FILSAFAT HUKUM
A.
Pendahuluan
Dalam berbagai sendi
kehidupan, aspek sejarah tidaklah dapat dilepaskan. Hal ini bertujuaan agar
terdapat semacam kontinuitas dalam memahami apa yang akan diperbuat dimasa
sekarang dengan berpedoman terhadap hal-hal yang terdahulu yang telah menjadi
sejarah. Membicarakan hal apapun tentu perlu berangkat dari sebuah kesejarahan.
Begitu juga dengan Filsafat Hukum, tidaklah mungkin Filsafat Hukum hadir dengan
tiba-tiba tanpa sejarah yang melatarbelakanginya.
Berkembangnya Filsafat Hukum seperti
sekarang tentu tidaklah lepas dari pembacaan terhadap sejarah-sejarah terdahulu
dari mulai zaman yunani kuno sampai abad sekarang. Namun, adanya sejarah
tidaklah membuat suatu pengetahuan menjadi terhenti. Keberadaan sejarah justru
mendorong untuk menjadikan suatu pengetahuan menjadi lebih maju dengan melihat
sejarah-sejarah masa lalu sebagai sebuah miniatur yang harus dikembangkan.
B.
Rumusan & Batasan Masalah
Berkaitan dengan pembahasan filsafat hukum, terdapat beberapa hal
yang tentunya dijadikan rumusan agar tidak terjadi pencampuradukan antara
sejarah dan pemikiran, oleh karena itu kami
memberikan batasan dan rumusan agar lebih terarah. Masalah yang akan dirumuskan
antara lain tentang :
a.
Sejarah
filsafat hukum pada zaman yunani kuno.
b.
Sejarah
filsafat hukum pada abad pertengahan
c.
Sejarah
filsafat hukum pada abad ke- 17 sampai abad ke-19
d.
Sejarah
filsafat hukum pada abad ke- 19 sampai sekarang
Dengan adanya batasan dan rumusan diatas diharapkan pendiskusian
mengenai sejarah dapat berjalan dengan baik .
C. Pembahasan
a.
Sejarah
Filsafat Hukum Pada Zaman Yunani Kuno.
1.
Sofisme
Sejarah filsafat hukum diawali pada abad ke-4 SM dengan munculnya
kaum Sofis yang menegaskan distingsi1
antara alam (physis) dan konvensi (nomos)2. Ketegasan
kaum sofis dalam membedakan antara alam dan konvensi menjadi corak sendiri
dalam menganalisa pendapat mereka mengenai hukum. Kaum sofis mengkategorikan
hukum sebagai sebuah konvensi (nomos), hal ini menandakan bahwasanya
mereka (kaum sofis) memandang hukum sebagai hasil kesepakatan serta ciptaan
buah pemikiran manusia. Dengan demikian, kaum sofis memperlihatkan sifat dasar
hukum sebagai peraturan atau norma ciptaan manusia yang hanya memiliki kekuatan
berlaku sejauh demi kepentingan manusia3.
Pada masa kaum sofis, hukum,
agama, moralitas, kebiasaan, dan keadilan belum
dibedakan secara tegas, beberapa
masalah krusial tentang filsafat hukum
telah dirumuskan, bahkan telah ada
usaha penyajianya secara formal4. Melihat cara pandang kaum
sofis yang tidak begitu tegas memberikan perbedaan ruang lingkup dalam masalah
yang menyangkut tentang kebutuhan manusia baik itu berupa hukum, agama,
moralitas, kebiasaan dan keadilan, memberikan kesan bahwasanya semuanya itu
merupakan sesuatu yang bersifat konvensi dalam pengertian manfaat yang
diperoleh dari hal-hal tersebut adalah sebatas untuk kepentingan manusia.
Kaum sofis tidak hanya memberikan distingsi antara alam dan
konvensi dalam masalah hukum, namun mereka berusaha memberikan definisi
penyajian secara formal. Hal ini terlihat dengan pendapat Xenophon5
yang mengatakan “Tak seorangpun pantas mendapatkan pujian kecuali ia mengetahui apa itu hukum”6.
Melihat ungkapan yang disampaikan Xenophon terhadap orang yang mengetahui
hukum, memberikan gambaran bahwasanya hukum tersebut memiliki sebuah anugerah
didalamnya yang tidak hanya memberikan perlindungan bagi para pelaku hukum,
namun bagi orang yang mendalaminya. Setelah melihat pandangan kaum sofis
tentang hukum, kita dapat melihat bahwasanya mereka memberikan penghargaan
kepada hukum karena pertimbangan praktis, karena mampu memberikan manfaat dalam
relasi sosial7.
2.
Plato
dan Aristoteles
Plato (428-347 SM) merupakan
salahsatu filsuf athena yang dianggap berpengaruh dalm perkembangan filsafat.
Dalam kaitannya dengan hukum, Plato mempunyai konsep keadilan dan hukum, yakni
antara hukum dan keadilan haruslah sejalan.
Dalam memahami keadilan, Plato berbeda dengan kaum sofis, dimana
dia beranggapan keadilan merupakan keutamaan atau ideal yang bernilai dengan
dirinya sendiri. Bertindak adil adalah perbuatan baik begitu saja tanpa harus
dikaitkan dengan untung rugi secara praktis8. Keadilan merupakan
nilai yang harus dibela tanpa harus memberi manfaat bagi pembelanya atau tidak.
Plato mengkualifikasikan keadilan kedalam tiga hal9 :
1.
Suatu
karakteristik atau sifat yang terberi secara alami dalam diri tiap individu
manusia ;
2.
Keadilan
memungkinkan orang mengerjakan pengkoordinasian (menata) serta memberi batasan
(mengendalikan) pada tingkat “emosi” mereka dalam usaha menyesuaikan diri
dengan lingkungan tempat bergaul ;
3.
Keadilan
merupakan hal yang memungkinkan masyarakat manusia menjalankan kodrat
kemanusiaannya dalam cara-cara yang utuh dan semestinya;
Keadilan merupakan nilai moral yang menentukan kualitas kepribadian
manusia. Itulah sebabanya Negara dimana manusia hidup dan berkembang, juga
dibutuhkan suatu pondasi keadilan. Dalam kehidupan bernegara, Plato membagi
masyarakat kedalam tiga kelompok 10: (1). Pemimpin ; (2). Ksatria ;
(3). Petani dan Pedagang. Keadilan dapat ditegakkan apabila ketiga kelompok
tersebut bekerja sesuai dengan tugasnya masing-masing.
Aristoteles ( 384-322 SM)
merupakan murid kesayangan Plato dan merupakan salahsatu filsuf terkenal yang
dimiliki Athena. Dalam hal hukum Aristoteles sama dengan dengan Plato, yakni
menekankan konsep hukum dan keadilan11.
Bagi Aristoteles hukum adalah semacam tatanan atau tertib; hukum
yang baik merupakan tatanan yang baik. Itu berarti bahwa hukum harus mendorong
manusia mencapai kebahagiaan12. Dengan menjadikan hukum sebagai
tujuan kebahagian, diharapkan keberadaan hukum menjadi jauh lebih bermakna,
bukan hanya sebagai alat untuk mengelola kepentingan kekuasaan, menghukum
pelaku kejahatan, memaksa warga Negara membayar pajak yang hanya bertujuan
praktis.
Dalam menempatkan keadilan. Aristoteles menempatkannya sebagai
nilai yang paling utama dalam politik, bahkan ia memandangnya sebagai nilai
yang paling sempurna atau lengkap. Dengan demikian keadilan bagi Aristoteles
bukanlah sebagai sebuah konsep hukum, namun sebagai konsep moral yang menjadi
jiwa konstitusi13.
b.
Sejarah Filsafat Hukum Pada Abad Pertengahan
Perkembangan filsafat pada abad pertengahan disebut juga sebagai
mazhab kodrat. Pada abad ini dikatakan sebagai mazhab kodrat karena semua
pemikiran yang ada sangat theosentris , yakni segala sesuatunya berpusat
pada tuhan. Walaupun memusatkan segala sesuatunya kepada tuhan, namun secara
substantial tidak bergeser dari semangat yang dikembangkan oleh para pemikir
yunani. Keadilan tetap dipandang sebagai intisari hukum yang valid. Diantara
tokoh yang terkenal didalam mazhab kodrat ini adalah Agustinus (354-430 M) dan
Thomas Aquinas (1224-1274). Menurut mereka apa yang disebut hukum kodrat adalah
hukum ilahi. Sementara itu yang dimaksud dengan jus humana adalah tidak lain suatu kebiasaan (custom)14.
Dalam hukum manusia terdapat dua macam hukum yang ditemukan dalam tradisi
hukum romawi yakni jus gentium hukum antarbangsa yang mengatur bangsa romawi
dengan Negara jajahannya, dan jus civile yakni hukum yang berlaku bagi
bangsa romawi sendiri.
Tekanan pada wahyu sebagai sumber hukum mencapai puncaknya pada
abad ke-13. Dimana Aquinas berpendapat bahwa hukum bersifat mengikat atau
mewajibkan. Dalam mendukung pendapatnya Aquinas membedakan hukum menjadi tiga
macam: (1). Lex eternal( hukum abadi yang dimiliki tuhan). (2). Lex
naturalis (hukum tuhan yang secara alamiah diletakkan dalam manusia) . (3).
Lex humana ( hukum positif hasil ciptaan manusia). Meskipun membagi hukum
kedalam beberapa macam, namun Aquinas tetap berpendapat bawasanya tujuan hukum
adalah untuk mencapai kebahagiaan. Untuk itu hukum yang mengatur relasi antar
manusia harus adil tanpa keadilan hukum tidak dapat disebut hukum15.
c.
Sejarah Filsafat Hukum Pada Abad Ke- 17 Sampai Abad Ke-19
Perkembangan filsafat hukum selanjutnya yakni pada abad ke- 17,
pada abad ini ditandai dengan munculnya kepercayaan manusia terhadap
kemampuannya untuk menjawab berbagai persoalan dengan hanya mengandalkan
kemampuan akal budi16. Pada zaman ini juga muncul mazhab positivisme
hukum yang disebabkan memuncaknya iklim empiris hasil pemikiran David Hume
(1711-1776) dan John Locke (1632-1704).
Pada zaman ini pemikiran hukum secara umum berkembang dalam
semangat keadaan kontraktual. Hukum difahami sebagai ciptaan manusia, hasil
kesepakatan manusia untuk mengamankan haknya. Pada zaman ini juga terjadi
semacam pergulatan antara hukum kodrat dengan positivisme.
Sebagaimana pada dua perkembangan sejarah sebelumnya. Pada abad ini
teori tentang keadilan didengungkan oleh Immanuel Kant ( 1724-1804), dimana
pendapatnya tentang menempatkan hak atas kebebasan individu pada titik sentral
konsep keadilan. Bagi Kant, hak dan kebebasan individu selalu berada dalam
ancaman ketika manusia hidup dalam hukum rimba, dimana hak dan kebebasan
individu mereka yang lemah selalu dapat dirampas oleh mereka yang kuat. Hukum
dan moral harus dibangun dengan semangat melindungi kebebasan setiap orang.
Hanya dalam kondisi tersebut hukum disebut adil. Hukum yang adil inlah yang
dijadikan norma untuk bertindak. Karena itu, dalam konteks yurisprudensi,
hukuman hanya dapat dibenarkan jika tertuduh memang terbukti melanggar hukum
yang berlaku16.
d.
Sejarah Filsafat Hukum Pada Abad Ke- 19 Sampai Sekarang
Setelah membicarakan berbagai aliaran didalam filsafat mulai dari
mazhab kodrat sampai positivisme. Akhirnya kita membicarakan mazhab historis
yang merupakan aliran filsafat yang terus berkembang sampai sekarang. Mazhab
historis berawal dari pwmikiran G.W.F Hegel yang menempatkan hukum didalam
dunia ruh Objektif, yakni dunia sosial politik17. Hegel menyatakan
bahwa Negara merupakan transendensi dari kepentingan yang individualitas. Hegel
menyatakan bahwa Negara adalah sama dengan alat untuk melindungi kemerdekaan
suatu bangsa, dan kemerdekaan individu atau kelompok oleh sebab itu patut
dilindungi pula18.
Selain Hegel tokoh yang berperan dalam pengembangan mazhab history
adalah Friedrich Karl von Savigny, yang melihat hukum sebagai refleksi etika
sosial masyarakat. Hukum merupakan ungkapan semangat atau roh masyarakatdan
hukum merupakan ungkapan spontan kesadaran umum masyarakat mengenai bagaimana
seharusnya seorang manusia.
Tema utama dari mazhab historis adalah bagaimana sistem hukum yang
ada memerlukan pemahaman tentang pola-pola evolusi dari sistem hukum tersebut19.
End Notes
1.
Perbedaan
2.
Andrea ata ujan, Filsafat Hukum, (
Jogjakarta:Kanisius), h. 36.
3.
Ibid., h. 36.
4.
Ibid., h. 37.
5.
Xenophon (430-355 SM) adalah seorang tentara sekaligus
penulis sejarah yunani yang telah mengkontribusikan secara drastikal kepada
pemahaman modern tentang yunani dan Persia membangun peradaban mereka di abad 4
SM.
6.
Ibid., h. 37.
7.
Ibid., h. 37.
8.
Ibid., h. 37.
9.
Herman Bakir, Filsafat Hukum; Desain Dan Arsitektur
Kesejarahan, (Bandung:Refika aditama), h. 177.
10.
Andrea ata ujan, Filsafat Hukum, (
Jogjakarta:Kanisius), h. 38.
11.
Ibid., h. 39.
12.
Ibid., h. 39.
13.
Ibid., h. 40.
14.
Ibid., h.41.
15.
Ibid., h. 42.
16.
Ibid., h. 46.
17.
Ibid., h. 46.
18.
Antonius Cahyadi. E.Fernando M.Manulang Pengantar
ke filsafat hukum, (Jakarta:kencana), h. 125.
19.
Andrea ata ujan, Filsafat Hukum, (
Jogjakarta:Kanisius), h. 47.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Antonius Cahyadi. E.Fernando M.Manulang. Pengantar ke filsafat hukum.
Jakarta:kencana.
2.
Andrea ata ujan, Filsafat Hukum. ed.1.cet. 2 Jogjakarta:Kanisius,2008
3.
Pius A Partanto. M Dahlan Al Barry.
Kamus Ilmiah Populer. Surabaya:Arkola
4.
Herman Bakir, Filsafat Hukum; Desain Dan Arsitektur Kesejarahan, Bandung:Refika
aditama,2007
Label: HUKUM
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar disini
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda