PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM SEJAK ZAMAN PURBAKALA HINGGA SAAT INI
PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM SEJAK ZAMAN PURBAKALA HINGGA SAAT INI
Oleh: Ali Geno Berutu
l. ZAMAN PURBAKALA.
1.
MASA YUNANI
a. Masa pra sokrates (± 500 S.M)
Dimulai
dengan masa pra-Socrates (disebut demikian oleh karena para filsuf pada masa
itu tidak dipengaruhi oleh filsuf besar socrates).boleh dikatakan filsafat
hukum belun berkembang,alasan utama karena para filsuf masa ini memutuskan perhatianya
kepada alam semesta,yaitu yang menjadi masalah bagi mereka tentang bagaimana
terjadinya alam semesta ini.Mereka berusaha mencari apa yang menjadi inti alam.Filsuf
Thales yang hidup pada tahun 624 –
548 S.M. mengemukakan bahwa alam semesta terjadi dari air.
Anaximandros mengatakan bahwa inti alam itu adalah suatu jat yang tidak tentu
sifat-sifatnya yang disebut to apeiron.Anaxsimenes berpendapaat sumber dari
alam semesta adalah uadara.Sedangkan Pitagoras
yang hidup sekitar 532 S.M.bilangan sebagai dasar segala-galanya.[1]
Filsuf
lainya yang memberikan perhatian kepada terjadinya alam adalah Heraklitos,ia mengatakan bahwa alam
semesta ini terjadi dari api.Dia mengemukakan suatu slogan yang terkenal hingga saat ini,yaitu Pantarei yang berarti semua mengalir.Ini berarti bahwa segala
sesuatu yang terjadi di dunia ini tidak henti-hentinya berubah.
Dari
sekian sekian filsuf alam tersebut diatas .Pitagoras
menyinggung sepintas tentang salah satu isi alam semesta.Tiap manusia itu
memiliki jiwa yang selalu berada dalam peroses Katharsis,yaitu pembersihan diri.setiap kali jiwa memasuki tubuh
manusia ,maka manusia harus melakukan pembersihan diri agar jiwa tadi dapat
masuk kedalam kebahagiaan.Jika dinilai tidak cukup untuk melakukan katharis jiwa itu akan memasuki lagi
tubuh manusia yang lain.pandangan Pitagoras
diatas penting dalam kaitanya dengan mulai disinggungnya manusia sebagai objek
filsafat.Sebab sebagaimana telah disinggung dimuka,hanya dengan kaitan manusia
ini,pembicaraan akan sampai kepada hukum.
Beberapa
penulis sejarah filsafat hukum mengungkapakan bahwa Socrateslah yang pertama-tama memberikan perhatian sepenuhnya
kepada manusia .Ia berfilsafat tentang manusia sampai kepada segala
seginya.Diperkirakan filsafat hukum lahir pada masa ini,kemudian mencapai
puncakanya melalui tangan para filsuf besar lainya.hanya dalam hal ini perlu
diperhatikan bahwa perkembangan filsafat hukum pada kedua masa tersebut agak
berbeda dengan situasi lingkungan yang menyebabanya.
Kaum
Sofis yang lahir apada abad lima dan permulaan abad keempat sebelum Masehi
menekankan perbedaan antara alam (Phisis)dan
konvensi (nomos)[2].Hukum
mereka masukkan kedalam kategori terakhir karena menurutnya hukum adalah hasil
karya cipta manusia (Hukum invention)
dan menjustifikasi (membenarkan)
kepatuhan terhadap hukum sjauh memajukan keuntungan bagi yang bersangkutan.Pada
masa ini masalah filsafat hukum yang penting untuk pertama kalinya dirumuskan
meski gagasan tentang hukum keadilan,agama,kebiasaan,dan moralitas untuk
sebagian besar tidak didefenisikan.Mulai ada usaha-usaha untuk merumuskan hukum dalam defenisi formal.Alcibiades (Xenophon, Memorabilis 1,2)mengatakan
pada Pericles bahwa tidak ada
seorangpun yang patut menerima pujian kecuali jika ia mengetahui apa suatu (aturan) hukum itu.Pericles menjawab bahwa aturan hukum adalah apa yang disetujui dan
diputuskan (enacted) oleh mayoritas
dalam dewan.Kepatuhan yang diperoleh hanya dengan paksaan (Compulsion) kekuatan saja dan bukan hukum,sekalipun aturan hukum
itu diperlakukan oleh kekuasaan yang sah (Souvereign
power) dalam negara.
b. Masa Socrates, Plato dan Aristoteles
Socrates
(469-399 SM) menurut para penulis filsafat hukum yang mengungkapkan bahwa orang
pertama atau peletak dasar pemikiran tentang manusia.Ia berfilsafat tentang
manusia sampai kepada segala seginya,sehingga filsafat hukum dimulai pada masa
ini,kemudian mencapai puncaknya sesudah socrates.socrates memandang bahwa tugas
utama negara adalah mendidik warganya dalam keutamaanya,taat kepada hukum
negara baik yang yertulis maupun yang tidak tertulis. Keadilan menjadi jiwa
dari pemikiran hukum baik pada Plato (427-347 SM) maupun Aristoteles.Plato
percaya bahwa menegakkan keadilan harus menjadi tujuan negara.Karena itu,hukum
dan keadilan menempati kedudukan sentral dalam politik.Keadilan dan hukum yang
adil itulah yang menjadi titik tolak dan sekali gus tujuan dari karyanya,yaitu Republic.Dalam dialog panjang antara
Socrates dengan Glaucon,Polemarchus,Ademantus,Niceratus,dan yang lain.Plato
menekankan pentingnya membedakan tindakan yang adil dari tindakan yang tidak
adil, manusia yang adil dari manusia yang tidak adil (Plato, 1968:Book One).
Keadilan
bagi Plato menjadi penting bukan karena membawa manfaat praktis yang dipahami
kaum sofis.Keadilan merupakan keutamaan atau ideal yang bernilai dalam dirinya
sendiri.Dengan demikian berbuat adil adalah perbuatan yang baik.Menolak
undang-undang yang diskriminatif,dan
dengan itu membela keadilan,merupakan tindakan yang baik yang harus dilakukan
tanpa harus bertanya apakah subjek mendapat manfaat praktis dari itu atau
tidak.Dengan kata lain,keadilan merupakan nilai yang harus dibela tanpa harus
dilihat apakah pemembelaan terhadap keadilan secara konkret memberi manfaat bagi
pembelanya atau tidak.Singkatnya keadilan pantas untuk dibela karena bertindak
adil itu baik,dan sebalikknya tidak baik.Karena dalam dirinya sendiri baik maka
keadilan harus menjadi watak manusia.Orang baik adalah orang yang mampu
bertindak adil.[3]
Dengan
demikian,keadilan merupakan nilai moral yang menentukan kualitas keperibadian
manusia.itulah sebabnya negara dimana manusia hidup dan berkembang,menurut
Plato juga harus dibangun diiatas pondasi keadilan.Dalam karyanya ,Repulic,Plato menyebut negara idealnya
dengan nama “The city of Justtice”.Dalam
negara seperti itu setiap masyarakat harus berkontribusi bagi tegaknya republik
keadilan dengan menjalankan tugasnyan masing-masing secara konsekuen dan dengan
penuh disiplin .Plato lalu membagi masyarakat kedalam tiga kelompok: (1)
Pemimpin (2) Kesatria (3) Petani dan pedagang.Kelompok pertama bertugas
memimpin negara karena mereka dipercaya memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan
yang memadai untuk memimpin secara adil.Kelompok kesatria bertugas membela negara
.Untuk menjadi pembela profesional ,mereka harus dijauhkan dari hak milik
peribadi ,termasuk tidak diperkenankan memiliki istri dan anak .mereka hanya
diperkenankan memiliki hal tertentu sejauh itu perlu untuk mendukung tugas profesionalnya dalam membela negara.Sementara
kelompok ketiga yaitu petani dan pedagang,bekerja untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi seluruh anggota masyarakat.Supaya menjalankan tugasnya dengan baik
,kelompok ketiga ini tidak diberi peluang untuk memimpin negara.Keadilan
ditegakan apabila setiap kelompok berfungsi sesuai dengan tugas pokoknya
masing-masing (Plato 1968: Book Six).
Aristoteles,murid
Plato,meneruskan jejak gurunya menekankan tentang pentingnya hukum dan
ketertiban dalam politik.Melalui karyanya Politicsm
Aristoteles menekankan pentingnya polis dalam
kehidupan manusia (Aristotle, 1998: Book ll, Chp. 1, 2, 4; Book lll,Chp.
16;Book lV, Chp.1). Memahami manusia sebagai political animals,Aristoles menandang penting untuk menata hidup
manusia melalui hukum dan konstitusi yang ideal.Hanya melalui kehidupan dalam polis yang dikelola dengan berpedoman
pada konstitusi yang adil ,manusia
mencapai kebahagiaan (eudaimonia)
yang menjadi tujuan utama hidup manusia .Karena itu bagi aristoteles apa yang
disebut sebagai hukum adalah tatanan atau tertib.Hukum yang baik merupakan
tatanan yang baik.Itu berarti bahwa hukum harus
mendorong manusia mencapai kebahagiaan.[4]
Dengan
demikian hukum bagi aristoteles bukan sekedar konvensi yang bertujuan praktis.Masyarakat dalam arti sesungguhnya menurut
Aristoteles tidak melihat hukum sekedar alat bagi manfaat praktis.Karena itu
dengan menempatkan kebahagiaan sebagai tujuan hukum,Aristoteles menegaskan
bahwa hukum memiliki tujuan yang luhur,lebih sekedar kepentingan alat untuk
mengelola kekuasaan,mengatur lalu lintas, menghukum pelaku kejahatan, atau
memaksa warga negara membayar pajak,misalnya.Pemenuhan tujuan praktis seperti
ini menjadi tidak bermakna ketika dengan itu manusia tidak mengalami
kebahagiaan.Karena itu demi kebahagiaan
hukum dan konstitusi harus adil.
Dengan
demikian,keadilan bagi Aristoteles pertama-tama bukan konsep hukum melainkkan
konsep moral yang menjadi jiwa konstitusi.Tuntunan
bahwa konstitusi harus adil bagi Aristoteles
menjadi penting karena masyarakat polis
pada ghalib pluralistik (Aristoteles,
1998:Book ll, Chp. 1).Aristoteles percaya bahwa melalui konstitusi yang adil,polis atau negara kota (yang pada dasarnya berwatak pluralistik) dapat dibangun menjadi
suatu kesatuan sebagimana layaknya keluarga yang secara moral terikat sebagai
satu kesatuan.Konstitusi yang adil
menjadi penting,karena negara kota sebagai suatu kesatuan terdiri atas
individu-individu yang bebas dan setara,yang masing-masingnya tentu saja
memiliki kepentingan yang berbeda-beda.Konstitusi
menjamin bahwa kepentingan semua pihak dapat terakomodasi secara adil.[5]
c. Masa Stoa
Stoa
mengembangkan suatu pendapat tentang hukum kodrat dengan menerima suatu
pengertian “Hukum kesusilaan alami” (natuuralijke
zedewet) menurut ajaran ini ada satu hukum kesusilaan alamiah, ketuhanan
yang menpunyai kekuasaan untuk memerintahkan yang baik dan menghalang-halangi
apa yang bertentangan denganya.Dalam hukum kodratlah letaknya perbedaan antara
apa yang baik dan apa yang jahat.Dalam hal ini “kodrat” dan “hukum”
dianggap sama.[6]
Stoa
berpendapat bahwa hukum alam ini tidak tergantung dari orang,selalu berlaku dan
tidak dapat diubah.Hukum alam ini merupakan dasar dari adanya hukum
positif.Selain itu,ia berpendapat bahwa hukum positif dari suatu masyarakatalah
setandar tentang apa yang adil,bahkan bila hukum tersebut diterima secara adil
akan mewujudkan ketentraman[7].
2.
MASA ROMAWI (ABAD III SM – ABAD V SM)
Pada
masa Romawi,perkembangan filsafat hukum tidak segemilang pada masa Yunani,hal
ini disebabkan para ahli pikir lebih banayk mencurahkan perhatianya kepada
masalah bagaimana hendak menpertahankan ketertiban dikawasan kekaisaran Romawi
yang sangat luas itu.Para filsuf dituntut memikirkan bagaimana caranya
memerintah Romawi sebagai kerajaan dunia .Namun demikian ahli-ahli pikir seperti
Polibius, Cicereo, Seneca, Marcus,aurelius. Banyak memberikan sumbangan penting
pada perkembangan pemikiran hukum yang pengaruhnya masih tanpak hingga jaman
moderen sekarang ini.[8]
a. Masa Cicero (106 – 43 SM)
Filsafat hukum Cicero dalam esensinya
bersifat Stoa.ia menolak bahwa hukum positif dari suatu masyarakat (tertulis atau kebiasaan) adalah stantar tentang apa yang
adil,bahkan jika hukum tersebut diterima secara adil,ia juga tidak menerima
utilitas semata-mata adalah standar : keadilan itu satu hukum,yaitu mengikat
semua masyarakat manusia dan bertumpu diatas satu hukum,yaitu akal budi yang
benar diterapkan untuk memerintah dan melarang (Deligibus l, 15)
Menurut
Cicero hukum terwujud dalam suatu hukum yang almiah yang mengatur,baik alam
maupun hidup manusia.Oleh karena itu filsafat hukum Cicero dalam esensinya
mengemukakan konsepsi tentang persamaan (equality)
semua manusia dibawah hukum alam.
b. Masa St.Agustine
Filssafat hukum yang dikembangkan oleh
St.Agustine adalah doktrin hukum dan konsep hukum yang bersumber dari ajaran
kristen katolik.Ia berpendapat bahwa hukum adalah berasaskan dari
kemauan-kemauan pencipta manusia yang berlaku secara alimi dan bersifat universal.[9]
ll.ABAD
PERTENGAHAN
a. Masa Gelap (The dark ages)
Masa ini dimulai dengan runtuhnya
kekaisaran Romawi akibat serangan bangsa lain yang dianggap terbelakang datang
dari utara.[10]
Abad pertengahan merupakan abad yang khas,yang ditandai dengan suatu pandangan
hidup manusia yang merasa dirinya tidak berarti tanpa adanya tuhan.selama abad
pertengahan tolak ukur setiap pemikiran orang adalah kepercayaan bahwa aturan semesta
alam telah diciptakan oleh Allah sang pencipta.sesuai dengan kepercayaan
itu,hukum pertama-tama dipandang sebagai suatu aturan yang datangnya dari
Allah. Oleh karena itu,untuk membentuk hukum positif manusia hanya ikut
mengatur hidup,sebab,hukum yang ditetapkanya harus dicocokkan dengan aturan
yang telah ada,yaitu sesuai dengan aturan-aturan agama. Hukum yang dibentuk
mempunyai akar dalam agama,baik secara langsung maupun tidak langsung.Menurut
agama kristiani hukum berhubungan dengan wahyu secara tidak langsung (Agustinus,
Thomas Aquines),yaitu hukum yang dibuat manusia,disusun dibawah inspirasi agama
dan wahyu.Sementara paham dalam agama islam hukum berhubungan dengan wahyu secra
langsung (Al-Syaf’i dan lain-lain),sehingga hukum agama islam dipandang sebagai
wahyu (Syari’ah).[11]
b.Masa Scholastik
Pada
masa ini terjadi peralihan,dalam alam pikiran yunani terdapat empat aliran
pikiran yang besar,yaitu Plato, Aristoteles, Stoa dan Epicurus.Sebagai akibat
dan perbedaan pendapat pertentangan-pertentangan serta perselisihan dikalangan
aliran-aliran ini, telah lahir ajaran baru yang disebut Ecletisisme.setelah ini, muncul masa lain yang dikenal dalam dunia
filsafat sebagai masa Neo Platonisme
dengan Platinus sebagai tokoh besar.Filsuf ini yang mula-mula membangun suatu
tata filsafat yang bersifat ketuhanan. Menurut pendapatnya ,tuhan itu hakikat
satu-satunya yang paling utama dan luhur yang merupakan sumber dari
segala-galanya.Dengan dasar dari filsafat Plato yang mengajarkan orang harus
berusaha mencapai pengetahuan yang sejati.Maka Platinus mengatakan bahwa kita
harus berikhtiar melihat tuhan.Sebab melihat tuhan itu tidak hanya dapat
melalui berpikir saja,tetapi harus dengan jalan beribadah.Pandangan ini membuka
jalan untuk mengembangkan ajaran kristen dalam filsafat Neo Platonisme lahir di Alexandria
sebagai tempat pertemuan antara filsafat yunani dengan agama kristen.
Hukum
alam tidak lagi dipandang sebagai hukum rasionalitas
alam semesta yang impersonal,tetapi diintegrasikan kedalam suatu teologi
dari suatu tuhan yang personal dan kreeatif.Greja juga telah mengkristalkan
gagasan tentang jus dividum sebagai
suatu jenis hukum yang jelas bersama tiga hukum yang lain,yang diakui oleh para
yuris,sementara hubungan antara hukum Musa, Injil dan hukum alam muncul sebagai
masalah khusus.
Ill.ZAMAN RENAISANCE
Abad
pertengahan, yang merupakan abad yang khas, yang ditandai dengan suatu
pandangan hidup manusia yang merasa dirinya tidak berarti tanpa tuhan, dimana
kekuasaan gereja begitu besarnya mempengaruhi segala kehidupan,akhirnya berlalu
dan muncul suatu zaman baru yang disebut zaman Renaisance.Zaman ini ditandai dengan tidak terikatnya lagi alam
pikiran manusia dari ikatan-ikatan keagamaan,manusia menemukan kembali
kepribadianya.[12]
Akibat dari perubahan ini, terjadi perubahan yang tajam dalam segi kehidupan
manusia,perkembangan teghnologi yang sangat pesat,berdirinya negara-negra
baru,ditemukanya dunia-dunia baru, lahirnya segala macam ilmu-ilmu baru dan
sebagainya.Semua itu hanya akan terjadi oleh karena adanya kebebasan dari pada
individu untuk menggunakan akal pikiranya tanpa adanya rasa takut.[13]
Pada
zaman ini perhatian pertama-tama diarahkan kepada manusia ,sehingga manusia
menjadi titik tolak pemikiran .Hal ini tidak berarti bahwa sikap religius pada
orang-orang zaman ini hilang,melainkan sikap hidup religius terpisah dengan
kehidupan lainya.[14]
Dizaman inilah para filsuf pada umumnya memisahkan urusan yang berkaitan agama
dengan non agama, yang bisa disebut dengan adanya dikotomi antar urusan dunia
dengan urusan akhirat.[15]
Jean
Bodin menekankan bahwa hukum tidak lain dari perintah orang yang berdaulat
(raja) didalam menjalankan kedaulatnnya.Namun, kekuasan raja tidaklah melampaui
hukum alam yang didekritkan tuhan.Bodin tidak membenarkan bahwa akal yang benar
mempertaruhkan hukum alam dengan hukum positif dan kebiasaan.Bodin
mengungkapakan bahwa, kebiasaan memperoleh kekuatan hukum pada pengesahan oleh
penguasa secara tidak diam-diam.[16]
lV.ZAMAN BARU
Filsuf
hukum yang paling terkenal pada abad tujuh belas adalahThomas Hobbes (1588 -
1679) memutuskan tradisi hukum alam yang mengandung banyak kontraversi.Ia
banyak menggunakan siatilah “hak alamiah”
(law of nature) dan akal benar (right reason). Namun, yang pertama
baginya adalah kemerdekaan yang tiap orang miliki untuk menggunakan kekuasaan
(kekuatan)-nya sendiri menurut kehendaknya sendiri,demi preservasi hakikatnya
sendiri,yang berarti kehidupanya sendiri.Kedua adalah asas-asas kepentingan
sendiri yang sering didefinisikan dengan kondisi alamiah dari ummat
manusia.Ketiga,kondisi alamiah dari ummat manusia adalah peperangan abadi yang
didalamnya tidak ada standar perilaku yang berlaku umum.
Langkah
yang krusial dari teori Hobbes adalah pengidentifikasian masyarakat dengan
masyarakat yang terorganisasikan secara politik,dan keadilan dengan hukum
positif.Kaidah-kaidah hukum adalah perintah dari penguasa (the sovereign), para anggota suatu masyarakat mengevaluasi
kebenaran dan keadilan dari perilaku mereka, dengan mereferensi pada perintah-perintah
yang demikian. Namun Hobbes juga mengatakan,walaupun penguasa tidak dapat
melakukan suatu ketidak adilan,ia dapat saja melakukan suatu kelaliman (iniquity).
V.ZAMAN MODEREN
Walaupun
sebelumnya unsur logika manusia sangat berperan dalam perkembangan pemikiran
hukum, namun dirasakan bahwa filsafat hukum dinilai kurang berkembang sebagai
akibat adanya gerakan kodifikasi yang ada,yang pada mulanya orang kurang
memberikan perhatian terhadap masalah-masalah keadilan.Baru setelah banyak
dirasakan kepincangan dalam kodifikasi-kodifisi karena berubahnya nilai-nilai
yang menyangkut keadilan dalam masyarakat,membangkitkan kembali orang-orang yang
mencari keadilan melalui filsafat hukum.Namun demikian pada masa kini ada
tendensi peralihan,yaitu yang tadinya filsafat hukum adalah filsafat hukum dari
masa filsuf,kini beralih kepada filsafat hukum dari para ahli hukum.
Rudolf
von Jhering (1818 - 1892) menolak teori Hegel,karena Hegel menganggap hukum
sebagai ekspresi dari kemauan umum (general
will) dan tidak mampu melihat bahwa faktor-faktor utilitaritis dan kepentingan-kepentingan menentukan eksistensi
hukum.Jhering juga menolak bahwa anggapan hukum adalah ekspresi kekuatan
spontan dari alam bawah sadar (subconscious
forcess) seperti yang dikatakan Savigny,karena Savigny tidak dapat melihat
peranan dari perjuangan secara sadar untuk melindungi
kepentingan-kepentingan.Namun, seperti juga para hegelian,Jhering menganut
orientasi kultural yang luas.kontribusi
Jhering adalah keyakinanya bahwa penomena hukum tidak dapat dipahami tanpa
pemahaman sistematik terhadap tujuan-tujuan yang telah menimbulkan (penomena
hukum),studi tentang tujuan-tujuan itu yang berakar dalam kehidupan sosial,
yang tanpa itu tidak akan mungkin ada aturan-aturan hukum.Tidak ada tujuan
berarti tidak ada kemauan.[17]
GAMBARAN UMUM SEJARAH
PERKEMBANGAN FILSAFAT
1.ZAMAN PURBAKALA
A. Masa Yunani Masa Pra Sokrates (± 500 SM)
Masa Sokrates, Plato dan Aristoteles
Masa Stoa
B. Masa Romawi Cicereo
St.Agustine
Scholastik
3.ZAMAN
RENAISANCE
4.ZAMAN
BARU
5.ZAMAN
MODEREN
ENDNOTE :
[1] Lebih
lanjut lihat I.R. Putjawijatna,halaman 23 dan seterusnya
[1] Disadur
oleh B.arief Sidharta dari MP.Golding.Philosophy
of Law,terdapat dalam encyclopedia of philosophy (Paul
Edward,ed) vol.6 1972.p 254-263
[1] Andre
ata ujan,Filsafat Hukum,Pustaka
Filsafat,Kanisius,2009.h38
[1] Andre
ata ujan,Filsafat Hukum,Pustaka
Filsafat,Kanisius,2009.h38
[1] Andre
ata ujan,Filsafat Hukum,Pustaka
Filsafat,Kanisius,2009.h38
[1]Mr.Soetiksno,filsafat Hukum bagian kedua.Jakarta:Pradnya
Paramita,1998.halaman 14
[1] Zainuddin
Ali.Filsafat Hukum.jakarta: sinar
Grafika.halaman 13
[1] Lili
Rasjidi.Dasar-dasar filsafat dan teori Hukum.Bandung:Aaditiya
Bakti .2007.halaman.19
[1] Lihat,Carl
Joachim Friedrick, The philosophy of law:
In Historical Perspective. (chicago:the University Press,1958), halaman. 35
[1] Lili
Rasjidi.Dasar-dasar filsafat dan teori Hukum.Bandung:
Aditiya Bakti .2007.halaman 21
[1] Lihat,
Theo Huijbers,Filasaf Hukum dalam
Lintasan Sejarah.Yogyakarta: Kanisius.1995.halaman. 19
[1] Lihat
Jacob Burckhardt: Civilization of the
Renaisance in Italy, diterjemahkan oleh S.G.C. Middlemore,halaman 100 dan
226
[1] Lili
Rasjidi.Dasar-dasar filsafat dan teori
Hukum.Bandung:Aaditiya Bakti .2007.halaman.24
[1] Lihat,
Theo Huijbres,Filsafat Hukum dalam
lintasa Sejarah, op. Cit., halaman 51.
[1] Zainuddin
Ali.Filsafat Hukum.jakarta: sinar
Grafika.halaman 15
[1] Lihat
Lili Rasydi,op,cit.,hlm 26
[1] Lili
Rasjidi.Dasar-dasar filsafat dan teori Hukum.Bandung:
Aaditiya bakti .2007.halaman.31
Daftar
Pustaka
Rasjidi,Lili
dan Rasjidi,Ira Thania.Dsasr-dasar
filsafat dan teori Hukum,Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007.
Ali,Zainuddin.Filsafat Hukum,Jakarta: Sinar Grafika,
2006.
Soetikano,MR.Filsafat Hukum bagian 2,Jakarta: Pradnya
Paramita, 2008.
Ujan,Andre
Ata,Filsafa Hukum,Yogyakarta: Kanisius,
2009.
Darmodiharjo,Darji
dan shidarta,Pokok-pokok filsafat
Hukum,Apa dan bagaimana filsafat hukum di Indonesia,Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2008.
[1] Lebih
lanjut lihat I.R. Putjawijatna,halaman 23 dan seterusnya
[2] Disadur
oleh B.arief Sidharta dari MP.Golding.Philosophy
of Law,terdapat dalam encyclopedia of philosophy (Paul
Edward,ed) vol.6 1972.p 254-263
[3] Andre
ata ujan,Filsafat Hukum,Pustaka
Filsafat,Kanisius,2009.h38
[4] Andre
ata ujan,Filsafat Hukum,Pustaka
Filsafat,Kanisius,2009.h38
[5] Andre
ata ujan,Filsafat Hukum,Pustaka
Filsafat,Kanisius,2009.h38
[6]Mr.Soetiksno,filsafat Hukum bagian kedua.Jakarta:Pradnya
Paramita,1998.halaman 14
[7] Zainuddin
Ali.Filsafat Hukum.jakarta: sinar
Grafika.halaman 13
[8] Lili
Rasjidi.Dasar-dasar filsafat dan teori Hukum.Bandung:Aaditiya
Bakti .2007.halaman.19
[9] Lihat,Carl
Joachim Friedrick, The philosophy of law:
In Historical Perspective. (chicago:the University Press,1958), halaman. 35
[10] Lili
Rasjidi.Dasar-dasar filsafat dan teori Hukum.Bandung:
Aditiya Bakti .2007.halaman 21
[11] Lihat,
Theo Huijbers,Filasaf Hukum dalam
Lintasan Sejarah.Yogyakarta: Kanisius.1995.halaman. 19
[12] Lihat
Jacob Burckhardt: Civilization of the
Renaisance in Italy, diterjemahkan oleh S.G.C. Middlemore,halaman 100 dan
226
[13] Lili
Rasjidi.Dasar-dasar filsafat dan teori
Hukum.Bandung:Aaditiya Bakti .2007.halaman.24
[14] Lihat,
Theo Huijbres,Filsafat Hukum dalam
lintasa Sejarah, op. Cit., halaman 51.
[15] Zainuddin
Ali.Filsafat Hukum.jakarta: sinar
Grafika.halaman 15
[16] Lihat
Lili Rasydi,op,cit.,hlm 26
[17] Lili
Rasjidi.Dasar-dasar filsafat dan teori Hukum.Bandung:
Aaditiya bakti .2007.halaman.31
Label: HUKUM
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar disini
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda