Selasa, 17 Juli 2012

HUKUM LINGKUNGAN DALAM PRESFEKTIF ISLAM (PELESTARIAN LINKUNGAN DAN DASAR HUKUMNYA)

HUKUM LINGKUNGAN DALAM PRESFEKTIF ISLAM (PELESTARIAN LINKUNGAN DAN DASAR HUKUMNYA)
Oleh: Ali Geno Berutu


A. Pengertian Lingkungan Hidup
Menurut pasal 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997, disebutkan: “ Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan serta makhluk hidup lainnya. Menurut Otto Soemarwoto, “sifat lingkungan hidup ditentukan oleh bermacam-macam factor. Pertama, oleh jenis dan jumlah masing-masing jenis unsur linkungan hidup tersebut. Kedua, hubungan atau interaksi antara unsur dalam linkungan hidup itu. Ketiga, kalakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup. Keempat, factor non material suhu, cahaya, dan kebisingan

Dari Pasal 1 angaka 1 UU No. 23 Tahun 1997, pengertian lingkungan hidup dapat dirangkum menjadi unsur-unsur sebagai berikut:
1)      Kesatuan ruangan
Ruang adalah suatu bagian tempat berbagai komponen lingkungan hidup bisa menempati dan melakukan proses interaksi di antara berbagai komponen lingkungan hidup tersebut.
2)      Semua benda
Semua benda yang digolongkan juga sebagai materi, sehingga materi merupakan segala sesuatu yang berbeda pada suatu tempat derta pada suatu waktu. Pendapat kuno mengatakan semua benda terdiri atas empat macam materi asal yaitu api, air, tanah dan udara.
3)      Daya
Daya atau disebut juga dengan energi atau tenaga merupakan sesuatu yang memberikan kemampuan untuk menjalankan kerja, atau dengan kata lain energi atau tenaga adalah kemampuan untuk menjalankan kerja.
4)      Keadaan
Keadan disebut juga sebagai situisi dab kondisi. Keadaan memiliki berbagai ragam yang satu sama lainnya ada yang membantu berlangsungnya proses kehidupan lingkungan, ada yang merangsang makhluk hidup untuk melakukan  sesuatu, ada juga justru yang menggagu berprosesnya, interaksi lingkungan dengan baik.
5)      Makhluk Hidup (termasuk manusia dan prilakunya)
Makhluk hidup merupakan komponen lingkungan hidup yang sangat dominant dalam siklus.[1]

B. Larangan Merusak Lingkungan Menurut Syari’at Islam
Firman Allah SWT surta Al-A’rof ayat 56
ولا تفسدوا فى الارض بعد إصلاحها ودعوه خوفا وطمعا إن رحمت الله قريب من الحسنين
Dan jangan lah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah(Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada Allah, dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
Ayat ini melarang pengrusakan di muka bumi. Pengrusakan adalah salah satu bentuk pelanggran atau bentuk pemlampauan batas. Karena itu. Ayat ini melanjutkan tutunan ayat yang lalu dengan menyatakan :  dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah perbaikannya yang dilakukan kamu oleh Allah SWT dan atau siapapun dan berdoalah serta beribadah kepada-Nya dalam keadaan takut sehingga kamu lebih mentataati-Nya dalam keadaan penuh harapan dan anugrah-Nya, termasuk pengabulan do’a kamu. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada al-muhsinin, yakni orang-orang yang berbuat baik.[2]
Menurut kajian Ushul fiqh, ketika kita dilarang melakukan sesuatu berarti kita diperintahkan untuk melakuakan kebalikannya. Misalnya, kita dilarang merusak alam berarti kita diperintah untuk melestarikan alam. Adapun status perintah tersebut tergantung status larangannya. Contoh, status larangan merusak alam adalah haram, itu menunjukan perintah melestarikan alam hukumnya wajib. (Jam’ul Jawami’, I.390)
Sementara itu, fakhruddin al-Raziy dalam menanggapi ayat di atas, berkomentar bahwa, ayat di atas mengindikasikan larangan membuat madharat. Pada dasarnya, setiap perbuatan yang menimbulkan madharat itu dilarang agama. Al-Qurtubi menyebutkan dalam tafsirnya bahwa, penebangan pohon juga merupakan tindakan pengrusakan yang mengakibatkan adanya madharat. Beliau juga menyebutkan bahwa mencemari air juga masuk dalam bagian pengrusakan. (al-Tafsir al-Kabir,IV, 108-109; Tafsir Al-Qurtubi, VII, 226)
Alam raya telah diciptakan Allah swt. Dalam keadaan yang sangat harmonis, serasi, dan memenuhi kebutuhan makhluk. Allah telah menjadikannya baik, bahkan memerintahkan hamba-hambanya untuk memperbaikinya.
Salah satu bentuk perbaikan yang dilakukan Allah, adalah dengan mengutus para Nabi untuk meluruskan dan memperbaiki kehidupan yang kacau dalam masyarakat. Siapa yang tidak menyambut kedatangan rasul, atau menghambat misi mereka, maka dia telah melakukan salah satu bentuk pengrusakan di bumi.
Merusak setelah diperbaiki, jauh lebih buruk daripada merusaknya sebelum diperbaiki, atau pada saat dia buruk. Kerena itu, ayat ini secara tegas menggaris bawahi larangan tersebut, walaupun tentunya memperparah kerusakan atau merusak yang baik juga amat tercela.[3]
Kerusakan ini mencakup kerusakan jiwa dengan cara membunuh dan memotong anggota tubuh, kerusakan harta dengan cara gasab dan mencuri, kerusakan agama dan kafir dengan melakukan kemaksiatan-kemaksiatan, kerusakan nasab dengan melakukan zina dan kerusakan akal dengan meminum minuman yang memabukan dan semisalnya.
Kesimpulannya bahwa, perusakan itu mencakup kerusakan terhadap akal, akidah, tata kesopanan, pribadi maupun social, sarana-sarana penghidupan, dan hal-hal yang bermanfaat untuk umum, seperti lahan-lahan pertanian, perindustrian, perdagangan dan sarana-sarana kerja sama untuk sesame manusia.
Adapun perbaikan Allah Ta’ala terhadap keadaan manusia adalah berupa petunjuk agama dan diutusnya Nabi dan Rasul, yang hal itu disempurnakan dengan dibangkitkannnya Nabi dan Rasul terakhir, yang merupakan rahmat bagi seluruh alam. Dengan diutusnya itu, akidah umat islam telah diperbaiki, akhlak dan tata kesopanan mereka telah dibimbing. Sebab beliau telah menghimpun akhlak dan kesopanan itu bagi umat manusia. Segala kemaslahatan suh dan jasad dan telah disyari’atkan pula bagi mereka saling menolong dan saling mengasihi telah pelihara bagi mereka. Keadailan dan persamaan telah disyari’atkan bagi mereka. Musyawarah yang terkait dengan suatu kaidah, menolak hal yang merusak, dan memelihara hal-hal yang maslahat. Dengan demikian, agama mereka melebihi agama-agama lainnya.[4]
Kehidupan alam dalam pandangan islam berjalan di atas prinsip keselarasan dan keseimbangan. Alam semesta berjalan atas dasar pengaturan yang serasi dan dengan perhitungan yang tepat. Sekalipun di dalam ala mini tampak seperti unit unit yang berbeda. Semuanya berada dalam satu system kerja yang saling mendukung, saling  terkait, dan saling tergantung satu sama lain. Artinya, apabila ada satu unit atau bagian yang rusak pasti menyebabkan unit atau bagian lain menjadi rusak pula. Prinsif keteraturan yang serasi dan perhitungan yang tepat semacam ini seharusnya menjadi pegangan atau landasan berpijak bagi manusia dalam menjalani kehidupan di muka bumi ini. Dengan demikian, segenap tindakan manusia harus didasarkan atas perhitungan-perhitungan cermat yang diharapkan dapat mendukung prinsip keteraturan dan keseimbangan tersebut.
Dalam fiqh terdapat ketentuan dasar bahwa semua makhluk mempunyai status hukum muhtaram, bukan dalam arti terhormat, tetapi harus dilindungi eksistensinya/ jiak makhluk hidup, maka siapapun terlarang membunuhnya. Jika makhluk tek bernyawa, maka siapapun terlarang merusak binasakannya. Dengan kata lain, semua makhluk harus dilindungi hak kepriadaanya.[5]
Eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam dilihat sebagi penyebab untama terjadinya bencana alam seperti longsor maupun banjir di Indonesia dalam kurun waktu setahun terakhir ini. Bencana ala mini tidak hanya telah mengakibatkan ratusan manusia kehilangan nyawa, tetapi ribuan manusia kehilangan nyawa juga kehilangan tempat tinggal mereka.
Bencana lingkungan seperti tsunami, tanah longsor, lumpur, dan gempa adalah sederet bencana yang silih berganti. Tetapi, bencana-bencana tersebut tidak selamanya disebabkan factor alam. Banjir dan tanah lonsor misalnya, merupakan bencana yang tidak bisa dipisahkan dengan factor manusia yang kurang ramah dengan alam dan lingkungannya sendiri.
Hal ini sesuai dengan Firman Allah surat Ar-Rum ayat 41 yang artinya, “kerusakan telah terjadi di darat dan di lautan karena dosa-dosa yang dilakukan oleh tangan-tangan manusia, biar mereka dapat merasakan dari apa yang mereka lakukan, agar mereka mau kembali (taubat)
Dalam pelajaran ekologi manusia, kita dikenalkan pada teori tentang hubungan manusia dengan alam, salah satunya adalah anthrophosentis. Di sana dijelaskan mengenai hubungan manusia dan alam. Di mana manusia menjadi pusat dari alam. Maksudnya semua yang ada di alam ini adalah untuk manusia.
Allah SWT. Juga menjelaskan dalam Al-Quran, bahwa semua yang ada di ala mini memang sudah diciptakan untuk kepentingan manusia. “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (al Baqarah: 29)
Ajaran islam menawarkan kesempatan untuk memahami Sunnatullah serta menegaskan tanggung jawab manusia. Ajaran Islam tidak hanya mengajarkan untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, tetapi juga mengajarkan aturan main dalam pemanfaatannya dimana kesejahteraan bersama yang berkelanjutan sebagai hasil keseluruhan yang diinginkan. Salah satu Sunnah Rasulullah SAW menjelaskan bahwa setiap warga masyarakat berhak untuk mendapatkan manfaat dari suatu sumber daya alam milik bersama untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya sepanjang tidak melanggar, menyalahi atau menghalangi hak-hak yang saam yang juga dimiliki oleh orang lain sebagai warga masyarakat. Penggunaan sumber daya yang langka atau terbatas harus diawasi dan dilindungi.
Agama dan lingkungan, membentuk pandangan baru terhadap alam, misalnya pamahaman kontekstual kitab-kitab suci dan tradisi religius keagamaan tentang alam, meningkatkan kesadaran untuk membangun basis untuk aksi, baik melalui fiqh lingkungan/teologi lingkungan, pemuka agama, dan lembaga keagamaan. Islam menekankan umatnya yang menjaga kelestarian lingkungan dan berlaku arif terhadap alam. Dalam QS. Al-Anbiya/21:35-39 Allah mengisahkan kasus Nabi Adam as. Adam telah diberi peringatan oleh Allah untuk tidak mencabut dan memakan buah khuldi. Namun, ia melanggar larangan itu. Akhirnya, Adam terusir dari surga. Karena Adam telah merusak ekologi surga, ial terlempar kepadang yang tandus, kering, panas dan gersang. Doktrin ini mengingatkan manusia agar sadar terhadap persoalan lingkungan dan berikhtiar memelihara ekosistem alam.
Hukum pelestarian lingkungan hidup adalah fardhu kifayah. Artinya, semua orang baik individu maupun kelompok dan perusahaan bertanggung jawab terhadap pelestarian lingkungan hidup, dan harus dilibatkan dalam penanganan kerusakan lingkungan hidup. Hanya saja, di antara yang paling bertanggung jawab dan menjadi pelopor atas kewajiban ini adalah pemerintah. Sebab, pemerintah adalh pihak yang mengeman amant untuk mengurus ursan rakyat termasuk lingkungan hidup. Selain itu, pemerintah juga memiliki seperangkat kekuasaan untuk menggerakkan kekuatan menghalau pelaku kerusakan lingkungan hidup. Kewajiban masyarakat adalah membantu pemerintah dalam menyelesaikan masalah lingkungan hidup.
Selagi lingkungan hidup masih tercemar, maka kita semua terus berdosa. Jika fardhu kifayah belum tuntas, maka usaha/ikhtiar untuk memenuhi kewajiban itu tidak boleh berhenti. Dosa yang paling besar ditanggung oleh pelaku pengrusakan dan pencemaran lingkungan hidup, pemerintah dan pada tingkatan terakhir anggota masyarakat. Kenapa masyarakat juga berdosa? Karena masyarakat juga berkewajiban untuk mencega, mengingatkan, memelihara dan memberikan keteladanan yang baik dalam pelestarian lingkungan hidup.

C. Dalil-Dalil Seputar Dasar Pelestarian dan Pengelolaan Lingkungan
Perintah berlaku ihsan (baik) kepada segala sesuatu
عن شداد بن أوس قال : ثنتان حفظتهما عن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : إن الله كتب الإحسان على كل شيء فإذا قتلتم فأحسنوا القتلة وإذا ذبحتم فأحسنوا الذبح وليحد أحدكم شفرته فليرح ذبيحته . (رواه مسلم)
Dari Syaddad bin Aus berkata, “Ada dua hal yang aku hapal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau berkata, ‘Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku ihsan kepada segala sesuatu. Bila kalian membunuh (seperti binatang berbahaya), bunuhlah dengan cara yang baik. Bila kalian menyembelih binatang, sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaknya seorang dari kalian mengasah pisaunya dan memberi kemudahan kepada sembelihannya.
* Merusak lingkungan merupakan salah satu sifat orang munafik
قال الله تعالى : وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللَّهُ لا يُحِبُّ الْفَسَادَ . (البقرة : 205)
“Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan”
* Larangan terhadap perbuatan yang dapat menimbulkan mudharat/merugikan orang lain.
عن ابن عباس رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : لا ضرر ولا ضرار .
(رواه أحمد وعبد الرزاق في المصنف وصححه الألباني في الصحيحة : 250)
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak boleh menimbulkan kemudharatan atau membalas kemudharatan dengan kemudharatan.”
* Menanam tumbuhan yang bermanfaat sama dengan bersedekah
عن أنس رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ما من مسلم يغرس غرساً ، أو يزرع زرعاً ، فيأكل منه طير أو إنسان أو بهيمة ، إلا كان له به صدقة . (رواه البخاري ومسلم)
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak seorang pun muslim yang menanam tumbuhan atau bercocok tanam, kemudian buahnya dimakan oleh burung atau manusia atau binatang ternak, kecuali yang dimakan itu akan bernilai sedekah untuknya.”
عن أنس رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : إذا قامت الساعة ، وبيد أحدكم فسيلة ، فإن استطاع أن لا يقوم حتى يغرسها فليفعل . (رواه أحمد وقال الألباني : وهذا سند صحيح على شرط مسلم)
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika kiamat telah terjadi dan di tangan seorang dari kalian memegang bibit korma, bila dia dapat untuk tidak meniggalkan tempatnya sebelum dia menanam bibit itu, maka hendaknya dia lakukan.”
* Berbuat baik kepada setiap makhluk bernyawa bernilai pahala
عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : بينما كلب يطيف بركية قد كاد يقتله العطش إذ رأته بغي من بغايا بني إسرائيل فنزعت موقها فاستقت له به فسقته إياه فغفر لها به . (متفق عليه)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Dulu ada seekor anjing yang hamper mati karena kehausan mengelilingi sebuah sumur. Tiba-tiba seorang wanita pelacur Bani Israil melihat anjing itu. Maka wanita pelacur itu melepas sepatunya, mengambil air (dari dalam sumur) dengan sepatunya itu dan memberi minum anjing tersebut. Wanita pelacur tersebut diampuni dosanya (oleh Allah) dengan perbuatannya itu.”
* Mengoptimalkan manfaat lahan bernilai pahala, dan setiap bagian yang dinikmati dari hasil lahan tersebut adalah sedekah
عن جابر رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: من أحيا أرضاً ميتة فله أجر، وما أكلت العافية (كل طالب رزق آدمياً كان أو غيره) منها فهو له صدقة . (رواه أحمد وصححه الألباني)
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang mengolah tanah mati, dia mendapatkan pahala. Apapun yang dimakan oleh makhluk hidup dari hasil olahannya bernilai sedekah bagi dia.”
* Menjaga kebersihan fasilitas publik bagian dari iman, menghapus dosa dan dapat menjadi sebab masuk surga
عن أبي هريرة أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : الإيمان بضع وسبعون شعبة ، فأفضلها قول لا إله إلا الله ، وأدناها إماطة الأذى عن الطريق ، والحياء شعبة من الإيمان . (رواه البخاري ومسلم)
Dari Dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Iman itu terdiri dari tujuh puluh sekian cabang. Yang terutama adalah ucapan Laa Ilaaha illallaah (Tidak ada sesembahan yang hak selain Allah) dan yang paling rendah adalah menyingkirkan kotoran dari jalanan. Sikap malu adalah salah satu cabang dari iman.”
عن معقل بن يسار قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : من أماط أذى من طريق المسلمين كتبت له حسنة ، ومن تقبلت منه حسنة دخل الجنة . (رواه الطبراني في المعجم، والبخاري في الأدب المفرد وحسنه الألباني)
Dari Ma’qal bin Yasar berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Barangsiapa yang menyingkirkan kotorang dari jalanan kaum muslimin, perbuatannya dicatat sebagai satu kebaikan. Barangsiapa yang diterima darinya satu kebaikan, ia akan masuk surga.”
عن أبي ذر عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : عرضت علي أعمال أمتي حسنها وسيئها فوجدت في محاسن أعمالها الأذى يماط عن الطريق ووجدت في مساوئ أعمالها النخاعة تكون في المسجد لا تدفن . (رواه مسلم)
Dari Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ditampakkan kepadaku amalan umatku, yang baik dan yang buruk. Aku dapati di antara amal baik ialah kotoran yang disingkirkan dari jalan. Dan aku dapati di antara amalan yang jelek ialah air liur yang buang di mesjid dan tidak ditimbuni (tanah).”
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : بينما رجل يمشي في الطريق إذ وجد غصن شوك ، فأخره فشكر الله له فغفر له . (متفق عليه)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dulu ada seorang laki-laki yang jalan di sebuah jalan. Tiba-tiba dia melihat ranting pohon berduri. Dia singkirkan ranting itu maka Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuninya.”
* Larangan menyiksa binatang
عن عبد الله بن عمر أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : عذبت امرأة في هرة سجنتها حتى ماتت فدخلت فيها النار لا هي أطعمتها وسقتها إذ هي حبستها ولا هي تركتها تأكل من خشاش الأرض . (رواه مسلم)
Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seorang wanita diadzab karena seekor kucing. Ia mengurung kucing itu sampai mati, maka wanita tersebut masuk neraka. Dia tidak memberi kucing itu makan dan minum, karena dia mengurungnya. Dia tidak juga melepaskan kucing itu agar dapat makan serangga tanah.”
عن ابن عمر رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : لعن الله من اتخذ شيئاً فيه الروح غرضاً . (متفق عليه)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah melaknat orang yang menjadikan sesuatu yang bernyawa sebagai sasaran (seperti panah atau tembak).”
* Larangan mencemari lingkungan
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : اتقوا اللاعنين . قالوا : وما اللاعنان ؟ قال : الذي يتخلى في طريق الناس أو في ظلهم . (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jauhilah dua perbuatan yang mendatangkan laknat!” Sahabat-sahabat bertanya, ”Apakah dua perbuatan yang mendatangkan laknat itu?” Nabi menjawab, “Orang yang buang air besar di jalan umum atau di tempat berteduh manusia.”
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : لا يبولن أحدكم في الماء الدائم الذي لا يجري ثم يغتسل فيه . (رواه البخاري ومسلم)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah seorang dari kalian kencing di air tenang yang tidak mengalir kemudian mandi di dalamnya.”
* Kecaman bagi yang hidup boros
عن أبي نعامة أن عبد الله بن مغفل سمع ابنه يقول : اللهم إني أسألك القصر الأبيض عن يمين الجنة إذا دخلتها . فقال أي بني ، سل الله الجنة وتعوذ به من النار . فإني سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : إنه سيكون في هذه الأمة قوم يعتدون في الطهور والدعاء . (رواه أبو داود وصححه الألباني)
Dari Abu Nu’amah bahwa Abdullah bin Mughaffal mendengar anaknya berdoa, “Ya Allah, aku mohon diberi istana putih di sebelah kanan surga bila aku masuk surga.” Maka Abdullah berkata, “Wahai anakku, mintalah surga kepada Allah dan berlindunglah kepadanya dari neraka. Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya akan ada pada umat ini sekelompok orang yang berlebih-lebihan dalam bersuci dan berdoa.”
* Larangan merusak lingkungan
قال أبو بكر رضى الله عنه لما بعث الجنود نحو الشام : . . . ولا تغرقن نخلا ولا تحرقنها ولا تعقروا بهيمة ولا شجرة تثمر ولا تهدموا بيعة ولا تقتلوا الولدان ولا الشيوخ ولا النساء . (رواه البيهقي في السنن)
Abu Bakar radhiyallahu ’anhu berpesan ketika mengirim pasukan ke Syam, ” . . . dan janganlah kalian menenggelamkan pohon korma atau membakarnya. Janganlah kalian memotong binatang ternak atau menebang pohon yang berbuah. Janganlah kalian meruntuhkan tempat ibadah. Janganlah kalian membunuh anak-anak, orang tua dan wanita.”
- Perintah untuk memanfaatkan barang yang masih bisa digunakan
عن عبد الله بن عباس رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه و سلم مر بشاة ميتة فقال : هلا استمتعتم بإهابها ؟ قالوا : إنها ميتة . قال : إنما حرم أكلها . (متفق عليه)
Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ’anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melewati bangkai seekor kambing. Beliau berkata, “Tidakkah kalian memanfaatkan kulitnya?” Sahabat-sahabat menjawab, “Tapi kambing ini bangkai.” Nabi bersabda, “Yang diharamkan dari kulit bangkai itu hanyalah memakannya.”
* Perintah untuk menjaga kelangsungan hidup seluruh makhluk dari ancaman kepunahan
عن عبد الله بن مغفل قال : إني لممن يرفع أغصان الشجرة عن وجه رسول الله صلى الله عليه و سلم وهو يخطب فقال : لولا أن الكلاب أمة من الأمم لأمرت بقتلها فاقتلوا منها كل أسود بهيم . وما من أهل بيت يرتبطون كلبا إلا نقص من عملهم كل يوم قيراط إلا كلب صيد أو كلب حرث أو كلب غنم . (رواه الترمذي وحسنه)
Dari Abdullah bin Mughaffal berkata, ”Sesungguhnya aku di antara yang menyingkirkan ranting pohon yang menghalangi wajah Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam ketika satu waktu beliau berkhutbah. Beliau berkata, ’Andaikata anjing itu bukan sebagai satu umat dari umat-umat yang ada, akan aku perintahkan untuk membunuh semua anjing. Bunuhlah anjing yang hitam legam. Tidaklah sebuah keluarga mengikat anjing kecuali akan berkurang dari pahala amal mereka dua qirath setiap hari, kecuali untuk anjing berburu atau anjing penjaga kebun atau anjing penjaga ternak kambing.”
* Contoh pemeliharaan keanekaragaman binatang dalam kisah Nabiyullah Hud ’alaihis salam
التفسير الميسر ، مجمع الملك فهد - (ج 4 / ص 21)
{ حَتَّى إِذَا جَاءَ أَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّورُ قُلْنَا احْمِلْ فِيهَا مِنْ كُلٍّ زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ وَأَهْلَكَ إِلا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ وَمَنْ آمَنَ وَمَا آمَنَ مَعَهُ إِلا قَلِيلٌ (40) }
حتى إذا جاء أمرنا بإهلاكهم كما وَعدْنا نوحًا بذلك ، ونبع الماء بقوة من التنور - وهو المكان الذي يخبز فيه - علامة على مجيء العذاب ، قلنا لنوح: احمل في السفينة من كل نوع من أنواع الحيوانات ذكرًا وأنثى، واحمل فيها أهل بيتك، إلا مَن سبق عليهم القول ممن لم يؤمن بالله كابنه وامرأته ، واحمل فيها من آمن معك من قومك ، وما آمن معه إلا قليل مع طول المدة والمقام فيهم.
”Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman: “Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman.” Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit.” (QS. Huud/11: 40)
* Larangan memotong tumbuhan tanpa alasan yang jelas
عن عبد الله بن حبشي قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من قطع سدرة صوب الله رأسه في النار . (وراه أبو داود وصححه الألباني) .
سئل أبو داود عن معنى هذا الحديث ، فقال : هذا الحديث مختصر يعني من قطع سدرة في فلاة يستظل بها ابن السبيل والبهائم عبثا وظلما بغير حق يكون له فيها صوب الله رأسه في النار .
Dari Abdullah bin Habasyi berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Barangsiapa yang menebang sebatang sidr (sejenis pohon obat), Allah akan menundukkan kepalanya di dalam neraka.”
Imam Abu Dawud ditanya tentang makna hadits ini. Abu Dawud berkata, ”Hadits ini singkat. Artinya, barangsiapa yang menebang pohon sidr yang biasa dipakai berteduh musafir atau binatang di padang pasir, tanpa alasan yang jelas atau secara aniaya, Allah akan menundukkan kepalanya di neraka.”
* Perintah untuk mematikan lampu untuk menghindari kebakaran
عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : خمروا الآنية وأجيفوا الأبواب وأطفئوا المصابيح فإن الفويسقة ربما جرت الفتيلة فأحرقت أهل البيت . (رواه البخاري)
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tutuplah bejana-bejana dan pintu-pintu (rumah). Matikanlah lampu-lampu. Bisa jadi tikus kecil membawa anak api sehingga membakar seluruh penghuni rumah.”



[1].  Sodikin, makalah (pengertian Lingkungan Hidup)
[2]. Quraish Sihab, M, Tafsir Al-Misbah jilid 5. hal 123
[3] Ibid, hal. 123-124
[4]. Mustafa Al-Maragii, Ahmad, Tafsir Al-Maragi. Semarang: Toha Putra. 1993. hal.314-315
[5] .Yafie, Ali. Merintis Fiqh Lingkungan Hidup. Jakarta: Yayasan Amanah. 2006. hal 173-174

BACA JUGA

Label:

1 Komentar:

Pada 17 Oktober 2018 pukul 20.22 , Anonymous poris mengatakan...

terimakasih infonya

 

Posting Komentar

Silahkan komentar disini

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda