SUKUK ATAU OBLIGASI SYARIAH
Sumber rujukan: Ali Geno Berutu, Pasar Modal Syariah Indonesia: Konsep dan Produk (Salatiga: LP2M Press, 2020), Hlm, 55-60
Sukuk adalah nama lain dari
obligasi, sukuk juga dikenal sebagai Obligasi Syariah. Sukuk dapat
diartikan sebagai suarat berharga yang diterbitkan sesuai dengan ketentuan
Syariah dan sebagai bukti kepemilikan investor atas aset yang menjadi dasar
penerbitan sukuk tersebut (underlying asset) baik
dalam mata uang rupiah maupun dalam bentuk valuta asing.[1]
Sukuk merupakan suatu sertifikat aset yang dapat
digunakan untuk membiayai pembangunan. Sukuk berasal dari bahasa arab yaitu sak
(tunggal) dan sukuk (jamak) yang memiliki arti mirip dengan
sertifikat atau note. Dalam pemahaman praktisnya, sukuk merupakan bukti (claim)
kepemilikan. Definisi sukuk/sertifikat ialah sertifikat bernilai sama dengan
bagian atau seluruhnya dari kepemilikan harta berwujud untuk mendapatkan hasil
dan jasa didalam kepemilikan aset dan proyek
tertentu atau aktivitas investasi khusus, sertifikat ini berlaku setelah
menerima nilai sukuk, saat jatuh tempo menerima dana sepenuhnya sesuai dengan
sukuk tersebut.
Merujuk pada Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 32/DSN MUI/IX/2002,” Obligasi Syariah (sukuk) adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip Islam yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk mau membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo”.
Perbendaan mendasar antara Obligasi dan Sukuk adalah dalam hal memperoleh keuntungan yang dihasilkan. Obligasi dalam perhitungan keuntungannya diperoleh dengan menggunakan Bungan dari kupon obligasi, sedangkan sukuk perhitungan imbal hasilnya menggunakan bagi hasil. Dalam perhitungan imbal hasil sukuk, dikenal ada dua macam model imbal hasinya yakni:
1. Sukuk (obligasi syariah) Mudharabah merupakan sukuk yang
menggunakan akad bagi hasil sedemikian
sehingga pendapatan yang diperoleh investor atas obligasi tersebut diperoleh
setelah mengetahui pendapatan emiten;
2. Sukuk (obligasi syariah) Ijarah merupakan sukuk yang
menggunakan akad sewa sedemikian
sehingga kupon (fee ijarah) bersifat tetap, dan bisa
diketahui/diperhitungkan sejak awal obligasi diterbitkan.
B. Dasar Hukum Penerbitan Sukuk
Adapun landasan penerbitan sukuk di Indonesia adalah:
1. UU No. 19 tahun 2008, tentang Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN).
2. Fatwa No.76/DSN-MUI/VI/2010 tentang SBSN Ijarah Asset to Be Leased;
3. Fatwa No.69/DSN-MUI/VI/2008 tentang SBSN;
4. Fatwa No.70/DSN-MUI/VI/2008 tentang Metode Penerbitan SBSN;
5. Fatwa No. 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah;
6. Fatwa No. 85/DSN-MUI/XII/2012 tentang Janji (Wa’d) dalam Transaksi
Keuangan dan Bisnis Syariah;
7. Fatwa No.112/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Ijarah.
Sebagai salah satu Efek Syariah
sukuk memiliki karakteristik yang berbeda dengan obligasi. Sukuk bukan merupakan surat
utang, melainkan bukti kepemilikan bersama atas suatu aset/proyek. Setiap sukuk
yang diterbitkan harus mempunyai aset yang dijadikan dasar penerbitan (underlying
asset). Klaim kepemilikan pada sukuk didasarkan pada aset/proyek yang
spesifik. Penggunaan dana sukuk harus digunakan untuk kegiatan usaha yang
halal. Imbalan bagi pemegang sukuk dapat berupa imbalan, bagi hasil, atau
marjin, sesuai dengan jenis akad yang digunakan dalam
penerbitan sukuk. Adapun karakteristik
sukuk yang menjadi pembeda dengan obligasi adalah:
1. merupakan
bukti kepemilikan atas aset yang berwujud atau hak bermanfaat;
2. pendapatan
dapat berupa imbalan, fee, bagi hasil, atau margin sesuai dengan
akad yang dipakai pada penerbitan sukuk;
3. mensyaratkan
adanya aset yang mewadahinya (underlying assets);
4. tidak
mengandung unsur riba,
maisir, dan gharar;
5. dalam
penerbitannya memerlukan peran special purpose vehicle (SPV) yaitu
Pemerintah;
6. pembayaran
imbalan dan jatuh tempo dijamin oleh Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 dan UU
APBN;
7. pembayaran
imbalan dilakukan secara bulanan atau semesteran;
8. investor
sukuk terdiri dari investor syariah & konvensional, serta investor individual
& institusi;
9. diterbitkan dalam mata uang asing dan rupiah.
C. Jenis-Jenis Sukuk
Sukuk terdiri dari dua
jenis, (1) Sukuk yang dikeluarkan oleh negara yang dikenal dengan Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN) dan (2) Sukuk korporasi yaitu sukuk yang diterbitkan oleh
perusahaan baik swasta maupun perusahaan BUMN.[3]
1. Surat Berharga Syariah Negara/Sukuk Negara (SBSN)
Sukuk yang penerbitannya
dilakukan oleh negara berdasarkan UU No. 19 tahun 2008 dikenal dengan Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN). Sukuk negara pertama kali diterbitkan
pada tahun 2008 setelah disahkannya Undang-undang No. 19 tentang Surat Berharga
Syariah Negara.
Adapun
ketententuan sukuk yang dapat dikeluarkan oleh negara adalah (1) penerbitan sukuk
negara boleh dalam bentuk warkat maupun tanpa warkat dan (2) sukuk
negara dapat diperdagangkan di pasar sekunder dan
bisa juga tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Sedangkan jenis-jenis
sukuk negara (SBSN) adalah sebagai berikut:
1) Sukuk yang menggunakan akad Ijārah
(SBSN Ijārah);
2) Sukuk yang menggunakan akad Mudārabah
(SBSN Mudārabah);
3) Sukuk yang menggunakan akad Musyarākah
(SBSN Musyarākah);
4) Sukuk yang menggunakan akad Istishna’
(SBSN Istishna’);
5) Sukuk yang menggunakan akad-akad yang lainnya selama tidak
pertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah;
6) Sukuk dapat diterbitkan dengan menggunakan kombinasi akad-akad di atas.
2.
Sukuk korporasi
Sukuk korporasi
diterbitkan berlandaskan kepada Peraturan OJK No.
18/POJK.04/2005 yang menjelaskan bahwa perusahaan baik swasta maupun BUMN dapat
menerbitkan sukuk apabila (1) aset perusahaan yang dijadikan dasar penerbitan
sukuk sesuai dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah dan (2)
selama aset perusahaan tersebut dijadikan sebagai underlying asset tidak digunakan dalam kegiatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
Syariah di pasar modal.
Adapun
aset yang dapat dijadikan sebagai underlying asset dalam sukuk korporasi baik swasta maupun BUMN adalah:
1) Aset sebagai dasar penerbitan sukuk harus berwujud
(a’yan maujūdat);
2) A’yan maujūdat yakni harus
memiliki nilai manfaat baik manfaatnya sudah ada maupun manfaat yang akan ada;
3) Al-ḥadamat yakni jasa yang
usdah maupun jasa yang akan ada;
4) Maujūdat masyru’
mu’ayyan yakni aset proyek tertentu dari suatu perusahaan;
5) Nasyaṭ ististmarin hashah yakni investasi dari suatu perusahaan yang telah ditentukan.
Jenis-jenis underlying asset korporasi tersebut tentunya tidak bertentangan dengan kesesuaian prinsip-prinsip Syariah di pasar modal.[6]
Bila mengacu kepada standar Syariah The
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions
(AAOIFI), maka ada 14 jenis akad dalam penerbitan sukuk. Berikut ini penulis
uraikan bebrapa jenis sukuk yang dapat diterbitkan diantaranya adalah:
1. Sukuk Ijārah
yaitu penerbitan sukuk dengan menggunakan akad ijārah.
Adapun ijārah merupakan pemindahan hak guna atas barang atau jasa tanpa
disertai dengan pemindahan barang atau jasa tersebut. Sukuk ijārah ini
dapat dibedakan menjadi tiga jenis sukuk, (1) kepeilikian aset yang berwujud
disewakan, (2) sukuk kepemilikan manfaat dan (3) sukuk dalam bentuk kepemilikan
atas jasa;
2. Sukuk salam
yakni sukuk uang diterbitkan dengan menggunakan akad salam.
Adapun salām adalah kontrak jual-beli atas suatu barang tertentu dengan ketentuan
kuantitas dan kualitas barang telah diungkapkan secara jelas. Pemabayaran atas
barang dalam kotrak salam dilakukan di muka sedangkan barangnya diserahkan
kemudian pada waktu dan tempat yang telah disepakati Bersama;
3. Sukuk Istishna’ yakni sukuk yang diterbitkan
dengan menggunakan akad Istishna’.
Adapun sukuk Istishna’ adalah sukuk yang diterbitkan untuk memporoleh
sejumlah dana yang digunakan sebagai modal memproduksi barang, barang yang akan
diproduksi tersebut akan menjadi milik investor (pemegang sukuk);
4. Sukuk Musyarākah
yakni sukuk yang diterbitkan menggunakan akad Musyarākah.
Adapun yang dimaksud dengan sukuk Musyarākah adalah sukuk yang
diterbitkan untuk memperoleh sejumlah dana yang akan digunakan menjalankan
proyek baru atau mengembangkan proyek sudah ada. Sukuk Musyarākah bisa
juga digunakan untuk mengembangkan jenis bisnis lainnya dengan menggunakan akad
Musyarākah, sehingga pemegang sukuk (investor) menjadi pemilik
perusahaan atau aset dari perusahaan tersebut secara proporsional sesuai dengan
persentase modal yang ditanamkan investor. Sukuk Musyarākah dapat dijalankan
dengan akad agen investasi (wakalah), muḍarabah dan musyarakah
(partisipasi);
5. Sukuk muḍarabah
yakni sukuk yang diterbitkan menggunakan akad muḍarabah.
Sukuk muḍarabah adalah sukuk dengan menggunakan akad kerjasama antara
dua pihak atau lebih untuk menjalankan suatu usaha dengan menunjuk salah satu partner
atau pihak ketiga sebagai pengelola usaha tersebut (muḍarib);
6. Sukuk Wakalah yakni sukuk yang diterbitkan dengan akad wakalah
(pelimpahan kuasa). Sukuk Wakalah adalah sukuk yang mempresentasikan
suatu kegiatan usaha yang dikelola oleh orang yang ditunjuk sebagai perwakilan
dari pemegang sukuk (investor);
7. Sukuk Muzara’ah
yakni penerbitan sukuk yang menggunaka akad Muzara’ah.
Sukuk Muzara’ah merupakan sukuk dalam
bidang pertanian dimana pemilik lahan pertanian memberikan hak pengelolaan
kepada pihak lain. Penerbitan sukuk Muzara’ah dimaksudkan untuk
membiayai irigasi tanaman berbuat, biaya operasional dan biaya perawatan
tanaman dengan menggunakan akad musaqah, sehingga pemegang sukuk akan
mendapatkan hak atas hasil panen sesuai dengan kesepakatan yang telah
disepakati bersama.
Saat
ini terdapat dua jenis sukuk yakni sukuk ritel dan sukuk tabungan. Sukuk ritel adalah adalah produk investasi syariah yang ditawarkan oleh Pemerintah kepada
individu Warga Negara Indonesia, sebagai instrumen investasi yang aman, mudah,
terjangkau, dan menguntungkan. Sedangkan sukuk tabungan adalah urat berharga berbasis
tabungan yang diterbitkan pemerintah berdasarkan prinsip syariah dan
diperuntukkan bagi investor individu atau perseorangan.
Walaupun sama-sama merupakan Surat Berharga Syariah Negara, ada beberapa perbedaan di antara keduanya.
Tabel 1. Perbedaan Sukuk Ritel dan Sukuk Tabungan
|
SUKUK RITEL |
SUKUK TABUNGAN |
Sasaran |
Warga Negara Indonesia |
Warga Negara Indonesia |
Minimal pemesanan |
Rp 5 juta (bisa berubah) |
Rp 2 juta (bisa berubah) |
Jangka waktu |
3 tahun |
2 tahun |
Kemungkinan diperdagangkan |
Dapat diperjualbelikan di pasar sekunder |
Tidak dapat diperjualbelikan di pasar sekunder, tapi ada opsi early redemption |
Imbalan |
Tetap dan dibayar tiap bulan |
Tetap dan dibayar tiap bulan |
Manfaat buat investor |
Instrumen investasi |
Tabungan investasi |
Jaminan Pemerintah |
100 persen |
100 persen |
Pajak |
15 persen final |
15 persen final |
Ada 26 Agen Penjual yang telah ditunjuk Pemerintah, yang terdiri dari 20 bank umum (termasuk di antaranya 3 bank syariah dan 17 bank konvensional), dan 6 perusahaan sekuritas. Yaitu: Bank Mandiri, Bank BCA, Bank BRI, Bank Permata, Bank BTN, Bank Panin, Bank BNI, Bank Maybank Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank ANZ Indonesia, Bank Muamalat Indonesia, Bank DBS Indonesia, Mega Capital Indonesia, Bank BRI Syariah, Standard Chartered Bank, Bank OCBC NISP, Citibank N.A., HSBC, Bank Danamon Indonesia, Bank CIMB Niaga, Bank Mega, Danareksa Sekuritas, Bahana Securities, Trimegah Securities, Sucorinvest Central Gani, MNC Securities.
Demkianlah pemaparan tentang sukuk yang diterbitkan di Indonesia adapun jangka waktu lamanya sukuk (tenor) mengacu kepada AAOIFI nomor 17 tentang Sukuk Investas dijelaskan bahwa tenor sukuk yang diterbitkan bisa dalam jangka waktu pendek, jangka menengah dan jangka panjang sesuai dengan ketentuan prinsip-prinsip Syariah. Suatu sukuk juga bisa diterbitkan tanpa harus menyebutkan tenor waktu berlakunya suatu sukuk tapi harus mengacu kepada akad yang digunakan pada saat penerbitan sukuk.
D.
Ketentuan dalam menerbitkan Sukuk
Ketentuan dalam menerbitkan sukuk
menurut Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah dijelaskan bahwa:
1. Sepanjang tidak diatur lain dalam
peraturan ini, Emiten yang melakukan Penawaran Umum Sukuk wajib:
a.
mengikuti
ketentuan Peraturan Nomor IX.A.1 tentang Ketentuan Umum Pengajuan Pernyataan
Pendaftaran serta ketentuan tentang Penawaran Umum yang terkait lainnya;
b.
menyampaikan
kepada Bapepam dan LK hasil pemeringkatan dan perjanjian perwaliamanatan Sukuk serta Akad Syariah yang terkait dengan
penerbitan Sukuk dimaksud;
c.
menyampaikan
kepada Bapepam dan LK pernyataan bahwa kegiatan usaha yang mendasari penerbitan
Sukuk tidak bertentangan dengan ketentuan angka 2
huruf a Peraturan ini, dan menjamin bahwa selama periode Sukuk kegiatan usaha
yang mendasari penerbitan Sukuk tidak akan bertentangan dengan ketentuan angka
2 huruf a Peraturan ini;
d.
menyampaikan
pernyataan dari Wali Amanat Sukuk bahwa Wali Amanat Sukuk mempunyai
penanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan perwaliamanatan yang mengerti
kegiatankegiatan yang bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar
Modal;
e.
mengungkapkan
informasi dalam Prospektus yang sekurang-kurangnya meliputi:
1)
kegiatan
usaha yang mendasari penerbitan Sukuk tidak bertentangan dengan ketentuan angka 2
huruf a Peraturan ini, dan Emiten menjamin bahwa selama periode Sukuk kegiatan
usaha yang mendasari penerbitan Sukuk tidak akan bertentangan dengan ketentuan
angka 2 huruf a Peraturan ini;
2)
Wali
Amanat Sukuk mempunyai penanggungjawab atas pelaksanaan
kegiatan perwaliamanatan yang mengerti kegiatan-kegiatan yang bertentangan
dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal;
3)
jenis
Akad Syariah dan skema transaksi Syariah yang digunakan dalam penerbitan Sukuk;
4)
ringkasan
Akad Syariah atau Perjanjian berdasarkan Syariah yang dilakukan oleh para
Pihak;
5)
sumber
pendapatan yang menjadi dasar penghitungan pembayaran bagi hasil, margin, atau fee;
6)
besaran
nisbah pembayaran bagi hasil, margin, atau fee;
7)
rencana
jadwal dan tata cara pembagian dan atau pembayaran bagi hasil, margin, atau fee;
dan
8)
kesanggupan
Emiten untuk mengungkapkan kepada masyarakat hasil
pemeringkatan Sukuk setiap tahun sampai dengan berakhirnya Sukuk.
2.
Perjanjian
perwaliamanatan penerbitan Sukuk wajib sekurang-kurangnya memuat:
a.
uraian
tentang Akad Syariah yang mendasari diterbitkannya Sukuk;
b.
penggunaan
dana hasil penerbitan Sukuk sesuai dengan karakteristik Akad Syariah;
c.
sumber
dana yang digunakan untuk melakukan pembayaran imbal hasil sesuai dengan
karakteristik Akad Syariah;
d.
besaran
nisbah pembayaran bagi hasil, margin, atau fee;
e.
rencana
jadwal dan tata cara pembagian dan atau pembayaran bagi hasil, margin, atau fee;
f.
kewajiban
Wali Amanat untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan dalam rangka
memastikan kepatuhan Emiten terhadap Prinsip-prinsip syariah di
Pasar Modal;
g.
tindakan
yang harus dilakukan dalam hal Emiten akan mengubah jenis Akad Syariah, isi Akad
Syariah, kegiatan usaha dan atau aset tertentu yang mendasari penerbitan Sukuk;
h.
perubahan
jenis Akad Syariah, isi Akad Syariah, kegiatan usaha dan atau aset tertentu
yang mendasari penerbitan Sukuk wajib terlebih dahulu disetujui oleh Rapat
Umum Pemegang Sukuk (RUPSukuk);
i.
mekanisme
pemenuhan hak pemegang Sukuk yang tidak setuju terhadap perubahan dimaksud;
j.
ketentuan
yang menyebutkan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan angka 7), angka 8) dan
angka 9) di atas dapat dijadikan alasan untuk menyatakan bahwa Emiten gagal dalam memenuhi kewajibannya; dan
k.
mekanisme
penanganan dalam hal terjadi gagal memenuhi kewajiban.
2.
Dalam
hal terjadi perubahan jenis Akad Syariah, isi Akad Syariah, kegiatan usaha dan
atau aset tertentu yang mendasari penerbitan Sukuk sehingga bertentangan dengan Prinsip-prinsip
Syariah di Pasar Modal, maka Sukuk tersebut menjadi batal demi hukum (fasakh)
dan Emiten wajib menyelesaikan seluruh kewajibannya
kepada pemegang Sukuk;
3.
Emiten dan
Wali Amanat wajib melaksanakan seluruh ketentuan yang diatur dalam Perjanjian
Perwaliamanatan;
4.
Emiten wajib menggunakan dana hasil Penawaran Umum
Sukuk untuk membiayai kegiatan atau investasi yang
tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal
5.
Sukuk dapat diperdagangkan di pasar sekunder apabila telah terpenuhi hal-hal sebagai
berikut:
a.
seluruh dana hasil Penawaran Umum Sukuk telah diterima oleh Emiten; dan
b. dana yang diterima sudah mulai digunakan sesuai dengan tujuan penerbitan Sukuk.
[1] Ali Geno Berutu, Pasar Modal Syariah Indonesia: Konsep dan Produk (Salatiga: LP2M Press, 2020), Hlm, 55-60
Label: saham syariah
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar disini
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda