Rabu, 16 Februari 2022

EFEKTIVITAS PENEGAKAN HUKUM (2)

Tulisan Ini adalah bagian dari buku saya yang sudah diterbitkan pada tahun 2020

Silahkan copy judul dibawah ini untuk dijadikan daftar pustaka/footnote

Ali Geno Berutu, Formalisasi Syariat Islam Aceh dalam tatanan Politik Nasional (Banyumas: CV. Pena Persada, 2020), hal 28-49 


B.    Faktor Penegak Hukum

Pada elemen kedua yang menentukan efektif atau tidaknya kinerja hukum adalah aparat penegak hukum. Dalam hubungan ini dikehendaki adanya aparatur yang handal, sehingga aparat tersebut dapat melakukan tugasnya dengan baik. Kehandalan dalam kaitannya disini adalah meliputi keterampilan profesional dan mempunyai mental yang baik, sebagaimana pendapat J. E. Sahetapy yang mengatakan bahwa:


“Dalam rangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebijakan. Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Dalam kerangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegakan hukum (inklusif manusianya) keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, harus terasa dan terlihat, harus diaktualisasikan”.

 

Penegakan hukum pada prinsipnya harus dapat memberi manfaat atau berdaya guna (utility) bagi masyarakat, namun di samping itu masyarakat juga mengharapkan adanya penegakan hukum untuk mencapai suatu keadilan. Dalam pelaksanaan penegakan hukum, keadilan harus diperhatikan, namun hukum itu tidak identik dengan keadilan, hukum itu bersifat umum, mengikat setiap orang dan bersifat menyamaratakan. Setiap orang yang mencuri harus di hukum tanpa membeda-bedakan siapa yang mencuri. Sebaliknya keadilan bersifat subjektif, individualistis dan tidak menyamaratakan.  Adil bagi seseorang belum tentu dirasakan adil bagi orang lain.


Penegakan hukum sebenarnya telah dimulai ketika peraturan perundang-undang dirumuskan oleh badan legislatif. Setiap norma hukum dalam bentuk apapun pasti akan memihak kepada nilai-nilai tertentu yang dianggap mulia. Nilai-nilai yang dianggap mulia tersebut sama, karena menurut nilai yang mulia tersebut terdapat dalam hukum alam. Kurang baiknya kondisi undang-undang merupakan salah satu faktor timbulnya kejahatan, namun dikemukakan pula adanya faktor lain yang mempengaruhi yaitu pelaksanaan undang-undang yang tidak konsekuen dan sikap atau tindak tanduk penegak hukum.


Para penegak hukum tidak hanya berpatokan dari substansi norma hukum formil yang ada dalam undang-undang (law in book), karena hal tesebut dapat mencederai rasa keadilan di dalam masyarakat. Seyogyanya penegakan hukum harus bertitik – tolak pada hukum yang hidup (living law). Dengan kata lain para penegak hukum harus memperhatikan budaya hukum (legal culture)  di tengah-tengah masyarakat guna untuk memahami sikap, kepercayaan, nilai dan harapan serta pemikiran masyarakat terhadap hukum dalam sistem hukum yang berlaku.

Ruang lingkup istilah penegak hukum sangat luas sekali, dalam tulisan ini yang dimaksudkan dengan penegak hukum dibatasi pada kalangan yang secara langsung berkecimpung di dalam bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement, akan tetapi juga peace maintenance, kiranya sudah dapat diduga bahwa kalangan tersebut adalah mereka yang bertugas di bidang-bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian, pengacara dan pemasyarakatan.

Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi-institusi penegak hukum dan apara penegaknya, dalam arti sempit aparatur penegak hukum yang terlibat tegaknya hukum tersebut dimulai dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim dan petugas-petugas sipir lembaga pemasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau perannya, yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana.

Menurut Jimly Asshiddiqie dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum setidaknnya dipengaruhi oleh tiga elemen penting yaitu:

1.     Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya;

2.     Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya;

3.     Perangkat peraturan yang mendukung, baik kinerja kelembagaannya maupun yang mengatur materil hukum yang dijadikan sebagai standar kerja, baik hukum materilnya maupun hukum acaranaya.

Upaya penegakan hukum secara sistemik haruslah memperhatikan ketiga aspek di atas secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dapat berjalan dengan baik  dan dapat diwujudkan secara nyata. Pengertian hukum yang memadai seharusnya tidak hanya memandang hukum sebagai suatu perangkat kaidah dan azas-azas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tetapi juga harus mencakup lembaga (institutions) dan proses (process) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum dalam kenyataan.

Selaras dengan pendapat Jimly di atas Hikmanto Juwanto juga berpendapat bahwa pelaksanaan hukum akan melemah apabila hukum dijadikan sebagai komoditas politik, dilaksankan secara diskriminatif, sehingga perlu dilakukan pembenahan dari berbagai aspek yang meliputi institusi penegak hukum, kesejahteraan penegak hukum dan memperbaiki subtansi hukum dengan kehidupan masyarakat, karena penegakan hukum merupakan faktor penting dalam kehidupan hukum dalam bernegara.

Sementara itu Soerjono Soekanto mengatakan bahwa masalah yang berpengaruh terhadap efektivitas hukum tertulis ditinjau dari segi aparat akan tergantung pada hal berikut:

1.     Sampai sejauh mana petugas terikat oleh peraturan-peraturan yang ada;

2.     Sampai batas mana petugas diperkenankan memberikan kebijaksanaan;

3.     Teladan macam apa yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada masyarakat;

4.     Sampai sejauh mana derajat sinkronisasi penugasan-penugasan yang diberikan kepada petugas, sehingga memberikan batas-batas yang tegas pada wewenangnya.

Noet dan Selznick menegaskan bahwa seorang penguasa (otoritas penegak hukum) yang dapat mengeluarkan atau membuat aturan-aturan sebagai sarana kekuasaannya, tetapi perlu di ingat bahwa kekuasaan empirik tidak bisa dipaksa untuk sesuai dengan keinginan sipembuat hukum, dia akan menambah kredibilitas dan aturan-aturan tersebut mendapat legitimasi serta menarik kemauan secara sukarela. Apabila senyatanya aturan tersebut adil, merasa terikat oleh aturan tersebut dan yang sangat penting penyelenggaraan peradilan tidak berpihak termasuk kepada aparat penegak hukum sekalipun dengan berbagai kepentingannya, kecuali menerapkan aturan dan berpihak kepada keadilan sosial.

Menurut Daniel S. Lev yang paling menentukan dalam proses hukum adalah konsepsi dan struktur kekuasaan politik, bahwa hukum sedikit banyak selalu merupakan alat politik, tempat hukum dalam negara tergangtung pada keseimbangan politik, defenisi kekuasaan, evolusi idiologi politik, ekonomi, sosial, dan seterusnya.

C.    Faktor Sarana atau Fasilitas

Sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual. Menuru Soerjono Soekanto patokan efektivitas elemen-elemen tertentu dari prasarana, dimana prasarana tersebut harus secara jelas memang menjadi bagian yang memberikan kontribusi untuk kelancaran tugas-tugas aparat di tempat atau lokasi kerjanya. Adapun elemen-elemen tersebut adalah sebagai berikut:

1.     Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik;

2.     Prasarana yang belum ada perlu diadakan dengan memperhitungkan angka waktu pengadaannya;

3.     Prasarana yang kurang perlu segera dilengkapi;

4.     Prasarana yang rusak perlu segera diperbaiki;

5.     Prasarana yang macet perlu segera dilancarkan fungsinya;

6.     Prasarana yang mengalami kemunduran fungsi perlu ditingkatkan lagi fungsinya.

D.    Faktor Masyarakat

Satu hal yang perlu di ingat bahwa proses bekerjanya hukum dalam masyarakat tidak terlepas dari keberadaan hukum itu sendiri dalam sistem sosial yang lebih luas. Prosedur penegakan hukum tidak terlepas dari faktor-faktor sosial – kultural tempat hukum itu hendak diberlakukan.

Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut. Warga negara (masyarakat) memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum, disisi lain warga masyarakat juga berkewajiban mematuhi hukum sepanjang dalam proses perbuatan hukum tersebut masyarakat dilibatkan secara aktif. Sehingga adanya hukum dengan segala peraturan organik dan seperangkat sanksinya diketahui, dimaknai dan disetujui masyarakat dan hukum di jadikan sebagai kesedapan hidup.

Harold J. Laksi menyatakan bahwa warga negara berkewajiban menegakkan hukum, jika hukum itu memuaskan rasa keadilan. Ada tiga bentuk masyarakat diantaranya:

a.           Masyarakat teratur yakni masyarakat yang di atur dengan tujuan tertentu;

b.           Masyarakat teratur yang terjadi dengan sendirinya karena persamaan kepentingan;

c.           Masyarakat tidak teratur, yang terjadi dengan sendirinya tanpa dibentuk.

Sementara itu Chambliss dan Seidman membuat perbedaan mengenai masyarakat menjadi dua model: Pertama, model masyarakat yang berdasarkan pada basis kesepakatan akan nilai-nilai (value concensus). Masyarakat yang demikian akan sedikit mengenal adanya konflik-konflik atau tegangan di dalamnya sebagai akibat dari adanya kesepakatan mengenai nilai-nilai yang menjadi landasan kehidupannya. Tidak terdapat perbedaan diantara anggota masyarakat mengenai apa yang seharusnya diterima sebagai nilai-nilai yang harus dipertahankan di dalam masyarakat. Dalam hubungan ini maka berdirinya masyarakat bertumpu pada kesepakatan di antara para warganya.

Kedua, model masyarakat konflik, model ini berlawanan dengan model masyarakat yang pertama, dimana berdirinya masyarakat bertumpu kepada kesepakatan warganya, sedangkan pada model masyarakat yang kedua ini masyarakat di lihat sebagai suatu perhubungan dimana sebagian warganya mengalami tekanan-tekanan oleh warga yang lainnya. Nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat konflik berbeda dengan nilai-nilai dalam masyarakat yang bertumpu kepada kesepakatan, sehingga keadaan ini akan tercermin dalam pembuatan hukumnya.

Ada dua fungsi yang dapat di jalankan oleh hukum di dalam masyarakat. Pertama, sebagai sarana kontrol sosial dan kedua, sebagai sarana untuk melakukan social engineering. Proses engineering dengan hukum ini oleh Chambliss dan Seidman dibayangkan (efektivitas menanamkan kekuatan yang menentang unsur-unsur baru) dari masyarakat. Proses perkembangan kecepatan menanam unsur-unsur yang baru. Perubahan-perubahan yang di kehendaki itu apabila berhasil pada akhirnya akan melembaga sebagai pola-pola tingkah laku yang baru di masyarakat.

Berdasarkan fungsi hukum, baik sebagai sarana rekayasa sosial maupun sebagai sarana kontrol sosial, maka setiap peraturan diciptakan untuk dijalankan sesuai dengan tujuan dan makna yang dikandungnya. Warga masyarakat (individu) sebagai pihak yang dituju oleh suatu peraturan wajib dengan lapang hati dan penuh pengertian pada hukum tersebut.

Adanya peraturan-peraturan hukum dan lembaga-lembaga serta aparat penegak hukum yang dilengkapi dengan sarana dan fasilitas yang diperlukan tanpa didukung oleh kesadaran warga masyarakat sebagai individu anggota masyarakat, hukum akan mengalami banyak hambatan dalam penerapannya. Karena perilaku individu bermacam-macam serta mempunyai kepentingan yang berbeda. Dalam suatu masyarakat yang pluralistik, penyimpangan yang dilakukan seseorang menjadi kebiasaan bagi lainnya. Dalam keadaan demikian diperlukan kontrol sosial, dalam arti mengendalikan tingkah laku warga masyarakat yang pluralistik, penyimpangan yang dilakukan seseorang menjadi kebiasaan bagi lainnya. Dalam keadaan demikian diperlukan kontrol sosial, dalam arti mengendalikan tingkah laku warga masyarakat agar tetap konform dengan norma yang selalu dijalankan berdasarkan kekuatan sanksi.

Ewick dan Sylbey merumuskan bahwa kesadaran hukum mengacu kepada cara-cara dimana orang-orang memahami hukum dan institusi-institusi hukum, yaitu pemahaman-pemahaman yang memberikan makna kepada pengalaman dan tindakan orang-orang. Bagi Ewick dan Sylbey kesadaran hukum terbentuk dalam tindakan,  karenanya merupakan persoalan praktik untuk dikaji secara empiris, dengan kata lain, kesadaran hukum adalah persoalan hukum sebagai perilaku dan bukan hukum sebagai aturan norma atau asas. Achmad Ali menyatakan kesadaran hukum, ketaatan hukum dan efektifitas hukum adalah tiga unsur yang saling berhubungan, sering orang mencampur adukkan antara kesadaran hukum dan ketaatan hukum, padahal kedua hal itu meskipun sangat erat hubungannya namun tetap tidak persis sama, kedua unsur itu memang sangat menentukan efektif atau tidaknya pelaksanaan hukum dan perundang-undangan di dalam masyarakat.

E.    Faktor Budaya Hukum

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai hasil dari karya, rasa dan cipta masyarakat, di dalam rasa termasuk semua unsur yang merupakan hasil ekspresi dari jiwa manusia yang hidup sebagai warga masyarakat. Selanjutnya cipta merupakan kemampuan mental dan kemampuan berfikir dari orang-orang yang hidup bermasyarakat yang menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan baik yang berwujud teori murni maupun yang telah di susun untuk langsung diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat.

Adapun budaya hukum, Hilman Hadikusuma menjelaskan bahwa budaya hukum adalah adanya tanggapan yang sama dari masyarakat tertentu terhadap gejala-gejala hukum. Tanggapan tersebut merupakan kesatuan pandangan terhadap nilai-nilai dan perilaku hukum, jadi menurut Hilman, budaya hukum menunjukkan tentang pola perilaku individu sebagai anggota masyarakat yang menggambarkan tanggapan (orientasi) yang sama terhadap kehidupan yang dihayati masyarakat bersangkutan. Budaya hukum bukan meruapakan budaya pribadi, melainkan budaya menyeluruh dari masyarakat tertentu sebagai suatu kesatuan sikap dan perilaku.

Nilai-nilai sosial dan budaya serta kaidah-kaidah yang terhimpun dalam lembaga kemasyarakatan pada hakekatnya merupakah rules for the game of life. Dengan demikian maka lembaga-lembaga kemasyarakatan seyogiyanya memenuhi kebutuhan-kebutuhan warga masyarakat akan pedoman bagi tingkahlakunya. Maka lembaga-lembaga kemasyarakatan berisikan nilai-nilai sosial dan budaya serta kaidah-kaidah yang melembaga dan bahkan menjiwai warga-warga masyarakat. Namun demikian lembaga-lembaga kemasyarakatan tidaklah identik dengan nilai-nilai sosial dan budaya, lembaga-lembaga kemasyarakatan sifatnya lebih khusus dikarenakan adanya kemungkinan bahwa suatu nilai sosial dan budaya tertentu dapat dikemukakan pada pelbagai lembaga kemasyarakatan.

Esmi Warassih mengatakan bahwa peranan kultur hukum dalam penegakan hukum sangatlah penting dan sangat sering berhubungan dengan faktor-faktor non – hukum, sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:

“Penegakan hukum hendaknya tidak dilihat sebagai suatu yang berdiri sendiri, melainkan selalu berada diantara berbagai fakor (interchange). Dalam konteks yang demikian titik tolak pemahaman terhadap hukum tidak sekedar sebagai suatu “rumusan hitam-putih” yang ditetapkan dalam berbagai peraturan per-undang-undangan. Hukum hendaknya dilihat sebagai suatu gejala yang dapat diamati di dalam masyarakat, antara lain melalui tingkah laku warga masyarakat. Artinya, titik perhatian harus ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dengan faktor-faktor non-hukum lainnya, terutama faktor nilai dan sikap serta pandangan masyarakat yang selanjutnya disebut dengan kultur hukum”.

Budaya hukum masyarakat dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal muncul karena ada dorongan tertentu baik yang bersifat positif maupun negatif. Dorongan positif dapat muncul karena adanya rangsangan yang positif yang menyebabkan seseorang tergerak untuk melakukan sesuatu yang bersifat positif. Sedangkan yang bersifat negatif dapat muncul karena adanya rangsangan yang sifatnya negatif seperti perlakuan tidak adil dan sebagainya. Sedangkan dorongan yang sifatnya eksternal karena adanya semacam tekanan dari luar yang mengharuskan atau bersifat memaksa agar warga masyarakat tunduk kepada hukum.

Pada takaran umum, keharusan warga masyarakat untuk tunduk dan menaati hukum disebabkan karena adanya sanksi (punishment)  yang menimbulkan rasa takut atau tidak nyaman sehingga lebih memilih taat hukum daripada melakukan pelanggaran yang pada gilirannya dapat menyusahkan mereka, motivasi ini biasanya bersifat sementara atau hanya temporer.

Sehubungan dengan persoalan efektivitas hukum, pengidentikkan hukum tidak hanya dengan unsur paksaan eksternal namun juga dengan proses pengadilan. Ancaman dan paksaanpun merupakan unsur yang mutlak ada agar suatu kaidah dapat dikategorikan sebagai hukum. Maka tentu saja unsur paksaan inipun erat kaitannya dengan efektif atau tidaknya suatu ketentuan atau aturan hukum. Jika suatu aturan hukum tidak efektif. Salah satu pertanyaan yang dapat muncul adalah apa yang terjadi dengan ancaman paksaannya? Mungkin tidak efektifnya hukum karena ancaman paksaannya kurang berat, mungkin juga karena ancaman paksaan itu tidak terkomunikasi secara memadai pada warga masyarakat.

Membicarakan tentang efektivitas hukum berarti membicarakan daya kerja hukum itu dalam mengatur dan atau memaksa masyarakat untuk taat terhadap hukum, hukum dapat efektif  jika faktor-faktor yang mempengaruhi hukum tersebut dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya. Ukuran efektif atau tidaknya suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dilihat dari perilaku masyarakat, suatu hukum atau peraturan perundang-undangan akan efektif apabila warga masyarakat berperilaku sesuai dengan yang diharapkan atau dikehendaki oleh  peraturan perundang-undangan tersebut, karena faktor-faktor yang menghambat efektivitas hukum tidak hanya datang dari para penegaknya saja (polisi, jaksa, hakim dll.) akan tetapi juga dapat dipengaruhi oleh budaya hukum dalam masyarakat dimana hukum itu diberlakukan.



[1] Ali Geno Berutu, Formalisasi Syariat Islam Aceh dalam tatanan Politik Nasional (Banyumas: CV. Pena Persada, 2020), hal 28-49 

BACA JUGA

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar disini

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda