MEMAHAMI SAHAM SYARIAH: Kajian Atas aspek legal dalam pandangan Hukum Islam di Indonesia
Tulisan ini telah terbit di jurnal Veritas tahun 2020
Silahkan kutip/sitasi dengan judul dibawah ini:
Ali Geno Berutu, MEMAHAMI SAHAM SYARIAH: Kajian Atas aspek legal dalam pandangan Hukum Islam di Indonesia. VERITAS, 2020, 6.2: 160-186.
Ali Geno Berutu
Fakultas Syariah IAIN Salatiga
ali_geno@ymail.com
Abstrak
Kemajuan
teknologi bukanlah sesuatu yang harus kita hindari, karena pada dasarnya
teknologi tersebut hadir untuk memberikan kemudahan kepada manusia dan kita
harus bisa menyesusaikan diri dengan kemajuan tersebut. Teknologi sekarang ini
juga telah merambah keranah keuangan yang kita kenal dengan teknologi finansial
(fintech) yang menjanjikan kemudahan dalam bertransaksi termasuk didalamnya
transaksi dipasar modal dengan menggunakan online trading system. Banyak
kalangan yang masih meragukan terkait kehalalan melakukan jual beli di pasar
modal sehingga menunda niatnya untuk menginvestasikan dananya pada pasar modal
khususnya saham Syariah. Padahal seperti kita ketahui bertransaski dipasar
modal mempunyai legalitas fatwa dari DSN-MUI sebagi dasar hukum bagi setiap
investor untuk berinvestasi pada produk-produk pasar modal yang tidak
bertentangan dengan kriteria Syariah yang telah diseleksi oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK). Dengan bertransaksi dipasar modal kita akan mendapatkan
keuntungan berupa capital gain dan deviden selain itu kita juga telah ikut
berperan aktif dalam mendukung pembangunan negeri ini dengan membeli
saham-saham perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Abstract
Technological
progress is not something we should avoid, because basically the technology is
there to provide convenience to humans and we must be able to adjust ourselves
to these advances. Today's technology has also penetrated the financial turmoil
that we are familiar with financial technology (fintech) which promises ease of
transaction including capital market transactions using the online trading
system. Many people are still doubtful about the halt of buying and selling in
the capital market, thereby delaying their intention to invest their funds in
the capital market, especially Syariah shares. In fact, as we all know, trading
in the capital market has the legality of a fatwa from DSN-MUI as a legal basis
for every investor to invest in capital market products that do not conflict
with the Shariah criteria that have been selected by the Financial Services
Authority (OJK). By transacting in the capital market we will benefit in the
form of capital gains and dividends in addition to that we have also played an
active role in supporting the development of this country by buying shares of
companies listed on the Indonesia Stock Exchange.
Keywords:
Saham Syariah, BEI, OJK, Halal
PENDAHULUAN
Seperti
kita ketahui pada era industri 4.0 sekarang ini menuntut setiap orang untuk
mepersiapakn diri ditengah loncatan teknologi yang begitu cepat, sehingga
berakibat kepada perubahan gaya hidup masyarkat yang sebelumnya masih manual
bergeser kepada sistem yang serba online[1]. Begitupun halnya dengan
investasi, dahulu orang orang sangat pamiliar dengan istilah “menabung” dimana
masyarakat diajak untuk menyisihkan sebagaian pendapatannya (ditabung) untuk
dapat dinikmati dikemudian hari. Disaat ini menabung sudah tidak begitu relevan
lagi dengan kondisi sekarang, dimana menabung dianggap tidak bisa melindungi
nilai tabungan dari penyusutan nilai akibat tingginya inflasi setiap tahunnya,
sehingga produk investasi dipandang sebagai salah satu solusi untuk melindungi
nilai investasi dari penyusustan nilai akibat inflasi tersebut.[2]
Investasi
adalah kegiatan penempatan dana pada satu periode tertentu dengan harapan
adanya imbal hasil dikemudian hari (return).[3] Banyak macam produk investasi
yang kita dapati dalam kehidupan sehari-hari, baik yang resmi dalam artian
diawasi oleh pihak yang berwenang (negara) maupun produk investasi yang illegal
yang sering memakan korban masyarakat banyak.[4] Dalam memilih produk
investasi para investor harus memastikan bahwa produk tersebut telah terdaftar
dan di awasi oleh negara, dalam kasus Indonesia tentunya harus dengan ijin
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai perpanjangan negara guna untuk menghindari
penipuan berkedok investasi.[5]
Di
Indonesia banyak produk investasi yang bisa kita manfaatkan untuk mempersiapkan
keuangan dimasa yang akan datang supaya lebih baik lagi. Setidaknya produk investasi
tersebut dapat kita kelompokkan kepada dua kelompok. Kelompok pertama
adalah investasi dalam bentuk aktiva riil yakni kegiatan innvestasi yang
dapat diliihat secara langsung (kasat mata) oleh investornya seperti
berinvestasi pada properti, logam mulia dan lain-lain. Kelompok kedua
adalah investasi pada aktiva finansial seperti, saham, deposito,
reksadana dan lain-lain.[6]
Dari
kedua kelompok investasi tersebut tentu memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Investasi kelompok pertama yang memiliki modal awal yang relatif
besar seperti investasi pada property dan logam mulia dan ada juga modal
awalnya tidak begitu besar seperti investasi pada produk-produk keuangan
seperti deposito, saham, reksadana dan lain-lain.[7]
Disamping
masalah modal awal dalam berinvestasi, pertimbangan lainnya yang menjadi
pertimbangan bagi investor dalam menginvestasikan sejumlah dananya adalah
masalah kehalalan produk investasi tersebut. Bagi investor yang beragama Islam
produk investasi yang halal tentu akan menjadi persyaratan yang harus dipenuhi
guna menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang syariat (Allah).[8]
Salah
satu produk investasi yang lagi booming belakang ini adalah investasi dipasar
modal dengan saham sebagai produk unggulannya. Hal ini tidak lepas dari
kampanye Yuk Nabung Saham (YNS) yang digagas oleh Bursa Efek Indonesia padah
tahun 2015.[9]
YNS sendiri bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran masyarkat (literasi) akan
pentingnya investasi untuk masa depan dan juga menumbuhkan peran investor lokal
dalam ikut serta mensukseskan pembangunan nasional dengan membeli saham-saham
perusahan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.[10]
Gerakan
Yuk Nabung Saham tentu sangat diapresiasi masyarakat Indonesia dengan segala
kemudahan fasilitas yang telah diberikan oleh BEI. Tapi disamping kemudahan
yang telah ditawarkan tersebut tidak sedikit juga yang pada akhirnya
mempertanyakan kehalalan berinvestasi di pasar modal yang pada akhirnya bisa
mengurungkan niatnya untuk menepatkan sejumlah dana yang dimilikinya dipasar
modal.
Padahal
seperti yang kita ketahui bahwa saham merupakan salah satu tujuan investasi di
Indonesia belakangan ini. Saham dipandang sebagai alternatif dengan menjanjikan
return yang begitu menggiurkan dalam 10 tahun belakangan.[11] Tapi dikalangan umat Islam
Indonesia masih banyak yang enggan untuk menempatkan dananya dipasar modal
dengan alasan kepastian hukum kehalalan berinvestasi di pasar modal. Lalu
pertanyaan yang sering muncul dibenak masyarakat muslim di Indonesia adalah
apakah bertransaksi/investasi saham di Bursa Efek Indonesia halal?
Maka
untuk itu, tulisan ini akan mengurai aspek halal bertransaksi di pasar modal
Indonesia sebagai dasar acauan bagi investor saham Syariah untuk bertransaksi
tapi terhindar dari aspek-aspek yang bertentangan dengan konsep syariat Islam
seperti, gharar, riba, najis dan lain sebagainya.
Dari
pemaparan latar belakang di atas penulisan akan mengruaikan bagaimana hukum
berinvestasi dipasar modal dengan produknya yang dinamai saham dalam prespektif
hukum Islam di Indonesia. penelitian ini mencoba menguraikan dan menjawab
kegelisahan para investor muslim mengenai kehalalan berinvestasi di pasar modal.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi
pustaka dengan tujuan penelitian untuk menjelaskan bagaimana hukum berivasi
di pasar modal dalam padangan hukum Islam di Indonesai.
KONSEP
INVESTASI DALAM ISLAM
Kebahagiaan
hidup di dunia dengan kelimpahan harta adalah salah satu tujuan hidup manusia
di dunia.[12]
Dalam Islam kebagaiaan hidup di dunia dengan memiliki kemampuan finsial yang
baik adalah menjadi anjuran bagi para penganutnya. Rasulullah Muhammad SAW
pernah bersabda untuk bersungguh-sungguh dalam bekerja untuk menggapai
kehidupan yang baik di dunia tanpa harus melupakan kehidupan akhirat. Allah
telah mengingatkan kepada kaum muslimin untuk tidak meninggalakn generasi yang
lemah (QS. An-Nisā’: 9) menurut Prof. Dididn Hafidhuddin MS, Guru Besar Agama
Islam IPB bahwa yang dimaksud lemah dalam ayat 9 surah An-Nisā’ tersebut adalah
lemah dalam empath hal dimana salah satunya lemah secara ekonomi (miskin).[13]
Investasi
merupakan bagian dari mu’āmalah yang memiliki pengertian sebagai
kegiatan atau aktivitas penempatan dana/modal pada satu produk investasi dalam
jangka waktu tertentu dengan harapan penempatan modal tersebut dapat bertumbuh
atau mengahsilkan keuntungan (profit). Sedangkan pengertian investasi
dalam pandangan Islam adalah sesagala sesuatu kegiatan penanaman modal yang
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah (maqāsid al-syari’ah).[14]
Ketika
kita menguraikan kegiatan investasi yang sesuai dengan kaidah syariat Islam,
maka sudah menjadi sesuatu yang wajib bagi kita untuk merinci dalil-dalil hukum
baik dari al-Qur’ān maupun al-Hadīs sebagai logika hukum kehalalan
berinvestasi. Berikut ini penulis uraikan beberapa dalil hukum sebagai sandaran
tentang kehalalan berinvestasi:
1. QS
Al-Bāqarah ayat 261
مَثَلُ
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ
اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ
وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Perumpamaan
orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang
menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah
melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha
Mengetahui.
Ayat
ini mengumpamakan bagi orang-orang yang menahan diri untuk tidak menikmati
seketika harta yang dimilikinya dan menyisihkannya dalam bentuk infak maka
Allah akan melipatgandakannya sampai 700 kali lipat dari modal yang ditanamkan
dalam bentuk infak. Menurut Said Ibnu Jābir dalam tafsir Ibnu Kastir mengatakan
bahwa yang dimaksud dengan jalan Allah adalah dalam rangka menambah ketaatan
kepada Allah SWT.[15]
2. Qur’an
Surat Yususf atat 46-49
يُوْسُفُ
اَيُّهَا الصِّدِّيْقُ اَفْتِنَا فِيْ سَبْعِ بَقَرٰتٍ سِمَانٍ يَّأْكُلُهُنَّ
سَبْعٌ عِجَافٌ وَّسَبْعِ سُنْۢبُلٰتٍ خُضْرٍ وَّاُخَرَ يٰبِسٰتٍۙ لَّعَلِّيْٓ
اَرْجِعُ اِلَى النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَعْلَمُوْنَ قَالَ تَزْرَعُوْنَ سَبْعَ
سِنِيْنَ دَاَبًاۚ فَمَا حَصَدْتُّمْ فَذَرُوْهُ فِيْ سُنْۢبُلِهٖٓ اِلَّا
قَلِيْلًا مِّمَّا تَأْكُلُوْنَ ثُمَّ يَأْتِيْ مِنْۢ بَعْدِ ذٰلِكَ سَبْعٌ
شِدَادٌ يَّأْكُلْنَ مَا قَدَّمْتُمْ لَهُنَّ اِلَّا قَلِيْلًا مِّمَّا
تُحْصِنُوْنَ ثُمَّ يَأْتِيْ مِنْۢ بَعْدِ ذٰلِكَ عَامٌ فِيْهِ يُغَاثُ النَّاسُ
وَفِيْهِ يَعْصِرُوْنَ ࣖ
“Yusuf, wahai orang yang sangat dipercaya!
Terangkanlah kepada kami (takwil mimpi) tentang tujuh ekor sapi betina yang
gemuk yang dimakan oleh tujuh (ekor sapi betina) yang kurus, tujuh tangkai
(gandum) yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering agar aku kembali
kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahui.” Dia (Yusuf) berkata,
“Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa;
kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali
sedikit untuk kamu makan. Kemudian setelah
itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit, yang menghabiskan apa
yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari
apa (bibit gandum) yang kamu simpan. Setelah itu akan datang tahun, di
mana manusia diberi hujan (dengan cukup) dan pada masa itu mereka memeras
(anggur).”
Dalam
pandangan ekonomi, ayat diatas diatas diartikan dengan penundaan keinginan,
yakni menyisihkan sesuatu yang kita miliki sekarang untuk digunakan dikemudian
hari, artinya menyiapkan suatu perbekalangan untuk dimasa yang akan datang.[16] “Tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk yang dimakan
oleh tujuh (ekor sapi betina) yang kurus, tujuh tangkai (gandum) yang hijau dan
(tujuh tangkai) lainnya yang kering” diarikan bahwa tidak selamanya kondisi
keuangan kita dalam keadaan yang baik, sehingga untuk mensiasatinya kita
dituntut untuk bias mengatur harta kekayaan yang kita miliki sehingga tidak dihabiskan atau
berpoya-poya dikala kita memiliki kelebihan harta. Akan tetapi diharusnya
memiliki tabungan dalam bentuk investasi untuk dapat menikmati hasilnya
dikemudian hari disaat usaha atau diri kita tidak seproduktif dulu lagi
(pensiun atau disaat genting).[17]
Banyak cara yang dilakukan dalam pengelolaan harta
kekayaan yakni dengan melakukan investasi disektor-sektor yang bertumbuh
seperti investasi pada properti, reksadana Syariah, saham Syariah, logam mulia
dan lain sebagainya.[18] Tentunya investasi dalam
pandangan Islam tidak hanya bersifat keduaniaan saja, akan tetapi investasi
akhirat juga tidak kalah pentingnya dengan investasi didunia, seperti ṣadaqah
jarīyah, ilmu yang bermanfaat serta meninggalkan generasi yang shāleh dan
shālehah sebagai bekal kelak di akhirat.[19]
3. QS
An-Nisā’ ayat 9
وَلْيَخْشَ
الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا
عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا
Dan
hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan
keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan
hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.
Ayat
ini mengisartkan kepad kita untuk membangun kelaurga yang kuat secar lahir dan
baṭin. artinya kita harus mempersiapkan kelaurga yang kuat secara keimanan dan
ketaqwaannya kepad Allah dengan selalu menjalankan apa yang telah diperintahkan
dan menjauhi segala seuatu yang menjadi larangan agama. Disamping itu kita juga
diperintahkan untuk mempersiapkan gernerasi yang kuat secara lahir yakni baik
fisik yang sehat, akal yang cerdas juga kondisi ekonomi yang mumpuni. Investasi
adalah salah satu strategi untuk meningkat kemampuan finansial dikemudian hari,
disampit itu invenstasi merupakan salah satu bentuk rasa syukur kita atas
nikmat Allah yang kita terima dengan tidak menghabiskannya dengan cara-berpoya
dan boros.[20]
4. Qur’an
Surat An-Nisā’ ayat 29
يٰٓاَيُّهَا
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا
اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
Hai
orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas
dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu.
Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.
Ayat
ini menagaskan bahwa dalam bermu’āmalah dilarang menempuh jalan yang batil,
artinya dalam proses investasi tidak dibenarnkan menggunakan cara-cara yang berseberangan
dengan kriteria syariah seperti riba, gharar, maksiat, zhalim, judi,
tipu muslihat (hilah) dan lain sebagainya.[21] Apabila instrument investasi
terdapat nilai-nilai yang dilarang tersebut diatas sudah barang tentu produk
investasi tersebut tidak dibenarkan dalam Islam.
5. QS.
Al-Jumu’ah ayat 10
فَاِذَا
قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ
اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Apabila
salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.
Ayat
ini membrikan isyarat kepada manusia untuk tidak hanya mengejar kehidupan
akhirat saja, tapi juga kehidupan dunia. Dalam menggapai kehidupan dunia tentu
kita harus memperhatikan hal-hal yang boleh dan tidak karena ini akan berakibat
kepada keberkahan harta dunia yang kita dapatkan. Selain itu tidak lupa mengeluarkan
hak-hak orang lain dalam harta yang kita miliki supaya kita termasuk
orang-orang yang beruntung yakni, infak, shādaaqah dan zakatnya.[22]
6. Hadīs
Rasulullah Muhammad SAW yang diriwatyatkan oleh Imam al-Bukhāri
“Bahwasannya
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyerahkan kepada yahudi Khaibar
kebun kurma di Khaibar dan ladangnya supaya mereka bekerja padanya dengan biaya
dari mereka sendiri, dan untuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
setengah dari hasil panennya.”
Hadīs
ini menjelaskan betapa nabi telah memberikan contoh kepada kita tentang
kegiatan investasi yang sama-sama menguntungkan. Dalam hal investasi tentu
tidak boleh merugikan salah satu pihak, baik dari pemodal maupun pengelola
modal harus menganut asas keriḍān satu sama lain.[23] Mengenai ayat-ayat maupun
hadīs-hadīs investasi tentu sangat banyak terkandung dalam al-Qur’ān dan
kitab-kitab hadist yang tidak bisa penulis uraikan semuanya dalam artikel yang
terbatas ini.
SAHAM
SEBAGAI INSTRUMEN INVESTASI YANG HALAL DI INDONESIA
Saham
(stock) meruapakan surat tanda kepemilikan modal pada suatu perusahaan.[24] Pemilik saham disebut
investor yang merupakan pemilik perusahaan. Saham juga dapat diartikan sebagai
perwujudan sertifikat dimana pemilik sertifikat tersebut berhak atas klaim
aktiva suatu perusahaan yang telah melepas sahamnya kepada investor publik.[25]
Investasi
pada instrument saham di Indonesia dilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI)
dengan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).[26] Sebagai bahan acuan transaksi,
BEI telah membuat beberapa pengindeks
sebagai dasar acuan bagi investor dalam bertransaksi. Indeks yang paling
popular di Indonesia adalah IHSG, LQ45, Kompas100, ISSI dan JII. Indeks LQ45
dan Kompas100 merupakan pengindeks semua saham yang masuk dalam kategori
tertentu tanpa harus memandang emiten masuk dalam kategori Syariah, sedangkan
Indeks ISSI dan JII merupakan indeks acuan bagi investor yang mengehendaki
saham-saham yang sesuai dengan ketentuan hukum Islam (syariah).[27]
Pasar
saham di Indonesia terbagai kepada dua kategori saham yang diperdagangkan BEI
yakni saham konvensional (reguler) dan saham syariah. Seperti yang telah
dijelaskan di atas bahwa saham Syariah adalah surat berharga dalam bentuk saham
yang diperjual belikan di Bursa Efek Indonesia yang tidak bertentang dengan
prinsip-prinsip dalam agama Islam.[28] tidak semua emiten yang
diperdangankan di BEI masuk dalam kategori saham Syariah. Saham syariah yang
dapat diperjual belikan harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh
DSN MUI Bersama dengan OJK.
Berbicara
aspek legal (halal) berinvestaasi pada saham di Indonesia maka pikiran kita
akan terarah kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang merupakan lembaga
independent yang berfungi untuk mengayomi kepentingan umat Islam melalui
fatwa-fatwanya[29].
Setidaknya ada 2 Fatwa dari 14 Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI yang berhubungan
dengan pasar modal, tapi dalam tulisan ini peneulis hanya akan memfokuskan
kepada dua fatwa saja yang langsung dengan saham syariah. Pertama, Fatwa
DSN-MUI No. 40 Tahun 2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan
Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal. Kedua, Fatwa DSN-MUI No. 80 Tahun 2011
tentang Penerapan Prinsip Shariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat
Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.
1. Fatwa
DSN-MUI No. 80 Tahun 2011
Fatwa
ini mengatur tentang penerapan prinsip Syariah dalam melakukan transaksi efek
bersifat ekuitas di pasar regular bursa efek yang ditetapkan di Jakarta pada
tanggal 8 Maret 2011 M/3 Rabi’ul Akhir 1432 H. Fatwa ini memuat 5 poin aturan.
Poin pertama adalah ketentuan umum yang memuat ketentuan-ketentuan umum yang
menyangkut pasar modal. Poin kedua menjelaskan tentang ketentuan hukum. Dalam
poin ini MUI menjelaskan tentang kebolehan melakukan perdagangan efek bersifat
ekuitas di pasar modal dengan ketentuan harus mengacu kepada ketentuan khusus
dalam fatwa ini. Poin ketiga menjelaskan tentang ketentuan khusus, dimana yang
dimaksud dengan ketentuan khusus dalam fatwa ini mengatur tentang perdagangan
efek, mekanisme perdagangan efek dan tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip
syariah. Poin ke empat mengatur tentang peneyelesaian perselisihan, dimana
dalam point ini dijelaskan bahwa penyelesaian terkait persengketaan sebagaimana
yang diatur dalam fatwa ini akan diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat
dan poin kelima adalah penutup.
2. Fatwa
DSN-MUI No: 40 Tahun 2003
Fatwa
ini mengatur tentang pasar modal dan pedoman umum penerapan prinsip Syariah di
bidang pasar modal yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Oktober 2003 M/16
Sya’ban 1423 H. Fatwa ini memuat tujuh bab dan delapan pasal. Bab 1-8 memuat
aturan tentang ketentuan umum, prinsip-prinsip Syariah bidang pasar modal,
emiten yang menerbitkan efek Syariah, kriteria dan jenis efek Syariah,
transaksi efek, harga pasar wajar, pelaporan dan keterbukaan informasi dan
ketentuan penutup.
Selain
dua fatwa di atas, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah mengeluarkan
rangkain aturan mengenai transaksi efek syarih di pasar modal Indonesia, sperti
POJKNo.15/POJK.04/2015 tentang Penerapan prinsip Syariah di Pasar Modal.
POJKNo.17/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Syariah Berupa
Saham oleh Emiten Syariah atau Perusahaan Publik Syariah. POJKNo.53/POJK.04/2015
tentang akad yang Digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal.
Peraturan Nomor II.K.1: Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah. Dari dua
fatwa dan peraturan OJK tersebut maka dapat kita uraikan kedalam beberapa bab
penjelsan mengenai transaksi saham Syariah di pasar modal Indonesia sebagai
berikut:
PRINSIP-PRINSIP SAHAM SYARIAH
Saham Syariah merupakan sekumpulan saham-saham dari perusahaan (emiten) yang masuk dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang diperjual belikan di Bursa Efek Indonsia.[30] Mengacu kepada Fatwa DSN-MUI No: 40/2003 pasal 2 ayat (1) dan (2) dijelaskan mengenai prinsip-prinsip saham Syariah yakni “Pasar Modal beserta seluruh mekanisme kegiatannya terutama mengenai emiten, jenis Efek yang diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya dipandang telah sesuai dengan Syariah. Suatu Efek dipandang telah memenuhi prinsip-prinsip syariah apabila telah memperoleh Pernyataan Kesesuaian Syariah”.
Dari proses seleksi saham yang dilakukan tersebut dapat disimpulkan bahwa saham yang masuk dalam kategori saham syariah adalah apabila suatu saham yang diterbitkan oleh perusahaan publik (Tbk) yang menyebutkan secara jelas dalam AD/ART perusahaan sebagai perusahaan Syariah dan perusahaa publik yang tidak dengan nyata menjelaskan dalam AD/ART sebagai perusahaan Syariah tapi dalam kegiatan menjalankan usahanya tidak memproduksi produk-produk yang bertentangan dengan prinsip Syariah.[31]
Kegiatan transaksi di dalam pasar
modal terutama terkait dengan perusahaan yang tercatat di bursa, jenis-jenis
efek yang ditrasaksikan serta mekanisme transaksinya telah sesuai dan tidak
bertentangan dengan prinsip Syariah. Efek diperjual belikan pada BEI dianggap
telah sesuai prinsip Syariah jika telah mendapat kesesuai Syariah yang
ditetapkan oleh DSN MUI bersama-sama dengan OJK.[32] Kumpulan
efek yang telah sesuai dengan Syariah tersebut akan direview kembali selama dua
kali dalam setahun.
Berikut adalah prinsip pasar modal yang sesuai
dengan ketentuan Syariah:
1.
Kegiatan
penempatan dana investasi dapat dilakukan pada suatu perusahaan apabila aset
dan kegiatan usahanya dilakukan pada usah yang halal, jelas dan bermanfaat.
2.
Uang
merupakan pertukaran nilai yang dapat dilakukan dalam transaski pada pasar
modal. Jika pemilik uang (investor) menvistasikan modalnya pada suatu
perusahaan Syariah maka investor akan mendapatkan keuntungan bagi hasil dari
perusahaan tersebut. Keuntungannya bisa dalam bentuk capital gain maupun
deviden.
3.
Dalam
melakukan transasksi pada pasar modal Syariah diharuskan menggunakan akad yang
jelas antara pemodal (investor) dengan pengusaha, disamping itu keberadaan
usaha (emiten) juga harus jelas keberadaanya.
4.
Pemilik
modal (investor) dan perusahaan (penerima modal) tidak dibolehkan mengambil
resiko melebihi kemampuannya masing-masing (maisir) karena akan
menimbulakn kerugian pada salah satu pihak.
5.
Kedaua
belah pihak investor dan emiten harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
menjalankan kegiatan usahanya hal ini untuk menghidaru kejadian-kejadian yang
buruk akibat kelalaian para pihak dalam menjalankan bsinisnya.[33]
Dari
pasal 2 Fatwa DSN-MUI No: 40/2003 dapat dikelompokkan kepada dua kategori umum mengenai
prinsip dasar saham Syariah yakni kegiatan yang bertentangan dengan prinsp
Syariah dan transaksi yang bertentangan dengan prinsip Syariah.
a. Kegiatan
usaha yang bertentangan dengan prinsp Syariah
Dalam
ketentuan saham syaraih, emiten yang masuk dalam kategori Syariah adalah emiten
yang secara nyata menjelaskan dalam anggaran dasar dan anggran rumah tangga
(AD/ART) bahwa perusahaan tersebut meruapak perusahaan Syariah dan emiten yang
bergerak dalam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang
ditetapkan berdasarkan peraturan OJK No. 35/2017.[34] Selain dari jenis perusahaan
tersebut maka otomatis tidak masuk dalam kategori saham Syariah. Adapun
ketentuan-ketentuan yang dikatakan bertentangan dengan prinsip Syariah dalam
saham Syariah adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan
yang terkait dengan perjudian (maisir) yakni industri atau perusahaan
yang terlibat dalam kegiata perjudian atau kasino;
2. Perusahaan
yang bergerak dalam bidang jasa keuangan ribawi seperti bank konvensional,
teknologi finansial (fintek) konvensional dan leasing konvensional;
3. Gharar yaitu
akad jual beli yang tidak memiliki kepastian, baik secara kualitas, kuantitas
dan waktu penyerahan objek akadnya. Seperti jual beli produk-produk asuransi.
4. Usaha
yang memproduksi, medistribusikan dan/atau menyediakan barang-barang sebagai
berikut:
a) Barang-barang
yang haram secara zatnya (li-dzatīhi) seperi minuman keras (khamar)
dan daging babi;
b) Barang-barang
yang tidak haram secara zatnya (li-ghairi dzatīhi) seperti rumah potong
hewan sapi, kambing, ayam dimana proses penyembelihannya tidak sesuai dengan
ketentuan syariat Islam;
c) Barang-barang
yang dapat mengakibatkan kerusakan ahlak bagi masyarakat, seperti perusahaan
penyedia rokok dan pornografi.[35]
Dari ketentuan
diatas kita mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kriteria saham syariah
adalah saham-sahan dari perusahaan yang menjalankan usaha tidak mengandung
unsur perjuadian (maisir), aset maupun modal usaha tidak bersumber dari
keuangan yang berbasis bunga (riba), aqad jual beli hasil dari produksi
usaha menggunakan aqad yang jelas (pasti) bukan akad gharar/ketidakpastian
serta perusahaan yang tidak memproduksi barang-barang yang diharamkan dan
barang-barang yang dapat merusak moral masyarakat (konsumen).
b. Transaksi
yang bertentangan dengan prinsip Syariah
Melakukan
transaksi saham syariah di pasar modal Indonesia sekarang bukanlah sesuatu yang
sulit di jaman sekarang ini. Hal ini karena di BEI sekarang ini sudah terdapat Shariah
Online Trading System (SOTS) yang dikembangkan oleh anggota bursa (broker)
dan telah mendapatkan sertifikasi dari MUI.[36] Data yang dirilis distus idx
Syariah pada waktu artikel ini ditulis sudah terdapat 15 anggota bursa yang
sudah memiliki SOTS dan tersertifikasi oleh MUI.[37]
Dalam
melakukan transaksi saham Syariah setiap investor tentunya harus menggunakan
aplikasi SOTS. Transaski dapat dilakukan setelah membuka rekening saham Syariah
terlebih dahulu pada perusahaan sekuritas yang memiliki produk Syariah. Seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa saat ini terdapat 15 perusahaan
sekuritas yang telah menyediakan produk saham Syariah seperti indopremier
sekuritas, BNI sekuritas, Mirae Aset Sekuritas, Mandiri sekuritas dan
lain-lain. Adapun keunggulan dari SOTS tersebut adalah:
1. Investor
hanya bisa mentrasaksikan saham-saham syariah yang terdapat dalam Daftar Efek
Syariah (DES)
2. Tidak
terdapat fasilitas dana margin (margin trading)
3. Tidak
bisa menggunakan short selling yakni menjual barang yang belum dimiliki.
4. Laporan
kepemilikan saham pada portofolio dipisah dengan kepemilikan uang cash
investor.[38]
Lalu
kita akan membahas megenai transaksi yang dilarang dalam saham syariah.
Mengenai larangan transaksi saham yang tidak sesuai dengan ketentuan syariah terdapat
dalam Fatwa DSN MUI No. 80 Tahun 2011. Adapun transaksi-transaksi yang dilarang
berkaitan dengan jual-beli saham dipasar modal adalah sebagai berikut:
1. Melakukan
transaksi dipasar modal dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand)
yang semu (palsu).[39] Transaki semu ini dilarang
karena dapat menjadi sebab kerugian bagi orang lain atau istilah fiqih
Mu’āmalat dikenal dengan sebutan taghrir
yang
berarti bencana, akibat dan bahaya. Jual beli semu dipandang berbahaya karena mengandung
kebohongan mengai bid dan offer. Adapun tujuan dari pihak yang
melaukan transaksi semu ini adalah supaya menarik perhatian dari pelaku pasar
untuk dapat bertransaksi pada suatu saham tertentu atau dalam bahasa
sederhananya adalah jebakan saham. dalam fatwa DSN-MUI transaski ini disebut
dengan istilah Wash sale yakini transaksi yang dilakukan tapi
sebenarnya tidak merubah kepemilikan barang sama sekali (beneficiary of
ownership). Tujuan selanjutnya dari transaski semu ini adalah untuk
pembentukan harga, baik harga naik, turun maupun harga tetap dari hari
sebelumnya dan juga untuk memberi kesan bahwa saham tersebut liquid
karena aktif diperjual belikan oleh pelaku pasar (re-arrange trade).[40]
2. Transaki
yang mengandung tadlīs, yakni transaski yang dilakukan dengan
menutup-nutupi kecacatan objek aqad.[41] Dalam pasar modal transaski
seperti ini biasanya dilakukan oleh orang-orang anggota bursa dikarenakan
mereka mendapatkan informasi terkait akan adanya pembelian/penjualan saham
dalam jumlah besar oleh nasabahnya sehingga mereka melakukan tarnsaski
beli/jual pada suatu saham tertentu (Front Running) tujuannya tentu untuk mendapatkan
keuntungan (gain) ataupun mengurangi resiko kerugian.
3. Transaksi
dengan menyebarkan informasi palsu atau hoax (Misleading information)
tansaksi seperti ini juga masuk dalam kategori tadlīs.[42]
4.
Transaski Pump and Dump yaitu transaksi yang membuat
naiknya suatu saham tanpa didasari apapun secara fundamental dari emiten
tersebut. Naiknya saham pada transaski Pump and Dump disebebkan adanya aksi
beli dengan jumlah yang cukup besar dengan tujuan mengangkat harga saham,
setelah kenaikan mencapai level yang di inginkan, pelaku Pump and Dump
melaukukan penjualan dalam skala yang besar pula sehingga membuat saham
turun kembali.[43] Tujuannya untuk mendapatkan keuntungan
dalam waktu singkat dengan menjual saham yang dimiliki pada waktu harga sedang
naik. Transaski seperti ini masuk dalam kategori bai’ najasy.
5.
Transaksi Hype and Dump yang
juga termasuk dalam ketegori bai’ najasy, yaitu transaksi yang membuat
suatu harga saham naik (uptrand) yang didasari oleh adanya informasi positif
mengenai emiten tapi informasi positif tersebut tidak benar (hoax).[44]
Setelah harga naik tinggi orang-orang yang melakukan transaski Pump and Dump akan
melakukan penjualan sahamnya dalam jumlah besar sehingga harga saham
tersebut turun drastis. Istilah seperti ini dikenal pelaku pasar sebagi saham
gorengan.
6. Melakukan/memasang
permintaan atau penawaran yang palsu (fake demand/supply) tujuannya untuk membuat opini
bahwa saham tersebut aktif diperjual belikan (pencitraan) sehingga para
pelaku pasar tertarik untuk melakukan transaksi pada saham tersebut. Transaksi
dengan menggunakan cara fake
demand/supply ini termasuk dalam kategori bai’ najasy.
7. Transaski
dengan menggunakan pendekatan ikhtīkar yakni melakukan pembelian barang
yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat besar dan menimbunnya, sehingga barang
tersebut langka dipasaran. Dalam parkatek jual beli saham hal ini dikenal
sebagai pooling interest yakni transaksi pembelian suatu saham tertentu
baik disertai dengan pergerakan naik, turun maupun stagnan. Biasanya tarnsaski
seperti ini dilakukan hanya oleh orang-orang tertentu saja, baik order buy
pada bid maupun order sell pada offer. Tujuan
tarnsaksi ini hanya untuk membuat kesan bahwa saham tersebut terlihat liquid
dipasaran. Transaksi hariannya cenderung sama pada suatu periode
perdagangan dan pada saatnya harga dan transaski hariannya meningkat drastis
dari harga dan volume transaksi sebelumnya. Tujuan dari pelaku Pooling
interest ini untuk melakukan penjualan ataupun akumulasi saham-saham yang
diinginkan supaya pergerakan saham tersebut bisa dijadikan sebagai tolak ukur
oleh pelaku pasar (benchmark).
8.
Transaski yang juga masuk dalam
kategori ikhtīkar adalah cornering yakni suatu taransaksi pada
saham dimana porsi kepemilikan publiknya sangat terbatas. Dalam praktek
transaksi cornering ini,
pemilik saham mayoritas melakukan penawaran (supply) semu dengan tujuan supaya harga
saham tersebut turun pada pagi hari (sesi I), dengan demikian memancing para
pelaku pasar (trader) untuk melakukan tarnsaksi short selling tapi pada sore
harinya (sesi II) harga saham diangkat kembali oleh pemilik saham moyoritas
sehingga para traders short selling mengalami kerugian karena diharuskan untuk
membeli kembali sahamnya dengan harga yang lebih tinggi.[45]
9. Transasksi
dengan menggunakan pola Ghisysy yakini jual beli tadlīs dengan menyebutkan keunggulan
barang tanpa menjelaskan kekurangan barang tersebut kepada pembeli.[46]
Dalam praktek jual beli saham di pasr modal istilah seperti ini kita kenal
dengan marking at the close atau pengaturan harga pada saat penutupan
pasar. Para pelaku marking at the
close akan mengatur harga dengan cara melakukan order buy terhadapa saham
yang turun pada penutupan sehingga saham tersebut ditutup dalam keadaan naik
bila dibandingnya dengan penutupan hari sebelumnya dan begitu juga sebaliknya.
Yang kedua tarnsaksi yang juga masuk dalam kategori ghisysy adalah alternate
trade yakni tarnsaksi yang dilakukan oleh sekelompok orang baik order
buy pada bid maupun order sell pada offer hanya
dilakukan oleh orang-orang tersebut secar bergantian, tujuannya supaya saham
tersebut terlihat liquid dipsaran.
10. Transaksi dengan menggunakan motede ghabn fahisy
yakni transaski dengan melakukan penawaran barang jauh dibawah harga pasar.[47]
Transaksi dalam pasar saham yang menggunakan informasi orang dalam (insider trading)
adalah transaksi yang termasuk dalam kategori ghabn fahisy dan haram
hukumnya dalam Islam. transasksi ghabn fahisy menggunakan informasi coporet
action (rencana perusahaan) suatu emiten yang belum di informasikan kepada
publik untuk melakukan akumulasi saham dalam jumlah yang besar sehingga ketika
informasi tersebut sampai kepada masyarakat pelaku ghabn fahisy bisa
menjualnya karena harga dipastikan sudah naik dari harga pembeliannya.
11. Jual
beli dengan mengunnakan unsur-unsur ribawi. Dalam pasar modal jual beli
seperti ini kita dapati dalam transaksi margin trading yaitu pembelian
terhadap saham dengan menggunakan dana talangan/pinjaman dari sekuritas pada
jangka waktu tertentu dan disertai dengan bunga pada saat pengembalian pinjaman
tersebut.[48]
12.
Transaksi terhadap saham yang belum dimiliki
(short selling). short selling adalah transaksi dengan
cara meminjam terlebih dahulu sejumlah saham dari perusahaan sekuritas untuk
menjualnya dipasar disaat harga sedang naik, nanti setelah harga turun dia
melakukan pembelian kembali terhadap sejumlah saham yang telah dijualnya
tersebut untuk dikembalikan lagi kepada pemilik saham (sekuritas). Selisih dari
penjualan dan pembelian tersebut akan menjadi keuntungan bali pelaku short
selling. Dalam Islam paraktek jual beli seperti ini kita kenal dengan sebutan bai’
al-ma’dum yakni jual beli terhadap objek akad yang tidak ada pada waktu
transasksi dan parktek jual beli bai’ al-madum ini haram hukumnya.[49]
SCREANING SAHAM SYARIAH
Proses
screening saham syariah dilakukan untuk menentukan saham-saham yang tidak
bertentangan dengan kriteria syariah di pasar modal. Proses screaning ini dilakukan Oleh OJK bersama-sama
dengan DSN-MUI. Saham-saham yang terpilih memenuhi kriteria Syariah akan
dimasukkan dalam Daftar Efek Syariah (DES).[50] Daftar Efek Syariah akan
dilakukan review/pembaharuan selama 6 bulan sekali yakni pada bulan Juni dan
Desember setiap tahunnya. Artinya penghuni DES akan selalu berubah di setiap
periodenya, ada yang dikeluarkan dan ada juga yang dimasukkan dalam Daftar Efek
Syariah.[51]
Lalu apa
saja yang menjadi kriteria atau syarat suapaya suatu emiten (saham)
dapat dimasukkan dalam Daftar Efek Syariah? Sesui dengan ketentuan Fatwa DSN
MUI No. 40 tahun 2003 dijelaskan kriteria saham syariah adalah perusahaan-perusahaan
yang tidak bergerak dalam perjudian dan sejenisnya, perdagangan yang dilarang,
jasa keungan yang mengandung unsur riba, perusahaan yang mengandung
unsur jual beli gharar dan maisir, perusahaan yang memproduksi
barang-barang yang haram menurut ketentuan syariat Islam dan barang-barang yang
dapat merusak moral masyarakat, serta transaksi yang menggunakan penyuapan (riswah).
Inilah kriteria saham-saham syariah kalau dilihat dari jenis usahanya (business
screening).
Sedangkan
pemilihan saham yang sesuai dengan kriteria syariah berdasarkan dari kesehatan
keungan perusahaan (Financial screening) adalah total utang perusahaan (debt to equity ratio) yang berbasis bunga (riba)
bila dibandingkan dengan total aset tidak melebihi dari 45% sedangkan
pendapatan non-halal perusahaan bila dibandingkan dengan total semua
pendapatan todak boleh melebihi dari 10%.
Saham-saham
yang telah terpilih sesuai dengan kriteria syariah dan masuk dalam Daftar Efek
Syariah akan dikelompokkan kedalam tiga indkes saham syariah yang terdapat di
Bursa Efek Indonesia. Ketiga pengindeks tersebut adalah Indeks Saham Syariah
Indonesia (ISSI), Jakarta Islamic Indeks (JII) dan Jakarta Islamic Indeks 70
(JII70).
1. Indeks Saham Syariah Indonesia
(ISSI)
Indeks Saham Syariah
Indonesia (ISSI) telah ada di BEI sejak pertengahan tahun 2011. Saham-saham
yang masuk dalam indeks ISSI ini adalah seluruh dari saham Syariah yang
terdapat dalam Daftar Efek Syariah yang diterbitkan oleh OJK secara periodik 6
bulan sekali.[54]
2. Jakarta
Islamic Index (JII)
JII berada di pasar
modal Indonesia pada tahun 2000 tepatnya pada tanggal 3 Juli. Saham-saham yang
tergabung dalam indeks ini hanyalah terdiri dari 30 saham Syariah yang terdapat
dalam DES. Ke-30 saham JII adalah saham-saham yang paling liquid
ditransaksikan di Bursa Efek Indonesia. Konstituen JII juga akan dilakukan
pembaharua/review secara periodic pada bulan Mei dan November setiap tahunnya.[55]
Adapaun kriteria liquiditas saham JII adalah sebagai berikut:
A.
Saham syariah yang masuk dalam indeks JII adalah saham
ISSI yang sudah tercatat paling tidak selam 6 bulan terakhir.
B.
Dipilih sebanyak 60 saham dari ISSI yang diurutkan
berdasarkan kapitalisasi pasar paling tinggi selama 1 tahun peride pasar
terakhir.
C.
Dari 60 saham tersebut kemudian dipilih sejumlah 30
saham yang berdasarkan kepada rata-rata nilai transaski harian di pasar regular
paling tinggi.
D.
30 saham inilah yang akan menjadi penghuni JII.
3.
Jakarta Islamic Index 70
(JII70)
Jakarta Islamic Index 70 (JII70 Index) merupakan salah
satu indeks saham syariah yang diluncurkan BEI pada tanggal 17 Mei 2018. Perusahaan-perusahaan
yang masuk dalam JII70 adalah 70 saham Syariah yang paling liquid yang
tercatat pada Bursa Efek Indonesia. Indeks JII juga dilakukan pembaharuan selam
dua kali dalam setahun yakni pada bulan Mei dan November setiap tahunnya.
Adapun kriteria liquiditas yang digunakan untuk menetukan daftar peserta
indeks JII70 adalah sebagai berikut:
A.
Saham syariah yang masuk dalam indeks JII70 adalah
saham ISSI yang sudah tercatat paling tidak selam 6 bulan terakhir.
B.
Kemudian dipilih sebanyak 150 dari ISSI yang dirutkan
berdasarkan rata-rata kapitalisasi pasar dari perusahaan selam satu tahun
terakhir.
C.
Dari 150 saham perusahaan tersebut kemudian dipilih 70
saham yang diurutkan berdasarkan rata-rata nilai transaksi harian yang paling
tinggi di pasar regular.
D.
Ke-70 saham tersebutlah yang akan menjadi penghuni
dari indeks JII70.
Demikanlah tiga pengindeks saham
Syariah di Indonesia, sehingga para pelaku pasar Syariah tidak mmendapatkan
kesulitan lagi untuk menentukan saham-saham seperti apa yang akan hendak
dijadikan sebagai instrument investasi, karena secara kapitalsisi perusahaan
telah dikelompokkan ke dalam indeks saham Syariah yakni ISII, JII dan JII70.
KESIMPULAN
Bertransaksi
saham di Indonesia baik sebagai investor maupun traders bila kita
mengacu kepada Fatwa DSN MUI di atas bukanlah sesuatu perbuatan tercela atau
haram, selama transaksi tersebut mengikuti ketentuan-ketentuan saham mana yang
boleh ditaransaksikan dan saham apa yang tidak boleh karena bbertentangan
dengan prinsip Syariah (maqāsidu al-syari’ah). Dalam bertransaski saham
di pasar modal paling tidak kita harus mengetahui apa yang kita beli, artinya
sebelum membeli kita harus menganalisa baik secara fundamental maupun teknikal
suatu emiten sebelum melakukan pembelian. Hal ini tentu sesuai dengan kriteria
dari fatwa tersebut yang mengharuskan setiap pelaku pasar menggunakan prinsip
kehati-hatian dalam melakukan transaksi di pasar modal. Jangan samapi membeli
saham tapi tidak mengetahui kondisi riil dari perusahaan tersebut (spekulan)
karena tindakan seperti masuk dalam taransaksi gharar yang dilarang
dalam Islam. Dalam
transaksi di pasr modal paling tidak kita memiliki tiga prinsip berikut ini
sebagai bentuk kehati-hatian kita terhadap saham yang kita koleksi.
1.
Lakukan diversifikkasi terhadap asset kita, artinya jangan hanya
memfokuskan kepada satu jenis saham saja (Don’t
put your eggs in one basket), tapi bagilah kepada beberapa jenis usaha
diportofolio kita. Seperti membeli saham-saham yang mmasuk dalam sektor
consumer good, property, meaning dan lain-lain.
2.
Belilah saham-saham yang kita ketahui (Buy
what you know) mengenai kelangsungan usahanya. Jangan menjadi spekulan dipasar modal (gambling).
Saham merupakan investasi yang menjanjikan keuntungan (return) yang
besar bila dibandingkan dengan instrument investasi lainnya, tapi keuntungan
yang besar juga berbanding lurus dengan kerugiannya, makanya ketahui apa yang
akan kita beli (know what you buy).
3. Sesuai
dengan prinsip ekonomi, belilah disaat harganya selagi murah dan jual kemudain
disaat harganya sudah naik (buy low, sell high). Maka untuk itu
tarnsaksi saham juga membutuhkan waktu, artinya tidak ada yang langsung
tiba-tiba untung. Maka pastikan dana yang dibelikan ke saham bukanlah dana yang
dibutuhkan dalam waktu dekat atau dana darurat, karena kita tidak tahu kapan
saham yang kita beli akan menghasilkan keuntungan.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Buku
Ad-Dimasyqi, Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir, Tafsir
Ibnu Katsir Juz 3 (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2003)
Pratomo, Eko Priyo, Reksa dana: solusi perencanaan
investasi di era modern (Jakarta: Gramedia Pustaka utama, 2009)
Seomitra, Andri, Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqh Muamalah
di Lembaga Keuangan dan Bisnis Kontemporer (Jakarta: Prenadamedia Grup,
2019).
Ali Geno Berutu, Pasar Modal Syariah Indoneisa: Konsep dan Produk (Salatiga: LP2M IAIN Salatiga Press, 2020)
Label: saham syariah
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar disini
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda