SAHAM SYARIAH
Kegiatan investasi meruapakan suatu usaha
untuk menikatkan nilai harta dan menghindari terjadinya penurunan nilai akibat
dari adanya inflasi. Investasi dapat diartikan sebagai kegiatan penempatan
sejumlah dana pada suatu instrument keuangan dengan jangka waktu tertentu
dengan harapan investor akan mendapat capital gain (keuntungan) dari investasinya tersebut.[1]
Dalam Islam, investasi merupakan kegiatan mu’amalah
yang pada dasarnya dibolehkan, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki
menjadi produktif dan mendatangkan manfaat bagi pihak lain. Investasi menurut definisinya adalah menanamkan atau
menempatkan aset, baik berupa harta maupun dana pada sesuatu yang diharapkan
akan memberikan hasil pendapatan atau akan meningkatkan nilainya di masa
mendatang. Sedangkan investasi keuangan menurut syariah dapat berkaitan dengan kegiatan perdagangan
atau kegiatan usaha, di mana kegiatan usaha dapat berbentuk usaha yang
berkaitan dengan suatu produk atau aset maupun usaha jasa.
Banyak produk-produk invenatsi dipasar
modal Indonesia yang telah tersertifikasi okeh DSN-MUI sebagai produk investasi yang tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah. Adapun jenis-jenis produk tersebut
adalah sebagai berikut:
Saham (stock) meruapakan surat tanda
kepemilikan modal pada suatu perusahaan. Pemilik saham disebut
investor yang merupakan pemilik perusahaan. Saham juga dapat diartikan sebagai
perwujudan sertifikat dimana pemilik sertifikat tersebut berhak atas klaim
aktiva suatu perusahaan yang telah melepas sahamnya kepada investor publik.
Investasi pada instrument saham di Indonesia dilakukan
di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan pengawasan Otoritas
Jasa Keuangan (OJK). Sebagai bahan acuan
transaksi, BEI telah membuat beberapa pengindeks sebagai dasar acuan bagi
investor dalam bertransaksi. Indeks yang paling popular di Indonesia adalah IHSG, LQ45, Kompas100, ISSI dan JII. Indeks LQ45 dan
Kompas100 merupakan pengindeks semua saham yang masuk dalam kategori tertentu
tanpa harus memandang emiten masuk dalam kategori Syariah, sedangkan Indeks
ISSI dan JII merupakan indeks acuan bagi investor yang mengehendaki saham-saham
yang sesuai dengan ketentuan hukum Islam (syariah).
Pasar
saham di Indonesia terbagai kepada dua kategori saham yang diperdagangkan BEI
yakni saham konvensional (reguler) dan saham syariah. Seperti yang
telah dijelaskan di atas bahwa saham Syariah adalah surat berharga dalam bentuk saham yang diperjual belikan di Bursa
Efek Indonesia yang tidak bertentang dengan
prinsip-prinsip dalam agama Islam. tidak semua emiten yang
diperdangankan di BEI masuk dalam kategori saham Syariah. Saham syariah yang dapat diperjual belikan harus
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh DSN-MUI Bersama dengan OJK.
Berbicara
aspek legal (halal) berinvestaasi pada saham di Indonesia maka pikiran kita
akan terarah kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang merupakan
lembaga independent yang berfungi untuk mengayomi kepentingan umat Islam
melalui fatwa-fatwanya. Setidaknya ada 2 Fatwa dari 14 Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI yang
berhubungan dengan pasar modal, tapi dalam tulisan ini peneulis hanya akan
memfokuskan kepada dua fatwa saja yang langsung dengan saham syariah. Pertama,
Fatwa DSN-MUI No. 40 Tahun 2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan
Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal. Kedua, Fatwa DSN-MUI No. 80 Tahun 2011
tentang Penerapan Prinsip Shariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.
1. Fatwa DSN-MUI No. 80 Tahun 2011
Fatwa ini mengatur tentang penerapan prinsip Syariah
dalam melakukan transaksi efek bersifat ekuitas di pasar regular Bursa
Efek yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8
Maret 2011 M/3 Rabi’ul Akhir 1432 H. Fatwa ini memuat 5 poin aturan.
a. Poin
pertama adalah ketentuan umum yang memuat ketentuan-ketentuan umum yang
menyangkut pasar modal.
b. Poin
kedua menjelaskan tentang ketentuan hukum. Dalam poin ini MUI menjelaskan tentang kebolehan melakukan
perdagangan efek bersifat ekuitas di pasar modal dengan ketentuan harus
mengacu kepada ketentuan khusus dalam fatwa ini.
c. Poin
ketiga menjelaskan tentang ketentuan khusus, dimana yang dimaksud dengan
ketentuan khusus dalam fatwa ini mengatur tentang perdagangan efek,
mekanisme perdagangan efek dan tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip
syariah.
d. Poin
ke empat mengatur tentang peneyelesaian perselisihan, dimana dalam point ini
dijelaskan bahwa penyelesaian terkait persengketaan sebagaimana yang diatur
dalam fatwa ini akan diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat dan
e. poin kelima adalah penutup.
2. Fatwa DSN-MUI No: 40 Tahun 2003
Fatwa ini mengatur tentang pasar modal dan pedoman
umum penerapan prinsip Syariah di bidang pasar modal yang ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Oktober 2003 M/16 Sya’ban 1423 H. Fatwa ini memuat tujuh bab
dan delapan pasal. Bab 1-8 memuat aturan tentang ketentuan umum,
prinsip-prinsip Syariah bidang pasar modal, emiten yang menerbitkan efek
Syariah, kriteria dan jenis efek Syariah, transaksi efek, harga
pasar wajar, pelaporan dan keterbukaan informasi dan ketentuan penutup.
Selain
dua fatwa di atas, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah
mengeluarkan rangkain aturan mengenai transaksi efek syarih di pasar
modal Indonesia, sperti POJKNo.15/POJK.04/2015 tentang Penerapan prinsip
Syariah di Pasar Modal. POJKNo.17/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan
Persyaratan Efek Syariah Berupa Saham oleh Emiten Syariah atau Perusahaan Publik Syariah. POJKNo.53/POJK.04/2015 tentang akad yang Digunakan dalam Penerbitan Efek
Syariah di Pasar Modal. Peraturan Nomor II.K.1: Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek
Syariah. Dari dua fatwa
dan peraturan OJK tersebut maka dapat kita uraikan kedalam beberapa bab
penjelsan mengenai transaksi saham Syariah di pasar modal Indonesia sebagai
berikut:
B. Prinsip-Prinsip Saham Syariah
Saham Syariah merupakan
sekumpulan saham-saham dari perusahaan (emiten) yang masuk dalam Daftar Efek
Syariah (DES) yang
diperjual belikan di Bursa Efek Indonsia. Mengacu kepada Fatwa DSN-MUI No: 40/2003 pasal 2 ayat (1) dan (2)
dijelaskan mengenai prinsip-prinsip saham Syariah yakni “Pasar Modal beserta
seluruh mekanisme kegiatannya terutama mengenai emiten, jenis Efek yang diperdagangkan dan mekanisme
perdagangannya dipandang telah sesuai dengan Syariah. Suatu Efek dipandang telah memenuhi
prinsip-prinsip syariah apabila
telah memperoleh Pernyataan Kesesuaian Syariah”.
Dari proses seleksi saham yang dilakukan tersebut dapat disimpulkan bahwa saham yang masuk dalam kategori saham syariah adalah apabila suatu saham yang diterbitkan oleh perusahaan publik (Tbk) yang menyebutkan secara jelas dalam AD/ART perusahaan sebagai perusahaan Syariah dan perusahaa publik yang tidak dengan nyata menjelaskan dalam AD/ART sebagai perusahaan Syariah tapi dalam kegiatan menjalankan usahanya tidak memproduksi produk-produk yang bertentangan dengan prinsip Syariah.
Kegiatan transaksi di dalam pasar
modal terutama terkait dengan perusahaan yang tercatat di bursa, jenis-jenis efek
yang ditrasaksikan serta mekanisme transaksinya telah sesuai dan tidak
bertentangan dengan prinsip Syariah. Efek diperjual
belikan pada BEI dianggap telah sesuai prinsip Syariah jika telah mendapat
kesesuai Syariah yang ditetapkan oleh DSN MUI bersama-sama dengan
OJK. Kumpulan efek yang telah sesuai dengan Syariah tersebut akan direview
kembali selama dua kali dalam setahun.
Berikut adalah prinsip pasar modal yang sesuai
dengan ketentuan Syariah:
1.
Kegiatan
penempatan dana investasi dapat dilakukan pada suatu perusahaan apabila aset
dan kegiatan usahanya dilakukan pada usah yang halal, jelas dan bermanfaat.
2.
Uang
merupakan pertukaran nilai yang dapat dilakukan dalam transaski pada pasar
modal. Jika pemilik uang (investor) menvistasikan modalnya pada suatu
perusahaan Syariah maka investor akan mendapatkan keuntungan bagi hasil dari
perusahaan tersebut. Keuntungannya bisa dalam bentuk capital
gain maupun deviden.
3.
Dalam
melakukan transasksi pada pasar modal Syariah diharuskan menggunakan akad yang jelas antara pemodal (investor)
dengan pengusaha, disamping itu keberadaan usaha (emiten) juga harus
jelas keberadaanya.
4.
Pemilik
modal (investor) dan perusahaan (penerima modal) tidak dibolehkan
mengambil resiko melebihi kemampuannya masing-masing (maisir) karena
akan menimbulakn kerugian pada salah satu pihak.
5.
Kedaua
belah pihak investor dan emiten harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
menjalankan kegiatan usahanya hal ini untuk menghidaru kejadian-kejadian yang
buruk akibat kelalaian para pihak dalam menjalankan bsinisnya.
Dari
pasal 2 Fatwa DSN-MUI No: 40/2003 dapat dikelompokkan kepada dua
kategori umum mengenai prinsip dasar saham Syariah yakni kegiatan yang
bertentangan dengan prinsp Syariah dan transaksi yang bertentangan
dengan prinsip Syariah.
1.
Kegiatan usaha yang bertentangan
dengan prinsp Syariah
Dalam
ketentuan saham syaraih, emiten yang masuk dalam kategori Syariah adalah emiten
yang secara nyata menjelaskan dalam anggaran dasar dan anggran rumah tangga
(AD/ART) bahwa perusahaan tersebut meruapak perusahaan Syariah dan emiten yang
bergerak dalam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang ditetapkan berdasarkan peraturan OJK No. 35/2017. Selain dari jenis perusahaan
tersebut maka otomatis tidak masuk dalam kategori saham Syariah. Adapun
ketentuan-ketentuan yang dikatakan bertentangan dengan prinsip Syariah dalam
saham Syariah adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan
yang terkait dengan perjudian (maisir) yakni industri atau perusahaan
yang terlibat dalam kegiata perjudian atau kasino;
2. Perusahaan
yang bergerak dalam bidang jasa keuangan ribawi seperti bank konvensional,
teknologi finansial (fintek) konvensional dan leasing konvensional;
3. Gharar
yaitu akad jual beli yang tidak memiliki kepastian, baik
secara kualitas, kuantitas dan waktu penyerahan objek akadnya. Seperti jual
beli produk-produk asuransi.
4. Usaha
yang memproduksi, medistribusikan dan/atau menyediakan barang-barang sebagai
berikut:
a) Barang-barang
yang haram secara zatnya (li-dzatīhi) seperi minuman keras (khamar)
dan daging babi;
b) Barang-barang
yang tidak haram secara zatnya (li-ghairi dzatīhi) seperti rumah potong
hewan sapi, kambing, ayam dimana proses penyembelihannya tidak sesuai dengan
ketentuan syariat Islam;
c) Barang-barang
yang dapat mengakibatkan kerusakan ahlak bagi masyarakat, seperti perusahaan
penyedia rokok dan pornografi.
Dari
ketentuan diatas kita mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kriteria
saham syariah adalah saham-sahan dari perusahaan yang
menjalankan usaha tidak mengandung unsur perjuadian (maisir), aset
maupun modal usaha tidak bersumber dari keuangan yang berbasis bunga (riba),
aqad jual beli hasil dari produksi usaha menggunakan aqad yang jelas (pasti)
bukan akad gharar/ketidakpastian
serta perusahaan yang tidak memproduksi barang-barang yang diharamkan dan
barang-barang yang dapat merusak moral masyarakat (konsumen).
2. Transaksi
yang bertentangan dengan prinsip Syariah
Melakukan
transaksi saham syariah di pasar modal Indonesia sekarang bukanlah
sesuatu yang sulit di jaman sekarang ini. Hal ini karena di BEI sekarang ini
sudah terdapat Shariah Online Trading System (SOTS) yang
dikembangkan oleh anggota bursa (broker) dan telah mendapatkan sertifikasi dari
MUI. Data yang dirilis distus IDX
Syariah pada waktu buku ini ditulis sudah terdapat 15 anggota bursa yang sudah
memiliki SOTS dan tersertifikasi oleh MUI.
Dalam
melakukan transaksi saham Syariah setiap investor tentunya harus menggunakan
aplikasi SOTS. Transaski dapat dilakukan
setelah membuka rekening saham Syariah terlebih dahulu pada perusahaan
sekuritas yang memiliki produk Syariah. Seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya bahwa saat ini terdapat 15 perusahaan sekuritas yang telah
menyediakan produk saham Syariah seperti indopremier sekuritas, BNI sekuritas,
Mirae Aset Sekuritas, Mandiri sekuritas dan lain-lain.
Adapun keunggulan dari SOTS tersebut adalah:
1. Investor hanya bisa mentrasaksikan saham-saham syariah yang terdapat dalam Daftar Efek Syariah (DES)
2. Tidak
terdapat fasilitas dana margin (margin trading)
3. Tidak
bisa menggunakan short selling yakni menjual barang yang belum dimiliki.
4. Laporan
kepemilikan saham pada portofolio dipisah dengan kepemilikan uang cash
investor.
Lalu
kita akan membahas megenai transaksi yang dilarang dalam saham syariah. Mengenai
larangan transaksi saham yang tidak sesuai dengan ketentuan syariah terdapat
dalam Fatwa DSN MUI No. 80 Tahun 2011. Adapun transaksi-transaksi
yang dilarang berkaitan dengan jual-beli saham dipasar modal adalah sebagai berikut:
1. Melakukan
transaksi dipasar modal dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand)
yang semu (palsu). Transaki semu ini dilarang
karena dapat menjadi sebab kerugian bagi orang lain atau istilah fiqih
Mu’āmalat dikenal dengan sebutan taghrir yang berarti bencana, akibat
dan bahaya. Jual beli semu dipandang berbahaya karena mengandung kebohongan
mengai bid dan offer. Adapun tujuan dari pihak yang melaukan
transaksi semu ini adalah supaya menarik perhatian dari pelaku pasar untuk
dapat bertransaksi pada suatu saham tertentu atau dalam bahasa sederhananya
adalah jebakan saham. dalam fatwa DSN-MUI transaski ini disebut dengan istilah Wash sale yakini
transaksi yang dilakukan tapi sebenarnya tidak merubah kepemilikan barang sama
sekali (beneficiary of ownership). Tujuan selanjutnya dari transaski
semu ini adalah untuk pembentukan harga, baik harga naik, turun maupun harga
tetap dari hari sebelumnya dan juga untuk memberi kesan bahwa saham tersebut liquid
karena aktif diperjual belikan oleh pelaku pasar (re-arrange trade).
2. Transaki
yang mengandung tadlīs, yakni transaski yang dilakukan dengan
menutup-nutupi kecacatan objek aqad. Dalam pasar modal transaski
seperti ini biasanya dilakukan oleh orang-orang anggota bursa dikarenakan
mereka mendapatkan informasi terkait akan adanya pembelian/penjualan saham dalam
jumlah besar oleh nasabahnya sehingga mereka melakukan tarnsaski beli/jual pada
suatu saham tertentu (Front Running) tujuannya tentu untuk
mendapatkan keuntungan (gain) ataupun mengurangi resiko kerugian.
3. Transaksi
dengan menyebarkan informasi palsu atau hoax (Misleading information)
tansaksi seperti ini juga masuk dalam kategori tadlīs.
4.
Transaski Pump and Dump yaitu transaksi
yang membuat naiknya suatu saham tanpa didasari apapun secara fundamental dari
emiten tersebut. Naiknya saham pada transaski Pump and Dump disebebkan adanya
aksi beli dengan jumlah yang cukup besar dengan tujuan mengangkat harga saham,
setelah kenaikan mencapai level yang di inginkan, pelaku Pump and Dump
melaukukan penjualan dalam skala yang besar pula sehingga membuat saham
turun kembali. Tujuannya untuk
mendapatkan keuntungan dalam waktu singkat dengan menjual saham yang dimiliki
pada waktu harga sedang naik. Transaski seperti ini masuk dalam kategori bai’
najasy.
5.
Transaksi
Hype and Dump yang juga termasuk dalam ketegori bai’ najasy, yaitu transaksi
yang membuat suatu harga saham naik (uptrand) yang didasari oleh adanya
informasi positif mengenai emiten tapi informasi positif tersebut tidak benar
(hoax). Setelah harga naik tinggi orang-orang yang melakukan transaski
Pump and Dump akan melakukan penjualan sahamnya dalam jumlah besar
sehingga harga saham tersebut turun drastis. Istilah seperti ini dikenal pelaku
pasar sebagi saham gorengan.
6. Melakukan/memasang
permintaan atau penawaran yang palsu (fake demand/supply) tujuannya untuk
membuat opini bahwa saham tersebut aktif diperjual belikan (pencitraan)
sehingga para pelaku pasar tertarik untuk melakukan transaksi pada saham
tersebut. Transaksi dengan menggunakan cara fake demand/supply
ini termasuk dalam kategori bai’ najasy.
7. Transaski
dengan menggunakan pendekatan ikhtīkar yakni melakukan pembelian barang
yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat besar dan menimbunnya, sehingga barang
tersebut langka dipasaran. Dalam parkatek jual beli saham hal ini dikenal
sebagai pooling interest yakni transaksi pembelian suatu saham tertentu
baik disertai dengan pergerakan naik, turun maupun stagnan. Biasanya tarnsaski
seperti ini dilakukan hanya oleh orang-orang tertentu saja, baik order buy
pada bid maupun order sell pada offer. Tujuan
tarnsaksi ini hanya untuk membuat kesan bahwa saham tersebut terlihat liquid
dipasaran. Transaksi hariannya cenderung sama pada suatu periode
perdagangan dan pada saatnya harga dan transaski hariannya meningkat drastis
dari harga dan volume transaksi sebelumnya. Tujuan dari pelaku Pooling
interest ini untuk melakukan penjualan ataupun akumulasi saham-saham yang
diinginkan supaya pergerakan saham tersebut bisa dijadikan sebagai tolak ukur
oleh pelaku pasar (benchmark).
8. Transaski yang juga masuk dalam kategori ikhtīkar adalah cornering yakni suatu taransaksi pada saham dimana porsi kepemilikan publiknya sangat terbatas. Dalam praktek transaksi cornering ini, pemilik saham mayoritas melakukan penawaran (supply) semu dengan tujuan supaya harga saham tersebut turun pada pagi hari (sesi I), dengan demikian memancing para pelaku pasar (trader) untuk melakukan tarnsaksi short selling tapi pada sore harinya (sesi II) harga saham diangkat kembali oleh pemilik saham moyoritas sehingga para traders short selling mengalami kerugian karena diharuskan untuk membeli kembali sahamnya dengan harga yang lebih tinggi.
9. Transasksi dengan menggunakan pola Ghisysy yakini jual beli tadlīs
dengan menyebutkan keunggulan barang tanpa menjelaskan kekurangan barang
tersebut kepada pembeli. Dalam praktek jual beli saham di pasr modal istilah seperti ini kita kenal
dengan marking at the close atau pengaturan harga pada saat penutupan
pasar. Para pelaku marking at the
close akan mengatur harga dengan cara melakukan order buy terhadapa saham
yang turun pada penutupan sehingga saham tersebut ditutup dalam keadaan naik
bila dibandingnya dengan penutupan hari sebelumnya dan begitu juga sebaliknya.
Yang kedua tarnsaksi yang juga masuk dalam kategori ghisysy adalah alternate
trade yakni tarnsaksi yang dilakukan oleh sekelompok orang baik order
buy pada bid maupun order sell pada offer hanya
dilakukan oleh orang-orang tersebut secar bergantian, tujuannya supaya saham
tersebut terlihat liquid dipsaran.
10. Transaksi dengan
menggunakan motede ghabn fahisy yakni transaski dengan melakukan
penawaran barang jauh dibawah harga pasar. Transaksi dalam pasar saham yang menggunakan informasi orang dalam (insider
trading) adalah transaksi yang termasuk dalam kategori ghabn fahisy dan
haram hukumnya dalam Islam. transasksi ghabn fahisy menggunakan informasi
coporet action (rencana perusahaan) suatu emiten yang belum di informasikan
kepada publik untuk melakukan akumulasi saham dalam jumlah yang besar sehingga
ketika informasi tersebut sampai kepada masyarakat pelaku ghabn fahisy
bisa menjualnya karena harga dipastikan sudah naik dari harga pembeliannya.
11. Jual
beli dengan mengunnakan unsur-unsur ribawi. Dalam pasar modal jual beli
seperti ini kita dapati dalam transaksi margin trading yaitu pembelian
terhadap saham dengan menggunakan dana talangan/pinjaman dari sekuritas pada
jangka waktu tertentu dan disertai dengan bunga pada saat pengembalian pinjaman
tersebut.
12. Transaksi terhadap saham yang belum dimiliki (short selling). short selling adalah transaksi dengan cara meminjam terlebih dahulu sejumlah saham dari perusahaan sekuritas untuk menjualnya dipasar disaat harga sedang naik, nanti setelah harga turun dia melakukan pembelian kembali terhadap sejumlah saham yang telah dijualnya tersebut untuk dikembalikan lagi kepada pemilik saham (sekuritas). Selisih dari penjualan dan pembelian tersebut akan menjadi keuntungan bali pelaku short selling. Dalam Islam paraktek jual beli seperti ini kita kenal dengan sebutan bai’ al-ma’dum yakni jual beli terhadap objek akad yang tidak ada pada waktu transasksi dan parktek jual beli bai’ al-madum ini haram hukumnya.
[1] Ali Geno Berutu, Pasar Modal Syariah Indonesia: Konsep dan Produk (Salatiga: LP2M Press, 2020), Hlm, 34-44
Label: saham syariah
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar disini
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda