Selasa, 10 Januari 2023

Pemeriksaan formalitas perkara Banding Pengadilan Tinggi agama

 Agar aplikasi dapat diterima, pemohon harus memenuhi persyaratan formal secara umum sebagai berikut: 

  1.  tenggang waktu 14 hari sejak hari berikutnya bagi pihak ketiga yang hadir atau menerima pemberitahuan keputusan bagi pihak ketiga yang tidak hadir pada saat penyampaian keputusan. Jika hari ke-14 adalah hari libur, maka batas waktu pengajuan banding adalah hari kerja berikutnya (Surat Edaran Mahkamah No. 3 Tahun 1994). 
  2. Kedua, pada saat pembayaran uang jaminan kasasi dibayarkan, yaitu bersamaan dengan pengajuan kasasi (pasal 7 ayat (4) undang-undang nomor 20 tahun 1947/pasal 199 ayat (4) Rbg ). Biaya pengajuan pengaduan meliputi biaya perkara, biaya panggilan dan pemberitahuan serta bea meterai. Presiden Mahkamah Agung menyetujui ketentuan yang berkaitan dengan biaya banding oleh undang-undang. Dalam contoh pertama, uang jaminan untuk biaya hukum termasuk biaya meteran, biaya buku (jika ada), biaya saksi, ahli, juru bahasa, sumpah (jika ada), pemeriksaan lokal (jika ada) yang berlaku), biaya juru sita atau biaya pemanggilan atau pemberitahuan (jika ada) Jika ada), biaya penyerahan surat kepada penyimpan berdasarkan pasal 164 ayat 6 RBg/138 ayat (6) HIR (jika ada), biaya perkara dan biaya yang harus dibayarkan kepada panitera (Pasal 182 HIR/193 RBg) . Hal-hal yang berkaitan dengan biaya utang diatur dengan keputusan ketua pengadilan agama. Pengadilan Tinggi Agama memutuskan siapa yang akan membayar biaya perkara, baik pada tingkat pertama maupun pada tingkat kasasi dan putusannya. Dalam hal membujang, pihak yang kalah dipidana membayar biaya hukum (pasal 192 ayat 1 Rbg/181 ayat 1 HIR), sedangkan dalam hal perkawinan, ia dipaksakan kepada pemohon/pemohon pada tingkat pertama dan di pengadilan. pemohon pada tahap banding (Pasal 89 UU No 7 Tahun 1989).
  3. Ketiga, Pemohon adalah pihak dalam putusan Pengadilan Tinggi (Pasal 7 ayat (1) UU No. 20 Tahun 1947/ Pasal 199 ayat (1) RBg jo Putusan Mahkamah Agung No. 207 K/AG/1993, 25 Nopember 1994). Mereka yang tidak berpartisipasi dalam persidangan tidak memiliki hak untuk mengajukan banding. Jaksa penuntut di pengadilan penggugat dapat mengajukan banding: (i). jika kuasa memiliki kuasa untuk membawa perkara hukum (Resolusi MA No. 202 K/Sip/1953 tanggal 6 Juli 1955) atau (ii). jika surat kuasa mempunyai kuasa untuk mengajukan banding (Resolusi MA No. 1231 K/Sip/1974 tanggal 16 Oktober 1975 jo. No.857 K/Sip/1973 tanggal 19 November 1973. No. 453 K/Sip/1973), atau (iii). memiliki surat kuasa khusus baru untuk banding (pasal 199 Rbg). Pemberian surat kuasa tidak secara jelas menunjukkan perlunya menempuh upaya hukum, tidak memenuhi syarat tersebut, menurut putusan Mahkamah Agung 117 K/Sip/1955, tanggal 8 Mei 1957 : “Surat Kuasa. Ketentuan tersebut tidak secara jelas menentukan kuasa untuk mengajukan banding, karena dalam hal ini yang digunakan hanya ungkapan: Menanyakan segala bentuk keputusan negatif, maka hak pengacara untuk mengajukan banding tidak dapat diterima. 
  4. Keempat, banding diajukan oleh pengadilan yang memutus perkara, tidak tergantung tempat tinggal pemohon. Meskipun penggugat secara hukum dapat mengajukan gugatan di pengadilan lain, jika mereka mengajukan banding, mereka harus pergi ke pengadilan yang memutuskan kasus tersebut. Ini adalah hasil dari menolak keputusan pengadilan. Jika pengadilan terpecah, kasus pengadilan senior akan selalu datang dari pengadilan itu, bukan dari pengadilan baru.
  5. Kelima, , putusan yang dibanding adalah bukan putusan yang secara hukum tidak dapat diajukan banding, seperti  (i) putusan verstek tidak dapat dimintakan banding oleh tergugat, karena upaya hukumnya adalah mengajukan verzet, (ii). pemohon tidak dapat mengajukan banding atas keputusan tersebut, karena keputusan tersebut dicakup oleh pengaduan7, (iii). Putusan yang sebelumnya disepakati para pihak tidak dapat dimintakan banding (Putusan MA No. 1/Banding/Referees/1981, 10 Juli 1984), (iv). Putusan tentang perkara sukarela, karena hukum acaranya kasasi, (v). keputusan damai (Putusan MA No. 1038 K/Sip/1973 tanggal 1 Agustus 1973, No. 975 K/Sip/1973 19 Februari 1976, hal. 154 RBg/130 HIR). Jika semua persyaratan ini terpenuhi, itu akan dinyatakan dapat diterima. Demikian pula, jika ada subjek kolektif, atau hanya salah satu dari mereka memenuhi persyaratan, karena pengadilan banding adalah pengadilan substantif yang memeriksa semua klaim, maka banding akan dinyatakan dapat diterima. Pandangan-pandangan yang diterima tersebut, menurut Bapak Yahya Harahap, cukup untuk dimasukkan ke dalam materi hukum putusan kasasi, sedangkan Hensyah Syahlani berpendapat bahwa itu harus dimasukkan ke dalam putusan kasasi.

Jika salah satu syarat kasasi tidak dipenuhi, maka kasasi pemohon dinyatakan tidak dapat diterima. Oleh karena itu: (i) Pemohon dihukum/dipaksa untuk membayar biaya hukum sesuai dengan pengaduan, (ii). Putusan pengadilan banding mempunyai kekuatan hukum tetap apabila tidak diajukan kasasi. Berikut ini adalah contoh keputusan yang tidak dapat diterima: 

PENGADILAN 

1. Menyatakan bahwa permohonan banding pemohon tidak dapat dikabulkan; 

2. Memerintahkan/memerintahkan pemohon untuk membayar biaya perkara dan surat pemberitahuan banding sebesar Rp. 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah); 

BACA JUGA

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar disini

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda