tahun peride pasar terakhir.

C.     Dari 60 saham tersebut kemudian dipilih sejumlah 30 saham yang berdasarkan kepada rata-rata nilai transaski harian di pasar regular paling tinggi.

D.     30 saham inilah yang akan menjadi penghuni JII.

 

3.     Jakarta Islamic Index 70 (JII70)

Jakarta Islamic Index 70 (JII70 Index) merupakan salah satu indeks saham syariah yang diluncurkan BEI pada tanggal 17 Mei 2018. Perusahaan-perusahaan yang masuk dalam JII70 adalah 70 saham Syariah yang paling liquid yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia. Indeks JII juga dilakukan pembaharuan selam dua kali dalam setahun yakni pada bulan Mei dan November setiap tahunnya. Adapun kriteria liquiditas yang digunakan untuk menetukan daftar peserta indeks JII70 adalah sebagai berikut:

A.     Saham syariah yang masuk dalam indeks JII70 adalah saham ISSI yang sudah tercatat paling tidak selam 6 bulan terakhir.

B.     Kemudian dipilih sebanyak 150 dari ISSI yang dirutkan berdasarkan rata-rata kapitalisasi pasar dari perusahaan selam satu tahun terakhir.

C.     Dari 150 saham perusahaan tersebut kemudian dipilih 70 saham yang diurutkan berdasarkan rata-rata nilai transaksi harian yang paling tinggi di pasar regular.

D.     Ke-70 saham tersebutlah yang akan menjadi penghuni dari indeks JII70.

Demikanlah tiga pengindeks saham Syariah di Indonesia, sehingga para pelaku pasar Syariah tidak mmendapatkan kesulitan lagi untuk menentukan saham-saham seperti apa yang akan hendak dijadikan sebagai instrument investasi, karena secara kapitalsisi perusahaan telah dikelompokkan ke dalam indeks saham Syariah yakni ISII, JII dan JII70.

 

KESIMPULAN

Bertransaksi saham di Indonesia baik sebagai investor maupun traders bila kita mengacu kepada Fatwa DSN MUI di atas bukanlah sesuatu perbuatan tercela atau haram, selama transaksi tersebut mengikuti ketentuan-ketentuan saham mana yang boleh ditaransaksikan dan saham apa yang tidak boleh karena bbertentangan dengan prinsip Syariah (maqāsidu al-syari’ah). Dalam bertransaski saham di pasar modal paling tidak kita harus mengetahui apa yang kita beli, artinya sebelum membeli kita harus menganalisa baik secara fundamental maupun teknikal suatu emiten sebelum melakukan pembelian. Hal ini tentu sesuai dengan kriteria dari fatwa tersebut yang mengharuskan setiap pelaku pasar menggunakan prinsip kehati-hatian dalam melakukan transaksi di pasar modal. Jangan samapi membeli saham tapi tidak mengetahui kondisi riil dari perusahaan tersebut (spekulan) karena tindakan seperti masuk dalam taransaksi gharar yang dilarang dalam Islam. Dalam transaksi di pasr modal paling tidak kita memiliki tiga prinsip berikut ini sebagai bentuk kehati-hatian kita terhadap saham yang kita koleksi.

1.     Lakukan diversifikkasi terhadap asset kita, artinya jangan hanya memfokuskan kepada satu jenis saham saja (Don’t put your eggs in one basket), tapi bagilah kepada beberapa jenis usaha diportofolio kita. Seperti membeli saham-saham yang mmasuk dalam sektor consumer good, property, meaning dan lain-lain.

2.     Belilah saham-saham yang kita ketahui (Buy what you know) mengenai kelangsungan usahanya. Jangan menjadi spekulan dipasar modal (gambling). Saham merupakan investasi yang menjanjikan keuntungan (return) yang besar bila dibandingkan dengan instrument investasi lainnya, tapi keuntungan yang besar juga berbanding lurus dengan kerugiannya, makanya ketahui apa yang akan kita beli (know what you buy).

3.     Sesuai dengan prinsip ekonomi, belilah disaat harganya selagi murah dan jual kemudain disaat harganya sudah naik (buy low, sell high). Maka untuk itu tarnsaksi saham juga membutuhkan waktu, artinya tidak ada yang langsung tiba-tiba untung. Maka pastikan dana yang dibelikan ke saham bukanlah dana yang dibutuhkan dalam waktu dekat atau dana darurat, karena kita tidak tahu kapan saham yang kita beli akan menghasilkan keuntungan.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

1.     Buku

Ad-Dimasyqi, Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir Juz 3 (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2003)

Pratomo, Eko Priyo, Reksa dana: solusi perencanaan investasi di era modern (Jakarta: Gramedia Pustaka utama, 2009)

Seomitra, Andri, Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqh Muamalah di Lembaga Keuangan dan Bisnis Kontemporer (Jakarta: Prenadamedia Grup, 2019).

Ali Geno Berutu, Pasar Modal Syariah Indoneisa: Konsep dan Produk (Salatiga: LP2M IAIN Salatiga Press, 2020)

 

BACA JUGA

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar disini

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda