Selasa, 10 Januari 2023

Perkembangan Perlindungan Kekayaan Intelektual di Indonesia





Secara historis, peraturan perundang-undangan HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840. Pemerintah Belanda memperkenalkan undang-undang pertama tentang perlindungan HKI pada tahun 1844. Terakhir, pemerintah Belanda memberlakukan UU Perdagangan (1885), UU Paten (1910) dan UU Hak Cipta (1912). Indonesia yang masih dikenal sebagai Hindia Belanda telah menjadi anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888 dan anggota Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works sejak tahun 1914. Pada masa pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 s/d 1945, segala peraturan perundang-undangan di bidang HKI masih berlaku.

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Sebagaimana tercantum dalam amandemen undang-undang tahun 1945, semua peraturan perundang-undangan peninggalan pemerintah Belanda tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang tahun 1945. Undang-undang Warisan Belanda tetap berlaku, namun demikian Undang-Undang Paten tetap berlaku. tidak, yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditentukan dalam UU Paten Warisan Belanda, permohonan paten dapat diajukan di kantor paten di Batavia (sekarang Jakarta), tetapi pemeriksaan permohonan paten harus dilakukan di Octrooiraad di Nederlands.

Pada tahun 1953, Menteri Kehakiman Republik Indonesia mengeluarkan surat pemberitahuan yang merupakan hukum nasional pertama yang mengatur tentang paten, yaitu surat pemberitahuan Menteri Kehakiman No. J.S. 5/41/4, yang mengatur pengajuan lisensi nasional. permohonan, dalam pemberitahuan Menteri Kehakiman no. J G. 1/2/17 yang mengatur pengajuan sementara permintaan paten luar negeri. Pada tanggal 11 Oktober 1961, pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No. 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Dagang (Trade Marks 1961) untuk menggantikan UU Merek Kolonial Belanda. UU Merek Tahun 1961, yang merupakan hukum Indonesia pertama di bidang HKI. Berdasarkan Pasal 24 UU No. 21 Tahun 1961 yang berbunyi: “Undang-Undang ini dapat disebut sebagai Undang-Undang Merek 1961 dan mulai berlaku satu bulan setelah tanggal Undang-undang ini”. Undang-undang tersebut mulai berlaku pada 11 November 1961. UU Merek 1961 dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari barang palsu/bajakan. Sekarang, tanggal 11 November yang merupakan tanggal berlakunya UU No. Tanggal 21 November 1961 ditetapkan sebagai Hari Kekayaan Intelektual Nasional. Pada tanggal 10 Mei 1979, Indonesia meratifikasi Paris Convention on Industrial Security (Stockholm Revisi 1967) berdasarkan Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979. Keikutsertaan Indonesia dalam Paris Convention pada saat itu tidak cukup karena Indonesia melakukan hal yang berbeda (reservasi). ) dalam beberapa ketentuan, yaitu Pasal 1 sd. 12, dan pasal 28 ayat (1). Pada tanggal 12 April 1982, pemerintah mengeluarkan Undang-undang Hak Cipta 1982, No. 6, untuk menggantikan undang-undang hak cipta warisan Belanda. Pengesahan undang-undang hak cipta tahun 1982 bertujuan untuk mendorong dan melindungi kreativitas, komunikasi budaya dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra serta untuk meningkatkan kemajuan kehidupan intelektual di tanah air.

Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era modern sistem HKI di Indonesia. Pada tanggal 23 Juli 1986, Presiden Republik Indonesia membentuk satuan tugas di departemen HKI dengan surat keputusan no. 34/1986 (kelompok ini lebih dikenal dengan kelompok UU Presiden 34). Tugas pokok anggota Perpres No. 34 adalah mencakup struktur hukum nasional di bidang HKI, menjaga peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan mensosialisasikan proses HKI kepada instansi pemerintah terkait, penegakan hukum petugas dan masyarakat secara berkelompok. Ke-34 anggota Perpres tersebut telah melakukan berbagai kemajuan, termasuk memperkenalkan metode baru dalam mengelola debat nasional tentang perlunya sistem paten di tanah air. Setelah Undang-Undang Presiden 34 merevisi rancangan undang-undang paten yang ditulis pada tahun 1982, akhirnya pada tahun 1989 pemerintah mengesahkan undang-undang paten tersebut.

Pada tanggal 19 September 1987, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan UU No. 7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Dalam penjelasan UU No. 7 Tahun 1987 jelas menunjukkan bahwa perubahan yang dilakukan dalam UU No. 12 Tahun 1982 dibuat karena semakin banyaknya pelanggaran hak cipta yang dapat membahayakan kehidupan masyarakat dan merusak kreativitas masyarakat.

Menyusul disahkannya UU No. 7 Tahun 1987 Pemerintah Indonesia telah menandatangani beberapa perjanjian tentang hak cipta berdasarkan undang-undang. Pada tahun 1988, berdasarkan Keputusan Presiden No. 32, diputuskan untuk membentuk Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJ HCPM) untuk mengambil alih fungsi dan sifat dari Direktorat Paten dan merupakan unit level II. di Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan, Kementerian Kehakiman.

Pada tanggal 13 Oktober 1989 DPR mengesahkan UU Paten yang kemudian disahkan menjadi UU No. 6 Tahun 1989 (UU Paten 1989) oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku pada 1 Agustus 1991. Pengesahan UU Paten 1989 mengakhiri perdebatan panjang tentang pentingnya sistem paten dan manfaatnya bagi masyarakat Indonesia. Sebagaimana tertuang dalam Review of the Patent Act 1989, perangkat hukum di bidang paten diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi inovasi teknologi. Padahal, dalam pembangunan negara pada umumnya dan di bidang industri pada khususnya, teknologi memegang peranan yang sangat penting. 

Tujuan permohonan paten tahun 1989 adalah untuk menarik investasi asing dan memfasilitasi pengenalan teknologi ke dalam negeri. Namun, dijelaskan pula bahwa upaya pengembangan kekayaan intelektual, termasuk paten, di Indonesia tidak hanya karena tekanan internasional, tetapi juga karena kebutuhan negara untuk menciptakan sistem pertahanan yang efektif. Pada tanggal 28 Agustus 1992, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek (Trade Marks Act 1992), yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 1993. Trade Marks Act 1992 menggantikan Trade Marks Act 1961. Pada tanggal 15 April 1994, pemerintah Indonesia menandatangani Akta Akhir yang memuat hasil Perjanjian Perdagangan Multilateral, yang di dalamnya termasuk Perjanjian tentang Aspek-aspek Terkait Perdagangan Hak Kekayaan Intelektual (TRIPS Agreement).

Tiga tahun kemudian, pada tahun 1997, pemerintah Republik Indonesia merevisi semua peraturan perundang-undangan di bidang kekayaan intelektual yaitu Undang-Undang Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 Tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek 1992.

Pada akhir tahun 2000, tiga undang-undang baru tentang kekayaan intelektual diadopsi, yaitu UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri dan UU No. 32 Tahun 2000 tentang tata letak sirkuit terpadu. Dalam upaya menyelaraskan semua peraturan perundang-undangan tentang kekayaan intelektual dan perjanjian perjalanan, pemerintah Indonesia pada tahun 2001 mengeluarkan UU No. 14 Tahun 2001 dan Paten dan UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Kedua undang-undang ini menggantikan undang-undang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002 undang-undang hak cipta yang menggantikan undang-undang lama mulai berlaku setahun setelah dikeluarkan.

BACA JUGA

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar disini

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda