Ruang Lingkup dan Tujuan Pelarangan Minuman Khamar dan Sejenisnya
Oleh: Ali Geno Berutu
- Ruang Lingkup Pelarangan Minuman Khamar dan Sejenisnya
Ruang lingkup larangan minuman khamar dan
sejenisnya dijelaskan dalam Bab II Pasal 2 yaitu, segala bentuk kegiatan
dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan segala minuman yang memabukkan. Hal
ini diperjelas lagi dalam ketentuan umum pada Bab I Qanun Nomor Tahun 2003
yaitu:
a.
Memproduksi
Yaitu serangkaian kegiatan atau proses
menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, dan/atau
mengubah bentuk menjadi minuman Khamar dan Sejenisnya.
b.
Mengedarkan
Yaitu setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka
penyaluran minuman Khamar dan Sejenisnya
kepada perorangan dan/atau masyarakat.
c.
Mengangkut
Yaitu setiap kegiatan atau serangkaian
kegiatan membawa minuman Khamar dan Sejenisnya dari suatu tempat ke
tempat lain dengan kendaraan atau tanpa menggunakan kendaraan.
d.
Memasukkan
Yaitu, setiap kegiatan atau serangkaian
kegiatan membawa minuman Khamar dan Sejenisnya dari daerah atau negara
lain ke dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
e.
Memperdagangkan
Yaitu, setiap kegiatan atau serangkaian
kegiatan dalam rangka penawaran, penjualan atau memasarkan minuman Khamar dan
Sejenisnya.
f.
Menyimpan
Yaitu, menempatkan Khamar dan
Sejenisnya di gudang, hotel, penginapan, losmen, wisma, bar, restoran, warung
kopi, rumah makan, kedai, kios dan tempat-tempat lain. Menimbun adalah
mengumpulkan minuman khamar dan sejenisnya di gudang, hotel, penginapan, losmen, wisma,
bar, restoran, warung kopi, rumah makan, kedai, kios
dan tempat-tempat lain.
g.
Mengkonsumsi
Yaitu, memakan atau meminum minuman Khamar
dan Sejenisnya baik dilakukan sendiri maupun dengan bantuan orang lain.
- Tujuan Pelarangan Minuman Khamar dan Sejenisnya
Qanun Nomor 12 Tahun 2003 di undangkan guna untuk melindungi masyarakat
dari segala bentuk penyelewengan terhadap ketentuan-ketentuan syariat, adapun
tujuan pelarangan minuman Khamar dan sejenisnya dijelaskan dalampasal 3 sebagai
berikut :
a. Melindungi
masyarakat dari berbagai bentuk tindakan dan/atau perbuatan yang dapat merusak akal.
b. Mencegah
terjadinya perbuatan atau kegiatan yang timbul akibat minuman khamar
dalam masyarakat.
c. Meningkatkan
peran serta masyarakat dalam mencegah dan memberantas terjadinya perbuatan minuman
khamar dan sejenisnya.
A. Sanksi Terhadap Pelanggar Qanun Nomor 12 Tahun 2003
Dalam
Pasal 26 Qanun Provinsi Nangroe Aceh Darussalam No 12 tahun 2003 dijelaskan
bahwa:[1]
1.
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 5, diancam dengan `uqubat hudud 40 (empat puluh) kali cambuk.
Yang dimaksud dengan setiap orang adalah Pemeluk agama Islam yang mukallaf
di Nanggroe Aceh Darussalam.[2]
- Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai Pasal 8 diancam dengan `uqubat ta`zir berupa kurungan paling lama 1 (satu) tahun, paling singkat 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah), paling sedikit Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
Yang dimaksud dengan setiap orang adalah orang yang ada di Nanggroe Aceh
Darussalam.
3.
Pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 adalah jarimah hudud.
Jarimah hudud adalah tindak
pidana yang kadar dan jenis‘uqubatnya terikat pada ketentuan Al-Quran dan
Al-Hadits.
4.
Pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 sampai Pasal 8 adalah jarimah ta`zir.
Jarimah ta’zir adalah tindak
pidana yang tidak termasuk qishash-diat dan hudud yang kadar dan jenis ‘uqubatnya
diserahkan kepada pertimbangan hakim.
B. Jarimah Khamar dan Sejenisnya Serta Uqubatnya[3]
NO
|
BENTUK JARIMAH
|
PELAKUNYA
|
UQUBATNYA
|
KETERANGAN
|
1
|
Mengkonsumsi/ meminum
|
Orang/perorangan
|
Dicambuk :
40 Kali
|
Hukuman hudud
|
2
|
Memproduksi
|
- Perorangn
- Badan hukum
- Badan Usaha
|
Kurungan :
- Maksimal : 1
tahun
- Minimal : 3
bulan
Dan/atau denda:
- Maksimal Rp.
75.000.000
- Minimal Rp.
25.000.000
|
- Hukuman ta’zir
- Bila pelakunya
Badan Usaha,
maka dapat
dicabut/dibatalkan
izin
usahanya
( hukuman
administratif )
|
3
|
Menyediakan
|
S d a
|
S d a
|
S d a
|
4
|
Menjual
|
S d a
|
S d a
|
S d a
|
5
|
Memasukkan
|
S d a
|
S d a
|
S d a
|
6
|
Mengedarkan
|
S d a
|
S d a
|
S d a
|
7
|
Mengangkut
|
S d a
|
S d a
|
S d a
|
8
|
Menyimpan
|
S d a
|
S d a
|
S d a
|
9
|
Menimbun
|
S d a
|
S d a
|
S d a
|
10
|
Memperdagangkan
|
S d a
|
S d a
|
S d a
|
11
|
Menghadiahkan
|
S d a
|
S d a
|
S d a
|
12
|
Mempromosikan
|
S d a
|
S d a
|
S d a
|
13
|
Melegalisasi penyediaan
Khamar
|
Instansi yang
berwenang
mengeluarkan
izin usaha
|
S d a
|
S d a
|
14
|
Mengulangi pelanggaran
|
Orang, badan
Hukum atau
Badan Usaha
|
Ditambah 1/3
dari ‘uqubat
maksimal
|
S d a
|
Dari tabel diatas
terlihat bahwa orang yang mengkonsumsi minuman khamar dan sejenisnya akan
dijatuhi hukuman hudud, berupa cambuk sebanyak 40 kali. Di dalam fiqih, hudud
adalah jenis hukuman yang pasti, yang mempunyai hanya satu bentuk dan satu
jenis hukuman.[4]
Setiap orang yang
terbukti melakukan kesalahan ( perbuatan pidana ) tersebut semuanya dijatuhi
hukuman yang sama, yang dalam kasus mengkonsumsi minuman khamar adalah dicambuk
40 kali. Hakim tidak diberi izin untuk memilih ( besar kecil atau tinggi rendah
) hukuman atau menjatuhkan hukuman lain. Sedangkan bagi mereka yang memproduksi
dan mengedarkannya, baik dengan cara menyimpan, menjual dan sebagainya dijatuhi
hukuman ta’zir, yaitu kurungan paling lama satu tahun dan paling sedikit tiga
bulan, dan atau denda paling banyak Rp 75.000.000,- ( tujuh puluh lima juta
rupiah ) dan paling sedikit Rp 25.000.000,-
( dua puluh lima juta rupiah ). Karena merupakan hukuman ta’zir, maka
peraturan boleh menentukan limit tertinggi dan terendahnya dan dapat menentukan
alternatif antara kurungan dan denda, tetapi dapat juga berupa hukuman
kumulatif, gabungan antara kurungan dan denda.[5]
Hakim diberikan hak
untuk memilih diantara berbagai kemungkinan yang disediakan oleh qanun
tersebut. Sekiranya perbuatan pidana yang berkaitan dengan khamar ini dilakukan
oleh badan hukum, maka hukuman akan dijatuhkan kepada penanggungjawabnya.
Begitu juga badan usaha yang terbukti melakukan pelanggaran ini dapat
dijatuhkan hukuman administratif berupa pencabutan atau pembatalan izin usaha.
Hal lain yang perlu
diperhatikan, dalampasal 29 diatur ketentuan mengenai penambahan hukuman
maksimal, bagi mereka yang mengulangi pelanggaran. Sesuai dengan ketentuan
mengenai perbedaan perbuatan pidana hudud dengan perbuatan pidana ta’zir,
maka penambahan hukuman ini hanya berlaku untuk ta’zir dan tidak untuk hudud.
Kesimpulan ini antara lain dikukuhkan oleh pernyataan dalam qanun sendiri,
bahwa penambahan sampai batas sepertiga tersebut dilakukan atas hukuman
maksimal. Penggunaan istilah maksimal disini secara tidak langsung menunjukkan
bahwa penambahan itu hanya untuk pidana ta’zir, karena hukuman maksimal
dan minimal hanaya ada pada ta’zir, sedangkan pada hudud hanya
satu hukuman, tidak ada maksimal dan minimal.[6]
C.
Pelaksanaan Uqubat Qanun Nomor 12 Tahun 2003
Uqubat cambuk dilakukan oleh seorang petugas yang ditunjuk oleh
Jaksa Penuntut Umum. Dalam melaksanakan tugasnya, Jaksa Penuntut Umum harus
berpedoman pada ketentuan yang diatur dalam Qanun ini dan/atau ketentuan yang
akan diatur dalam Qanun tentang hukum formil.[7]
Pelaksanaan ‘uqubat
dilakukan segera setelah putusan hakim mempunyai kekuatan hukum tetap.
Penundaan pelaksanaan ‘uqubat hanya dapat dilakukan berdasarkan
penetapan dari Kepala Kejaksaan apabila terdapat hal-hal yang membahayakan
terhukum setelah mendapat keterangan dokter yang berwenang.[8]
Uqubat cambuk dilakukan di tempat yang dapat disaksikan orang
banyak dengan dihadiri Jaksa Penuntut Umum dan dokter yang ditunjuk;
Pencambukan dilakukan dengan rotan yang berdiameter 0,75 s/d 1(satu) senti
meter, panjang 1 (satu) meter dan tidak mempunyai ujung ganda/belah.Pencambukan
dilakukan pada bagian tubuh kecuali kepala, muka, leher, dada dan kemaluan.
Kadar pukulan atau cambukan tidak sampai melukai. Terhukum laki-laki dicambuk
dalam posisi berdiri tanpa penyangga, tanpa diikat, dan memakai baju tipis yang
menutup aurat. Sedangkan perempuan dalam posisi duduk dan ditutup kain di
atasnya. Pencambukan terhadap perempuan hamil dilakukan setelah 60 (enam puluh)
hari yang bersangkutan melahirkan.[9]
Apabila selama
pencambukan timbul hal-hal yang membahayakan terhukum berdasarkan pendapat
dokter yang ditunjuk, maka sisa cambukan ditunda sampai dengan waktu yang
memungkinkan.[10]
Pelaksanaan ‘uqubat kurungan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) Pasal 26 dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku.[11]
Daftar Pustaka:
Berutu, A.G., 2016. Penerapan syariat Islam Aceh dalam lintas sejarah. Istinbath: Jurnal Hukum, 13(2), pp.163-187.
Berutu, A.G., 2017. Qanun Aceh No 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat Dalam Pandangan Fik {ih dan KUHP. Muslim Heritage, 2(1), pp.87-106.
Berutu, A.G., 2020. Formalisasi Syariat Islam Aceh Dalam Tatanan Politik Nasional. Pena Persada.
Berutu, A.G., 2019. Aceh dan syariat Islam.
Berutu, A.G., 2017. Pengaturan Tindak Pidana dalam Qanun Aceh: Komparasi Antara Qanun No. 12, 13, 14 Tahun 2003 dengan Qanun No. 6 Tahun 2014. Mazahib: Jurnal Pemikiran Hukum Islam, 16(2).
Berutu, A.G., 2016. PENERAPAN QANUN ACEH DI KOTA SUBULUSSALAM (Kajian Atas Qanun No. 12, 13 Dan 14 Tahun 2003). Ali Geno Berutu.
Berutu, A.G., 2016. Implementasi Qanun Maisir (Judi) Terhadap Masyarakat Suku Pak—Pak Di Kota Subulussalam–Aceh. ARISTO, 4(2), pp.31-46.
Berutu, A.G., 2020. MAHKAMAH SYAR’IYAH DAN WILAYATUL HISBAH SEBAGAI GARDA TERDEPAN DALAM PENEGAKAN QANUN JINAYAT DI ACEH.
Berutu, A.G., 2017. Faktor penghambat dalam penegakan qanun jinayat di Aceh. Istinbath: Jurnal Hukum, 14(2), pp.148-169.
Berutu, A.G., 2019. Penerapan Qanun Aceh Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat (Mesum)(Studi Kasus Penerapan Syariat Islam di Kota Subulussalam).
Berutu, A.G., 2019. Peran Polri, Kejaksaan Dan Mahkamah Adat Aceh Dalam Penegakan Syariat Islam Di Aceh. Ahkam: Jurnal Hukum Islam, 7.
Berutu, A.G., 2020. FIKIH JINAYAT (Hukum Pidana Islam) Dilengkapi dengan pembahasan Qanun Jinayat Aceh. CV. Pena Persada.
Berutu, A.G., 2021. ACEH LOCAL PARTIES IN THE HISTORY OF REPUBLIC OF INDONESIA. JIL: Journal of Indonesian Law, 2(2), pp.202-225.
Berutu, A.G., 2019. Penerapan qanun nomor 12 tahun 2003 tentang minuman khamar dan sejenisnya di wilayah hukum kota Subulassalam.
Berutu, A.G., 2019. PENALARAN FIK {IH TERHADAP RUMUSAN ANCAMAN PIDANA TA’ZI> R PADA PELAKU KHALWAT DALAM QANUN ACEH NO. 6 TAHUN 2014. El-Mashlahah, 9(2).
Barutu, A.G., 2019, December. Khamr Criminal Act and Its Resolution in Subulussalam City, Aceh. In Al-Risalah: Forum Kajian Hukum dan Sosial Kemasyarakatan (Vol. 19, No. 2, pp. 141-158).
[1] Qanun Propinsi Nangroe Aceh
Darussalam,No 12 Tahun 2003 Tentang Minuman Khamar dan Sejenisnya.
[2] Penjelasan atas Qanun Propinsi
Nangroe Aceh Darussalam,No 12 Tahun 2003 Tentang Minuman Khamar dan
Sejenisnya. Tambahan Lembaran Daerah Propinsi Nangroe Aceh Darussalam, No.
28.
[3] Armia Ibrahim, Peraturan
Perundang-Undangan Tentang Pelaksanaan syariat islam di Aceh, h. 26.
[4] Al Yasa’ Abu Bakar, Syariat
Islam di Nangroe Aceh Darussalam, Paradigma,Kebijakan dan Kegiatan, Banda
Aceh, Dinas Syariat Islam Provinsi NAD, 2005, Edisi Ketiga, h. 259.
[5] Al Yasa’ Abu Bakar, Syariat
Islam di Nangroe Aceh Darussalam, Paradigma,Kebijakan dan Kegiatan,h. 259.
[6] Al Yasa’ Abu Bakar, Syariat
Islam di Nangroe Aceh Darussalam, Paradigma,Kebijakan dan Kegiatan,h. 260.
[7] Pasal 31 ayat 1 dan 2 Qanun
Nomor 12 Tahun 2003.
[8] Pasal 32 ayat 1 dan 2 Qanun
Nomor 12 Tahun 2003.
[9] Pasal 33 ayat 1-6 Qanun Nomor
12 Tahun 2003.
[10] Pasal 34 Qanun Nomor 12 Tahun
2003.
[11] Pasal 36 Qanun Nomor 12 Tahun
2003.
Label: HUKUM
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar disini
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda