INILAH CRITAKU PART 1
MENYAMBUT MENTARI
(Kisah Inspiratif Dari Pantai Selatan Aceh)
(Kisah Inspiratif Dari Pantai Selatan Aceh)
Keinginan
setiap orang pasti selalu untuk berubah, ya berubah ke arah yang lebih baik
lagi, baik dari segi pendidikan maupun dari segi ekonomi. Hal tersebutlah yang
menjadi motivasi tersendiri bagi saya untuk memulai suatu pertualangan baru
yang sebelumnya tidak pernah terlintas dalam pikirinku. Inilah kisahku yang
kumulai sejak belasan tahun yang lalu. Tepat pada hari minggu juli 2003 aku
memulai langkah baru dalam kehidupanku, langkah tersebut berupa suatu
pertualangan baru dalam perjalanan pendidikanku waktu.
Sebelumnya
perkenalkan nama saya Ali Geno Berutu, panggilan kecilku dan panggilan di
lingkunagn keluarga dipanggil ‘GENO’ tapi setelah besar dan dilingkunagn baruku
aku dipanggil dengan sebutan ‘ALI’. Aku dilahirkan disuatu desa kecil yang
terletak di pesisir Pantai Barat-Selatan Aceh tepatnya didesa Kuta Tengah
Kecamatan Penanggalan, Kota Subulussalam pada tanggal 17 Februari 1987. Kota
Subulussalam ini merupakan wilayah Aceh bagian selatan yang berbatasan langsung
dengan Provinsi Sumatera Utara atau
tepatnya di wilayah lereng kawasan Gunung Laeuser (konon katanya sebagai paru-paru dunia).
Aku
dilahirkan dari keluarga seorang petani yang sangat sederhana yang memiliki
sembilan orang anak, aku sendiri merupakan anak ke-lima dalam artian aku
memiliki empat orang kakak dan empat orang adek dengan begitu aku merupakan
anak sentral dikeluarga kami. Masa kecilku kuhabiskan
dikampung kelahiranku sampai aku menginjak usia sekolah dasar, aku tidak pernah
merasakan bagaimana rasanya pendikan Taman Kanak-kanak (TK) apalagi Pendidikan
anak Usia Dini (PAUD) maklumlah
waktu itu dikampungku tidak ada sekolah yang demikian sehingga pendidikan
awalku langsung kejenjang sekolah dasar (SD), pendidikan SD saya selesaikan
pada Sekolah Dasar Negeri Jontor pada tahun 2000. Setelah menamatakan penddikan
SD saya melanjutkan pendidikana ke Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al-Ikhlas
Penanggalan sekaligus menjadi santri pada pondok pesantren Al-Ikhlas
Penanggalan. Selama menempuh pendidikan di MTs tersebut saya menghabiskan hari-hari
saya bersama dengan teman-teman di asrama, disinilah awal mulanya saya dituntut
untuk hidup mandiri yang jauh dari kehidupan biasanya di rumah beserta keluarga
yang lainnya. Singkat cerita pendidikan MTs yang kutempuh akhirnya selesai pada
tahun 2003.
Tahun 2003
merupakan tahun yang menyenangkan sekaligus menyedihkan dalam kisah hidupku. Bagaimana
tidak pada tahun itu aku terpilih untuk mendapatkn beasiswa penuh untuk
melanjutkan studi kejenjang SMA ke Yogyakarta yang mewakili sekolahku, disisi
lain pada tahun itu juga aku harus meninggalkan kampung halaman dan semua sanak
famili disana, dimana smua itu telah memberikan rasa yang nyaman terhadapku
selama belasan tahun. Tapi inilah jalan hidup yang tidak bisa kita tebak apa
yang akan terjadi kemudian, kita sebagai insan hanya bisa bersyukur dan
menjalaninya dengan sepenuh hati, padahal pada tahun itu sebenarnya bapak
(panggilan untuk ayah) telah mendaftarkanku ke sekolah SMK Pertanian di
daerahku di Aceh, tapi takdir berkata lain dan aku harus segera berangkat ke
tanah Jawa yang sebelumnya tidak pernah terfikir olehku.
Pada hari
minggu tanggal 12 Juli 2003 kami diberangkan bersama 22 teman-temanku yang
lainnya dari halaman mesjid At-Taqwa Kota Subulussalam menuju Pondok Pesantren
Taruna Al-Qur’an di Sleman Yogyakarta. Perjalanan kami tempuh menggunakan jalan
darat selama kurang lebih empat hari empat malam menggunakan BIS. Aku masih
hafal betul bis yang kami gunakan itu, dari Subulussalam kami menumpangi
minibus ‘Karsima’ menuju Medan, dari Medan kami menaiki BIS Antar Lintas
Sumatera (ALS) yang sangat terkenal pada masa itu.
Empat hari
berselang akhirnya kami samapai ketujuan yaitu diterminal Jombor Sleman
Yogyakarta (didekat monjali). Disinilah saya memulai hidup baru dengan suasana
dan lingkungan yang baru pula.
Sesampainya saya dan temen-temen di Yogya ternyata tidak seindah yang kami
bayangkan sebelumnya, ada hal-hal yang tidak kami dapatkan informasinya
sebelumnnya, sehingga kemudian kami merasa kecewa dengan keputusan yang telah
kami ambil tersebut. Bgaiman tidak kecewa, keingan dan harapan kami tidak
berbanding lurus dengan kenyataan yang kami dapatkan. Sehingga banyak dari kami
memutuskan untuk kembali kemapung halaman dan mencari tempat baru guna untuk
menggapai apa yang telah dicita-citakannya. Tapi tetap saja saya mensyukurinya
mungkin inilah skenario tuhan yang terbaik pada waktu itu, seperti pepatah
mengatakan “habis gelap terbitlah terang” dan firmanya yang artinya “bersama
dengan kesulitan ada kemudahan”.
(....)
Bersambung ya......
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ciputat, 7 September 2016
AGB
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ciputat, 7 September 2016
AGB
Label: MENULIS
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar disini
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda