Rabu, 07 September 2016

INILAH CRITAKU PART 1



MENYAMBUT MENTARI  
(Kisah Inspiratif Dari Pantai Selatan Aceh)

Keinginan setiap orang pasti selalu untuk berubah, ya berubah ke arah yang lebih baik lagi, baik dari segi pendidikan maupun dari segi ekonomi. Hal tersebutlah yang menjadi motivasi tersendiri bagi saya untuk memulai suatu pertualangan baru yang sebelumnya tidak pernah terlintas dalam pikirinku. Inilah kisahku yang kumulai sejak belasan tahun yang lalu. Tepat pada hari minggu juli 2003 aku memulai langkah baru dalam kehidupanku, langkah tersebut berupa suatu pertualangan baru dalam perjalanan pendidikanku waktu.
Sebelumnya perkenalkan nama saya Ali Geno Berutu, panggilan kecilku dan panggilan di lingkunagn keluarga dipanggil ‘GENO’ tapi setelah besar dan dilingkunagn baruku aku dipanggil dengan sebutan ‘ALI’. Aku dilahirkan disuatu desa kecil yang terletak di pesisir Pantai Barat-Selatan Aceh tepatnya didesa Kuta Tengah Kecamatan Penanggalan, Kota Subulussalam pada tanggal 17 Februari 1987. Kota Subulussalam ini merupakan wilayah Aceh bagian selatan yang berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Utara  atau tepatnya di wilayah lereng kawasan Gunung Laeuser (konon katanya sebagai  paru-paru dunia).
Aku dilahirkan dari keluarga seorang petani yang sangat sederhana yang memiliki sembilan orang anak, aku sendiri merupakan anak ke-lima dalam artian aku memiliki empat orang kakak dan empat orang adek dengan begitu aku merupakan anak sentral dikeluarga kami. Masa kecilku kuhabiskan dikampung kelahiranku sampai aku menginjak usia sekolah dasar, aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya pendikan Taman Kanak-kanak (TK) apalagi Pendidikan anak Usia Dini (PAUD)  maklumlah waktu itu dikampungku tidak ada sekolah yang demikian sehingga pendidikan awalku langsung kejenjang sekolah dasar (SD), pendidikan SD saya selesaikan pada Sekolah Dasar Negeri Jontor pada tahun 2000. Setelah menamatakan penddikan SD saya melanjutkan pendidikana ke Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al-Ikhlas Penanggalan sekaligus menjadi santri pada pondok pesantren Al-Ikhlas Penanggalan. Selama menempuh pendidikan di MTs tersebut saya menghabiskan hari-hari saya bersama dengan teman-teman di asrama, disinilah awal mulanya saya dituntut untuk hidup mandiri yang jauh dari kehidupan biasanya di rumah beserta keluarga yang lainnya. Singkat cerita pendidikan MTs yang kutempuh akhirnya selesai pada tahun 2003.
Tahun 2003 merupakan tahun yang menyenangkan sekaligus menyedihkan dalam kisah hidupku. Bagaimana tidak pada tahun itu aku terpilih untuk mendapatkn beasiswa penuh untuk melanjutkan studi kejenjang SMA ke Yogyakarta yang mewakili sekolahku, disisi lain pada tahun itu juga aku harus meninggalkan kampung halaman dan semua sanak famili disana, dimana smua itu telah memberikan rasa yang nyaman terhadapku selama belasan tahun. Tapi inilah jalan hidup yang tidak bisa kita tebak apa yang akan terjadi kemudian, kita sebagai insan hanya bisa bersyukur dan menjalaninya dengan sepenuh hati, padahal pada tahun itu sebenarnya bapak (panggilan untuk ayah) telah mendaftarkanku ke sekolah SMK Pertanian di daerahku di Aceh, tapi takdir berkata lain dan aku harus segera berangkat ke tanah Jawa yang sebelumnya tidak pernah terfikir olehku.
Pada hari minggu tanggal 12 Juli 2003 kami diberangkan bersama 22 teman-temanku yang lainnya dari halaman mesjid At-Taqwa Kota Subulussalam menuju Pondok Pesantren Taruna Al-Qur’an di Sleman Yogyakarta. Perjalanan kami tempuh menggunakan jalan darat selama kurang lebih empat hari empat malam menggunakan BIS. Aku masih hafal betul bis yang kami gunakan itu, dari Subulussalam kami menumpangi minibus ‘Karsima’ menuju Medan, dari Medan kami menaiki BIS Antar Lintas Sumatera (ALS) yang sangat terkenal pada masa itu.
Empat hari berselang akhirnya kami samapai ketujuan yaitu diterminal Jombor Sleman Yogyakarta (didekat monjali). Disinilah saya memulai hidup baru dengan suasana dan lingkungan yang baru  pula. Sesampainya saya dan temen-temen di Yogya ternyata tidak seindah yang kami bayangkan sebelumnya, ada hal-hal yang tidak kami dapatkan informasinya sebelumnnya, sehingga kemudian kami merasa kecewa dengan keputusan yang telah kami ambil tersebut. Bgaiman tidak kecewa, keingan dan harapan kami tidak berbanding lurus dengan kenyataan yang kami dapatkan. Sehingga banyak dari kami memutuskan untuk kembali kemapung halaman dan mencari tempat baru guna untuk menggapai apa yang telah dicita-citakannya. Tapi tetap saja saya mensyukurinya mungkin inilah skenario tuhan yang terbaik pada waktu itu, seperti pepatah mengatakan “habis gelap terbitlah terang” dan firmanya yang artinya “bersama dengan kesulitan ada kemudahan”.
(....) Bersambung ya......  
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ciputat, 7 September 2016
AGB
 
BACA JUGA

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar disini

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda