RESUME PENDEKATAN ANTROPOLOGI
RESUME PENDEKATAN ANTROPOLOGI
David N Gellner
Oleh Ali Geno Berutu
A.
PERKEMBANGAN
HISTORIS PENDEKATAN ANTROPOLOGI
Antropologi dimulai sejak abad 19 dan Pemahaman
didalamnya terus mengalami perubahan, yang diawali dengan penelitian asal-usul
manusia dimana mencakup pencarian fosil yang masih ada dan pengkajian terhadap
binatang yang paling dekat dengan manusia yaitu primata serta penelitian
masyarakat manusia yang paling tua yang mampu bertahan paling lama yang semuanya
dilakukan dengan ide kunci tentang evolusi, oleh karenanya
antropolog-antropolog awal adalah evolusionis, mereka yang rata-rata orang
eropa berpikir bahwa seluruh masyarakat
manusia tertata dalam keteraturan dan mereka adalah yang tertinggi, dan
peradaban asia yang kurang berkembang berada dalam posisi tengah sedang
masyarakat lain yang lebih bawah peradabanya dianggap sebagai masyarakat primitif.
Seluruh masyarakat dianggap berada dalam proses evolusi dan selama proses
evolusi berlangsung mereka menjadi lebih komplek dan tidak sederhana serta
primitive lagi.
Pandangan tentang sejarah dan masyarakat semacam
ini memperoleh dukungan dari karya Darwin tentang evolusi biologis, akan tetapi
pandangan tersebut tidak tergantung pada karya Darwin karena lebih dulu muncul
dan bahkan dibawah control kristiani dan anti Darwin, sesungguhnya pandangan
evolusi menjadi justifikasi nyata bagi kerja misionaris dan seluruh bentuk
kolonialisme. Adanya keterkaitan antara pandangan evolusionis dan era colonial
berarti bahwa teori evolusi sosial tidak dapat diterima dikalangan intelektual-intelektual
saat ini meskipun dalam dalam perbincangan sehari-hari dan dalam budaya popular
teori ini tetap hidup, tapi semua hal yang berkenaan dengan teori evolusi
biologis, teori ini ditolak oleh fundamentalis populis di USA.
Perdebatan sengit terjadi diantara ntropolog
–antropolog awal dalam hal 1. bentuk masyarakat yang paling awal apakah mereka
diberi ciri dengan perkawinan kelompok atau dengan matriarkal ( perempuan
memegang kekuasaan diatas laki-lak), 2. Agama prasejarah, apakah bentuk agama
yang paling kuno itu magic, penyembahan terhadap kekuatan alam, atau animism
atau totemisme. Dari dua karya yang berbeda The golden bought karya sir Jams Frazer yang dipublikasikan
pertama kali pada tahun 1980 banyak mempengaruhi penulis – penulis dan para
pamikir jauh melampaui bata-batas sempit antropologi, karya ini memuat
contoh-contoh magic dan ritual dari teks klasik seluruh dunia. Karya ini
melihat seluruh agama sebgai bentuk sihir (magic) fertilitas, dan menyimpulkan
bahwa kristus juga suatu bentuk raja-Tuhan yang meninggal untuk menjamin
fertilitas umat-Nya. Frazer juga mengemukakan skema evolusi sederhana berupa
rasionalisme sejarah manusia melewati tiga fase dari magic, agama dan ilmu.
The Element
Forms of religious life karya Emil Durkheim yang dipublikasikan di prancis pada
tahun 1912, mempresentasikan kemajuan yang sangat besar melampaui the golden
Bough, pertama Durkheim menyadari bahwa pengambilan contoh dari seluruh dunia
dengan kurang memperhatikan konteks aslinya dan menimbunya terlalu tinggi
adalah metode antropologis yang keliru, menumpuk contoh-contoh tentang apa yang
diduga sebagai fenomena yang sama hanya dilakukan selama semua orang sepakat
bahwa apa yang ditumpuk itu sama. Dan bertentangan dengan frazer, Durkheim
menyatakan bahwa “ experiment yang dilakukan dengan baik dapat membuktikan
adanya aturan tunggal. Kekayaan analisis Durkheim menjadikan bukunya sebagai
karya etnografik yang subur dan abadi, teorinya memberi inspirasi antropolog-antropolog
setelahnya baik fungsionalis structural maupun strukturalis yang sama sekali
menolak evolusionisme, dengan memfokuskan pada studi kasus tunggal dan berupaya
menggali kebenaran darinya.
Di sini juga disebutkan dua pendiri besar pemikiran
sosial lainya meskipun mereka memiliki pengaruh yang relative sedikit yaitu
Karl Marx (1818-1883) dan Max Weber (1864-1920) . evolusionis sosial abad 19
menjadi inti pandangan-pandangan Marx dan formulasi Marx selanjutnya
dipengaruhi oleh karya antropologis pendiri studi kekeluargaan, Lewis hendri
Morgan (1818-1881), evolusionisme Marx tidak banyak dibaca oleh fungsionalisme
srtuktural inggris, meski sebetulnya terdapat beberapa kesamaan antara
pandangan Marxis bahwa agama berfungsi melegitimasi dan mengabadikan posisi
golongan penguasa, dan pandangan fungsionalisme structural bahwa agama
berfungsi melegitimasi dan mengabadikan struktur sosial yang ada . kemudian
pada tahun 1960-1970, Marx dan teman kerjanya Engel mulai di kaji dan
mempengaruhi beberapa antropolog. Max Weber di sisi lain adalah evolusionis
besar yang pertama, namun ia jarang di telaah oleh antropolog – antropolo awal
karena sedikit sekali berbicara tentang masyarakat skala kecil pratulisan,
namun penekanan Weber atas pentingnya memahami pandangan dan motivasi actor –
actor sosial dari dalam ( from within), menyebabkanya diklaim sebagai nenek
moyang intelektual oleh Geertz, dimana pendekatan interpretatifnya sangat
berpengaruh.
Pemberontakan terhadap evolusionisme secara
independen terjadi di USA dan Inggris yang di ilhami oleh berkembangnya metode
– metode penelitian lapangan. studi mendalam terhadap masyarakat-masyarakat
tertentu memberi dorongan bahwa menjelaskan sesuatu melalui desain historis
besar (grand historical design) hamper bukan cara untuk memahami masyarakat
yang terus berkembang. Di USA, Franz Boas (1858-1942) yang berkebangsaan jerman
adalah orang yang memperkenalkan studi-studi lapangan secara detil, dia
menegaskan bahwa masyarakat harus dikaji dan dipahami melalui term-term mereka
sendiri , dia mengecilkan arti spekulasi evolusionis yang besar. Di inggris,
Bronislaw Malinowski (1884-1942) adalah orang yang membuka jalan bagi
penelitian lapangan modern. Setelah melakukan penelitian pustaka sedapat
mungkin tentang Aborigin, dia berangkat ke Australia pada tahun 1913, ketika
perang dunia I meletus pada tahun 1914, sebagai warga Negara kerajaan Austro
Hongaria, dia berada dalam posisi sulit karena sebagai orang asing. Pemerintah
Australia mengizinkanya melakukan penelitian lapangan selama dalam wilayah
kekuasaan Australia, karena itu selama dua tahun penuh dia melakukan penelitian
di pulau Trobiand, arah timur laut Papua New Guinea, dan seluruh materi yang
dia kumpulkan disana menjadi dasar monografi yang dibuat tahun 1920 dan 1930
atas nama dirinya.
Melanowski menegaskan bahwa ia adalah seorang
fungsionalis, apa yang ia pahami dengan fungsionalis adalah gagasan bahwa
masyarakat dilihan sebagai suatu totalitas fungsional, seluruh adat kebiasaan
dan praktik harus dipahami dalam totalitas konteksnyadan dijelaskan dengan
melihat fungsinya bagi anggota masyarakat tersebut. Menurutnya sama sekali
tidak tepat menggunakan gagasan survival evolusinis untuk menjelaskan segala
seuatu, sesuatu yang dikerjakan oleh penduduk atau warga harus dijelaskan dengan
melihat peranya saat itu, bahkan ada kebiasaan yang tampak sebagai sisa dari
periode sebelumnya mesti memiliki satu fungsi dan satu fungsi itu adalah
penjelasan yang sesungguhnya atas adat kebiasaan tersebut. Hal yang paling
penting dari teori ini adalah metode inovatif Malinowski, hidup bersama
masyarkat yang sedang diteliti , mengambil bagian dalam aktivitas sehari-hari ,
belajar bersama dengan mereka dengan bahasa mereka tanpa bantuan penerjemah dan
merekam segala seuatu, yang selanjutnya metode ini disebut dengan metode
observasi partisipan, metode dan teori beriringan seperti tangan dan sarungnya,
hidup dalam satu tempat dalam jangka waktu yang lama sangat baik untuk melihat
segala sesuatu sebagai hal yang sangat berkait dengan hal lainya (holism)teori
ini melegitimasi apa yang menjadi dasar antropologi sosial dan antropologi
budaya yang khas. Pengikut-pengikut Melinowski yang secara mendalam menjalankan
holism dan observasi partisipan dan menolak sejarah spekulatif, meyakini bahwa
diri mereka terpisah dari evolusionis abad 19 melalui revolusi Melinowski,
meskipun demikian revolusi Malinowski bukan hal yang radikal dan tiba-tiba,
seperti digambarkanya sendiri dan oleh muridnya dalam retrospeksinya, hal ini
didukung oleh kenyataan bahwa pendahuluan apresiatif dalam monograf besar karya
Malinowski Argonouts of the Western Pasific (1922) ditulis oleh pakar
evolusionis, Sir James Frazer.
Malinowski diakui sebagai peneliti lapangan yang
brilian, corpus yang dia kumpulkan begitu kaya sehingga terus menerus
ditafsirkan ulang oleh antropolog generasi setelahnya yang tidak pernah
berkunjung ke pulau Trobiand. Teori fungsionalismenya tentang kebutuhan manusia
tidak berjalan dengan baik, atau dengan kata lain lain teori Malinowski tentang
kebutuhan adalah keliru atau tautologi yang tidak jelas ( karena susunan yang
ada dibuat sesuai kebutuhan manusia menurut definisi).
Paradigm antropologis sosial yang lebih kuat
dibangun oleh tokoh yang semasa dengan Malinowski , Radcliffe Brown
(1881-1955), dia bukan peneliti lapangan melainkan seorang teoretisi karenanya
tidak setara dengan Malinowski sebagai seorang etnografer, tetapi mereka
sama-sama menekankan holism dan perlunya penelitian lapangan secara mendalam
dengan menolak spekulasi historis karena
alas an-alasan yang identic. Fungsionalisme Malinowski memfokuskan pada
kebutuhan biologis individu, dan Brown memfokuskan pada kebutuhan masyarakat,
Brown melihat masyarakat beserta struktur sosialnya sebagai organisme dan dapat
disamakan dengan anatomi tubuh yang rumit.
Tugas antropologi social adalah untuk menggambarkan
dan menganalisis struktur-struktur social yaitu aturan dan beragam aktivitas
masyarakat dan membandingkanya dalam suatu metode keilmuan, berbagai subsistem
dalam masyarakat dianalisis dengan melihat kontribusi yang diberikan terhadap
berjalanya fungsi keutuhan social secara baik. Mesti diakui, kadang
bagian-bagian tertentu dari masyarakat tidak berfungsi dengan baik, namun ini
dilihat karena adanya perubahanya yang berasal dari luar . diasumsikan bahwa
kondisi alamiyah dari seluruh masyarakat adalah stabilitas yang berfungsi
dengan lancar. Brown mensistemasi pandangan seluruh generasi antropolog sosial
inggris, teorinya kemudian dikenal dengan fungsionalisme struktural.
Dalam pandangan fungsionalisme struktural, agama dilihat
sebgai perekat masyarakat, agama dianalisis guna menunjukkan bagaimana agama
memberi kontribusi dalam mempertahankan struktur sosial suatu kelompok. Suatu
karya fungsionalisme struktural klasik adalah karya John Middleton Lugbara Relegion. Jika persoalanya adalah
magic maka ia dipahami dalam konteks ilmu gaib, disini teorinya bahwa
meningkatnya tuduhan ilmu gaib merupakan suatu bentuk ukuran ketegangan sosial,
maka ketika masyrakat mengalami perubahan yang cepat, magic yang menekankan
hubungan sosial kemudian membawa masyarakat menuduh pihak lain melakukan ilmu
gaib.
Analisis bahwa agama merupakan perekat sosial memainkan
bagian utama dalam pandangan organik fungsionalisme struktural , cara-cara
alternatif untuk mengkaji fenomena keagamaan terpampang luas dalam karya-karya
yang menolak hegemoni fungsionalisme struktural , salah satu kesulitan terbesar
misalnya cargo cult dimasukkan dalam kerangka kerja fungsionalisme struktural
konvensional, diantaranya gerakan messianik yang muncul di pasifik. Pada saat
yang sama, antropolog menjadi lebih tertarik mengkaji budaya masyarakat demi
kepentingan budaya itu sendiridan bukan semata-mata memberi kontribusi dalam
mewujudkan stabilitas sosial, sebuah kerangka kerja yang berpengaruh disini
adalah strukturalisme, dimana figur yang berpengaruh selanjutnay adalah Claude
Levi-Strauss, seorang antropolog prancis. Sistem pemikiran dianalisis dari
sudut pandang oposisi biner, yang mengungkapkan inti logikanya, beberapa
oposisi dasar dianggap bersifat universal, ditemukan dalam mite, simbol dan
prilaku-prilaku budaya diseluruh dunia , misalnya oposisi antara laki-laki
perempuan, matang mentah, dan alamiyah kultural. Metode ini terinspirasi oleh
metode linguistik struktural dan ini tampak sebagai cara alternatif untuk
mengembangkan metode ilmiyah dalam studi budaya. Ditegaskan bahwa seorang
analis hendaknya mengungkapkan struktur pemikiran anggota masyarakat yang
dikaji, dimana mereka tidak begitu menyadarinya sama sekali.
Berbeda dengan hal diatas, kebanyakan antropolog
memberikan penekanan yang lebih besar untuk melihat sesuatu dari sudut pandang
masyarakat itu sendiri , dalam disiplin lain ini dapat disebut perspektif
fenomenologi atau heurmenetik. Dalam antropologi di USA, semua itu dikaitkan
dengan pandangan yang disebut interpretivist dimana juru bicara terkemukanya
adalah Clifford Geertz dalam karyanya The interpretation of Culture (1972),
dimana dia melepaskan diri dari bentuk fungsionalisme struktural.
Pandangan Geertz dalam antropologi budaya amerika cepat
menjadi dominan menggantikan berbagai pendekatan positivistik (yaitu endekatan
yang berambisi mencapai generalisasi universal dan berusaha menyamai atau
melebihi ilmu-ilmu kealaman). Perubahan ini sering di gambarkan sebagai
pergerakan dari pendekatan “etik” kepada pendekatan “emik” yakni melihat
kebudayaat dari luar dan dari sudut pandang prinsip-prinsip universal kepada
melihat kebudayaan dari dalam dan orang amerikayakni analisis komponensial yang
berupaya melakukan analisis ilmiyah tentang bagaimana anggota masyarakat
memandang sesuatu. Para pendukung teori ini ingin membentuk lingkaran produksi
pembahasan yang objektif tentang pandangan subjektif terhadap dunia. Dalam
konteks inggris, perubahan serupa secara konvensional digambarkan sebagai
perubaha dari struktur kepada makna.
Runtuhnya fungsionalisme struktural dengan serta merta
menjadi titik tolak perubahan dari memandang antropologi sebagai bentuk sains
ke arah konseptualisasi antropologi sebagai sesuatu yang lebih sebagai seni
atau disiplin humanistik. Sementara itu metode fungsionalisme struktural dimana
metode di pertentangkan dengan kerangka kerja teoritik, studi lapangan intensif
yang menggunakan pendekatan holistik dalam konteks tertentu telah mapan dan menjadi
proses menetapkan antropologi sosial sebagai sebuah disiplin.
Kecenderungan tersebut lebih memfokuskan pada individu daripada fakta
sosial sebagaimana disebut oleh Durkheim. Ini berarti anggota masyarakat
dilihat sebagai aktor-aktor otonomi dan tidak ditentukan oleh latar belakang
sosialnya. Kerangka kerja ini juga ditemukan dalam disiplin yang memiliki asal
yang sama seperti sosiologi yang dikenal dengan interaksionis. Disini titik
tekanya adalah menunjukkan bagaimana keteraturan sosial muncul dari beragam
perbuatan individu daripada sebagai fakta kehidupan yang menentukan
perbuatan-perbuatan individu. Perhatian yang besar terhadap individu ini juga
membawa pada tumbuhnya studi-studi biografis dan sejarah kehidupan.
Kecenderungan lainya adalah antropologi feminis,
mayoritas antropolog dimasa lalu adalah laki-laki, bahkan antropolog perempuan
pun sering menggunakan persona laki-laki, berkomunikasi denganinforman
laki-lakidan mendeskripsikan masyarakat dari sudut pandang laki-laki, beberapa
etnografi yang hebat dihasilkan dengan mengoreksi bias-bias ini. Tema utama
antropologi feminis memfokuskan pada cara–cara yang digunakan perempuan untuk
mengatasi dan melawan posisi inferior yang bagaimanapun juga hampir selalu
menimpa mereka diberbagai masyarakat dan perlawanan menjadi tema utama
antropologi modern, dalam hal ini antropologi keluar dari fungsionalisme
struktural.
Saat ini kebanyakan antropolog pasrah pada kenyataan
bahwa subjek kajian mereka tidak akan pernah mencapai kesatuan dan uniformitas teoritis,
terdapat beragam pendekatan dan kemungkinan dimana mereka diharapkan
menyadarinya. Beberapa antropolog mengorientasikan kajian agamanya pada
psikologi kognitif , sebagian lain pada feminisme, sebagian lainya pada sejarah
sosiologis. Tidak ada lagi ortodoksi teoritis yang harus di bicarakan ,
sekalipun tetap harus dikatakan bahwa terdapatbeberapa kesepakatan tentang
nilai abadi penelitian lapangan yang baik dan beberapa tanda etnografi yang
baik.
B.
KARKTERISTIK
DASAR PENDEKATAN
ANTROPOLOGI
Salah
satu konsep kunci terprnting dalam antropologi moderen adalah holisme, yakni
pandangan bahwa praktik-praktik sosial harus diteliti dalam konteks dan secara
esensial dilihat sebagai praktik yang berkaitan dengan yang lain dalam
masyarkat yang sedang diteliti. Dalam menulis tentang masyarakat lain atau
bahkan masyarakat kita sendiri, kita tidak boleh menyatakan bahwa ia lebih
teratur dibanding realitas sosial pada umumnya. Ini berarti sebagian besar
antropolog saat ini mengakui bahwa holisme mempertahankan validitasnya sebagai
keputusan metodologis. Dengan kata lain, sekalipun dunia sosial kenyataannya
tidak diorganisasikan kedalam satuan organik yang saling terkait secara teratur
adalah tetap merupakan praktik antropologis yang baik untuk mencari interkoeksinya.
Tidak
perlu heran bahawa pemikiran atau ide kunci fungsionalisme struktural adalah
ide tentang struktur dan fungsi. Apa yang dimaksud dengan struktur dan fungsi
dapat dijelaskan dengan cukup baik melalui sebuah contoh dalam lugbara religion
karya Middleton (lihat kotak dua). Karya ini membahas struktur masyarakat
lugbara, yang mengalami keterpisahan hubungan keluarga patrilineal, dilengkapi
dengan hubungan perempuan yang terus menerus dengan klan yang melahirkannya,
dan hubungan laki-laki dengan keluarga dari pihak ibu. Middleton menunjukkan
secara terperinci bagaimana praktik-praktik peribadatan para nenek moyang
lugbara memiliki fungsi untuk melegitimasi posisis otoritas dalam struktur dan
sacara bersamaan juga mengekspresikan perlawanan terhadap otoritas orang yang
lebih tua yang sedang mengalami kemunduran.
Konflik
antar generasi yang diekspresikan dan yang diegitimasi melalui ritual,
merupakan perkembangan dari pandangan Brown yang lebih statis, akan tetapi
Middleton tetap dalam paradigma fungsionalis struktural, seperti dia tunjukkan
ketika dia menjelaskan perbedaan antara perubahan kualitatif yang mendadak
dalam struktur suatu organisme sosial. Oleh karena itu Middleton mmembuka
peluang kritisme yang secara karakteristik ditujukan pada fungsionalis
struktural, bahwa dia mengabaikan atau merehkan signifikansi pemerintah
kolonial, migrasi kaum pekerja, dan kristenisasi dalam upaya menghasilkan
gambaran ideal tentang agama tradisional yang dianggap stabil dan tidak
berubah. Kritik tersebut mungkin memiiki
beberapa kekuatan, Middleton menyadari sepenuhnya hal ini, seperti yang ia
jelaskan dalam pembahasan yang sangat bermanfaat tentang bagaimana dia
melakukan penelitian.
Agama Lugbara
John,
Middleton.1960. Lugbara Religion : Ritual and Autority among an East African
People. London, Oxford University Perss For The International African
Institute.
Lugbara
adalah penduduk yang tinggal di Uganda dan Zaire arah selatan berbatasan dengan
sudan. Ketika Middleton melakukan penelitian lapangan diantara penduduk Lugbara
Uganda, dari tahun 1949-1952, kira-kira 183.000 penduduknya hidup
dikampung-kampung pertanian yang tersebar dengan tanah yang subur. Kajian
Middleton menggunakan apa yang dikalangan antopolog dikenal dengan “etnografi
kekinian” (ethnographic present). Perkampungan-perkampungan didasarkan pada
laki-laki sebagai inti yang menjalin hubungan dengan garis laki-laki,
bersama-sama dengan istri dan anak-anaknya.
Lugbara
memiliki serangkaian tempat suci yang luas baik diluar maupun didalam kampung
halaman atau rumahnya. Sebagian besarnya terkait dengan upacara kematian karena
nenek moyang dalam masyarakat Lugbara harus disembah dan didamaikan. Pertama,
“ Tempat suci hantu keturunan eksternal” yang biasanya terdiri dari dua batu
datar, masing-masing merepresentasikan suatu ori atau hantu, serta batu ketiga
yang berdiri tegak lurus dibelakangnya berupa “polisi” yang menerima darah
binatang yang dikorbankan, sebelum dua hantu lainnya. Kedua, Tempat suci
kesuburan, suatu papan datar yang dikaitkan dengan kekuatan leluhur. Dalam
setiap kampung terdapat satu tempat suci kesuburan. Suatu upacara akan
dilakukan ketika dilakukan pengorbanan, namun penyembahan khusus akan dilakukan
jika terjadi ketakutan akan hilangnya kesuburan perempuan atau peternakan
perkampungan. Ketiga, tempat suci
yang didirikan dibawah lumbung pusat perkampungan (lumbung selalu dibuat dengan
tiang-tiang penyangga), diantara ketiganya yang terpenting adalah “tempat suci
hantu internal”.
Beragam
tipe dan terdapat lebih banyak lagi tempat suci lain ketimbang yang terdaftar
disini dan hubungan yang terjalin diantara tempat suci ini, tidak dapat
difahami kecuali dalam kaitan dengan organisasi mereka, dan hubungan itu secara
jelas dirasakan oleh Lugbara sendiri. Hal ini mengungkapkan bahwa otoritas dan
seluruh kepala rumah tangga merupakan persoalan yang hadir dan dirasakan
dimanapun dalam masyarakat Lugbara. Ketika seseorang sakit, niscaya harus
mengetahui siapa yang mengirimkan sakit agar dapat mengobatinya, dan dalam hal
ini lugbara memiliki lima bentuk ramalan yang berbeda, yang paling umum,
menggosok tongkat yang dapat dilakukan oleh orang tertua dari perkampungan
sendiri, sedang cara lainnya mensyaratkan adanya ahli yang harus diunang dari
tempat lain.
Middleton
menunjukkan bagaimana dalam suatu perkampungan beberapa pemuda bersaing meraih
kepemimpinan. Adakalanya mereka bersaing dengan mengklaim bahwa dialah yang
berdo atau memohon kepada ori dan hal semacam ini dapat menimbulkan suatu
erselisihan ketika ori kenyataannya mengirim sakit. Hal ini terjadi karena
kemampuan berdoa kkepada ori merupakan sifat tertua yang diakui. Setelah segera
disepakati bahwa ori tertentu mengirim sakit, seekor binatang dijanjikan kepada
ori agar pasien segera sembuh. Ketika setelah ia sembuh dilakukan sesuatu pengorbanan,
sedang tertua dari rombongan keturunan mengemukakan fakta-fakta dari kasus itu
binatang itu dikorbankan dan bagian-bagian tertentu diberikan kepada ori,
tertua rombongan kemudian melakukan ritual panjang dan akhirnya daging itu
dibagi-bagikan.
Sbuahcontoh
dapat memberikan gambaran peristiwa itu. Draii adalah kepala keluarga dalam
perkampungan, namun dia lebih muda dibandingkan dengan semua pimpinan keluarga
Ondue. Suatu hari dalam suatu pesta bir, anak laki-laki Draii Kalfan berbuat
tidak sopan terhadap ayahnya dan orang lain. Draii memintanya agar pergi,
sembari mengatakan bahwa dia tidak berguna sama sekali dan tidak pantas
menghabiskan uang untuk membeli bir. Kalfaan mengancam pergi untuk hidup dengan
pamannya dari pihak ibu. Ayahnya menjawab dengan pedas , dia tidak mengharap
warisan apapun darinya, setelah Kalfan pergi, Draii semakin marah dan brakhir
dengan memohon kepada ori ayahnya untuk menghukum anaka laki-lakinya . Kemudia
ketika Klafan sakit, Draii menegaskan bahwa mengkonsultasikan kepada peramal
untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab adalah sia-sia karena dialah yang
menyuruh ori agar menghukum anak laki-lakinya. Ondue menegaskan bahwa ini
terjadi karena permohonan Ondue kepada ori sehingga melawan Ondue, Draii
berunnding dengan seseorang, dia kemudia segera menjjanjikan kambing kemudia
untuk dikorbankan jika Kalfan disembuhkan. Perebutan otoritas Ondue ini membuat
marah kepala dan dia menegaskan dialah dan bukan Draii yang memohon kepada
ori agar melaan Kalfan karena ketidak
sopanannya. Oleh karena itu, hanya pengorbanan yang dia lakukan dengan seluruh
tertua yang hadir yang dapat menyembuhkan Kalfan. Akan tetapi Draii pergi lebih
dahulu dan melakukan pengorbanan dengan dirinya sendiri, hanya di ikuti
teman-teman Kalfan dan kakak dari ibunya, setelah upacara Kalfan diberitau oleh
teman-temannya bahwa ayahnya dan Ondue memberi perhatian, tertua-tertua
menggunakan ini sebagai ccontoh perilaku oburuk orang muda yang sedang
menginkat di Uganda Selatan. Kemudian ketika Ondue meninggal, Draii ingin
berdiri sebagai tertua yang independen, namun tidak diakui oleh lainnya dan
singkatnya, mereka menerima otoritas ritual dari anak-anak Ondue.
Dengan
cara ini ditunjukkan bagaimana fokusperhatian pada struktur digantikan oleh “makna”. Perkembangan
historis antropologi, sebenarnay lebih rumit daripada pembahasan dipaparkan
buku teks sederhana seperti itu.. Sebuah etnografi klasik yang diterbitkan pada
tahn 1973 oleh guru John Middleton, E.E. Evans-Pritchard, yang bila ditinjaua
kembali tanpak sebagai perintis jalan baru dalam jalan studi antropologi. Karena mengatur
kehidupan melalui ramalan-ramalan dan sihir, sementara ketika dia tinggal
diantara mereka dia melakukan hal yang sama, dai sama sekali tidak menolak ide
bahwa mereka irasional atau berada pada tingkat pemikiran yang lebih rendah
dari pada apa yang disebut dengan masyarakat yang berperadapan. Mereka terbuka,
praktis dan penduduk yang nyata, ketika membuat jambangan bungan atau memetik
hasil tanaman.
Evans-Pritchard
mencatat bahw masyarakat awam Azande tidak menuduh aristokrat ilmu sihir, istri
tidak menuduh suami, anak laki-laki tidak menuduh bapak. Akan tetapi dia tidak
menjelaskan ketidaksamaan struktural itu sebagai tema monografinya, seperti
yang dilakukan fungsionalis struktural konvensional. Malahan dia menjelaskan
pemikiran Azande, menanyakan seberapa jauh, dan dengan cara apa mereka meyakini
ilmu sihir, ramalan, dan magic. Meskipun kecendrungan Evans-Pritchard pada
persoalan itu, kajiannya mempengaruhi banyak fungsi strukktural setelahnya,
mereka cenderung melihat bagaimana tuduhan ilmu sihir akan meningkat ketika
sebuah masyarakat mengalami perubahan yang cepat, baik kareana kelurga yang
tumbuh yang begitu besar dan hampir-hampir retak atau karena perubahan ekonomi
dan politik yang disebabkan oleh pemerintah kolonial.
Pada
saat yang sama, Withcraft, Oracles and Magi among the Azande, tanpak
memicu timbulnya pertanyaan klasik tentang rasionalitas dan penerjemahan. Studi
agama juga memunculkan pertanyaan serupa, namun ketika budaya yang sedang
dikaji menempatkan keyakinan kepada magic dan sihir sebagai hal yang sangat
penting sehingga para antropolog sangat kesulitan menjelaskannya, pertanyaan
yang sama muncul dalam bentuk yang lebih kuat. Akhirnya, sebuah literatur besar
muncul kira-kira 30 tahun atau lebih setelah buku itu ditulis, membahas
seberapa jauh seluruh sistem pemikiran membagi kualitas yang tidak dapat salah
ini, dan apakah pandangan dunia yang dianggap rasional itu berbeda-beda, karya
klasik dalam bentuk ini ditulis oleh antropolog British dari Nigeria Robin
Horten: African Traditional Thought and Western Science.[1]
Dia membahas cara-cara dimana agama-agama Afrika dan ilmu barat satu sama lain
berbeda memiliki kemiripan. Dia menyimpulkan , meskipun jelas berbeda ,
agama-agama Afrika, seperti sains adalah sistem pemikiraan yang berfungsi untuk
menjelaskan, mengontrol, memprediksi dunia natural, rahasia kesuksesan sains
dalam proyek terbuka ini karena sains bersifat terbuka sedangkan sistem
keagamaan tradisional bersifat tertutup.
Pembelaan
Gertz terhadap antropologi interpretatif dalam suatu perspektif global lebih
berpengaruh dari pada antropologi Evans-Pritchard yang kurang diteoretisasikan
dan merupakan etnografi yang lebih besar. Ide kunci bahwa apa yang sesungguhnya
penting adalah kemungkinan menafsirkan perestiwa menurut cara pandang
masyarakat itu sendiri (cf.hm.77). Atas dasar ini, suatu karya pengetahuan
tentang bahasa lokal biasanya tidak dapat diabaikan. Ini berarti tidak terlalu
penting untuk membahas berapa ternak yang dimiliki masing-masing keluarga, atau
melakukan survei atau kuesioner yang secara statistik dapat dapat
dikuantifikasikan dalam upaya menyatakan seberapa refresentatifkah kesimpulan
seseorang. Tentu saja ini adalah inti dari obsevasi partisipan seperti yang
dipelopori oleh malinowski. Meskipun demikian, Greetz melampaui Malinowski dan
menegaskan bahwa seluruh antropolog yang bekerja, mereka sedang memberikan
penafsiran atas perestiwa-perestiwa dan penafsiran dari penafsiran yang
dimiliki oleh masyarakat asli.
Gerertz
memperkenalkan istilah thick
description (deskripsi tebal) kedalam antropolog (dia mengambil istilah itu
dari filsuf Gilbert Ryle), unntuk mendeskripsikan apa yang sedang dikerjakan
masyarakat yang harus anda ketahui (untuk dipresentasikan) apa yang mereka
pikirkan, apa yang mereka kerjakan, anda tidak dapat begitu saja
mendeskripsikannya dari luar (outside). Untuk menjelskan detil tentang
ritual dan simbolisme lokal, sering dibutuhkan konsultasi dengan ahli, yang
segera memunculkan pertanyaan sejauh mana itu dan penduduk bisa memiliki
pandangan yang sama tentang aktivitas keagamaan yang sedang diteliti. Seorang
antropolog yang sangat berpengaruh, terkenal karena kedekatannya hubungannya
dengan “informan penduduk asli” yang bernama Muchoma adalah Victor Turner.
Karya pertamanya adalah suatu analisa fungsionalis struktural klasik tentang
dinamika hubungan matrilinial diantar masyrakat Ndembu Zambia. Setelah itu dia
membuat serangkaian analisis tentang simbolisme ritual Ndembu yang tidak
tertandingi kekayaan dan detilnya. Karya Turner memiliki pengaruh besar karena
dia secara bersamaan memberi perhatian besar terhadap ide-ide kultural
pandangan keagamaan dalam (indigeneus) dan menjelaskan dalam
istilah-istilah universal.
Turner
secara khusus menjelaskan menjelaskan karya Arnold Van Gennep tentang upacara
perjalanan berbagai ritual yang menandai berbagai perubahan keadaan, khususnya
upara krisis kehidupan. Van Gennep mengatak tiga tahap yang harus dilalui
peserta dalam upara tersebut : pemisahan, marginalisasi atau liminasi dan
penyatuan. Turner mengatakan bahwa komunitas adalah inti dari pengalaman haji,
naik haji menjadi penomena liminoid atau quasiliminal, dengan ini
dia memahami bahwa ketika dalam haji, selama masa dalam ritual kritis
kehidupan, masyarakat bergerak keluar dari struktur, dan peran-peran kehidupan
sehari-hari. Turner sendiri mencatat kesamaan antara pendapatnya tentang
komunitas dan keberadaan kaum hippi (orang yang menolak keberadaan masyarakat
yang terorganisasi dan kebiasaan sosial yang mapan dan bersama dengan orang
lain yang menggunak way of life
yang tidak konvensional). Turner meyakini tidak hanya Hippi , melainkan
juga mistikus, orang-orang yang suci, shammans,rahib dan penduduk marginal
lainnya memiliki hubungan khusus dengan komunitas.
Turner
sampai pada keyakinan atas penyelidikan spritual universal, atau konsefsi bahwa
antropolog-antropolog lain menemukan problem dan pertanyaan yang diabaikan (question
begging). Kecendrungan yang sangat berbeda dari humanisme Turner dan pemahaman
tentang struktur yang sangat berbeda diperkenalkan oleh strukturalis, idenya
disini bahwa kehidupan sosial dihasilkan oleh pemikiran manusia, dan seluruh
pemikiran-pemikiran manusia mengambil bentuk oposisi biner. Metode strukturalis
akhirnya diterima sebagai bagian dari peti perkakas antropolog sosial atau
kultural, dari pada sebagian wahyu metode ilmiah baru yang sempurna. Metode
strukturalis kemudian dilihat sebagai interprestasi llllebih lanjut,
interprestasi yang harus dikondisikan dalam struktur-struktur kekuatan dan
status masyarakat yang sedang diteliti. Baragkali monograf strukuralis yang
paling kuat menggabungkan etnografi sejarah dan teks suci adalah Homo
Hierarchius karya Lois Dummot, karya ini berupaya menjelaskan kasta India
sebagai suatu sistem yang dihasilkan oposisi antara yang suci dan yang najis.
Dengan membandingkan India yang hirarkis dan holistik dengan egalitar dan individulistis barat, Dumont melakukan
analisnya dalam suatu kerangka kerja perbandingan mengingatkan pada tulisan-tuliasan
Max Weber, Dumont tidak pernah benar-benar mengulangi ambiguitas krusial dalam
pemikirannya.
Kesimpulan
juag dicapai oleh mereka yang tidak mengikuti kereta strukturalis, Jika
antropolog adalah pertanyaan interprestasi, interprestasi siapa yang mesti
digunakan? Kesimpulan Lynn Bennett (1983) patut dikutip disini. Dia melakukan
anlisis yang patut dicontoh tentang pantheon (candi yang dipersembahkan untuk
seluruh tuhan) Hidndu, ritual-ritual dan organisasi sosial di desa nepalase.
Kesimpulan Bennet diikhtisar dalam bentuk suatu tabel oposisi (lihat kotak 3),
yang merupakan contoh bagaimana metode strukturalis dibangun dengan etnografi
yang pada saat yang sama merupakan analisis organisasi sosial, geografi
individual, interprestasi mite, dan simbol yang saling bersaing. Etnografi
terbaik, seperti dikemukakan sebelumnya mengombinasikan pendekatan yang
berbeda-beda dan tidak mencukupkan dengan satu pendekatan.
Oposisi simbolik dalam presepsi perempuan Hindu
Lynn,
Bennet. 1983. Dangerous wives and Sacred
Sister. New York Columbia University Press.
Lynn
Bennet melakukan penelitian di suatu desa dalam masyarakat Parbatiya yang
berkasta tinggi, kasta Bahuns (Barhman) dan Chetris (Kshatria), tidak jauh dari
Nepalase, Karthamdu. Bennat menggambarkan status perempuan hidndu kasta tinggi
berubah ketika ia tumbuh lebih tua. Sebagai orang muda, perempuan yang belum
kawin adakalanya disembah sebagai bentuk dewi-dewi, dia memiliki kebebasan
penuh dirumah orang tuanya dan dia menempati kedudukan yang tinggi di status
keluarganya. Dalam kunjungan berkala kerumah dimana ia lahir, seorang perempuan
yang telah kawin, kembali menjadi seorang kerabat yakni sebagai kaka atau adik
kepala laki-laki rumah tangga, namun kunjungan itu biasanya singkat.
Persoalan
dan Perdebatan
Perbedaan
panjang diantara antropolog tentang bagaimana agama harus didefinisikan,
mengacu kepada yang telah lalu dalam kaitan dengan Durkheim (lihat kota 1).
Definisi klasik Taulor, “keyakinan pada ada yang spritual” diperbaharui oleh
Spiro. Dia mendefinisikan agama sebagai “suatu institusi yang terdiri dari
iteraksi yang dipola secara kultural dengan “ada” diluar manusia yang
dipostulasikan secara kultural.Shoutwold telah memunculkan suatu solusi yang
barang kali mengharuskan persetujuan yang luas diantara antropolog. Dia
menegaskan adalah keliru jika mencari karakteristik tunggal, atau daftar
karakteristik baku yang ada dalam setiap kasus yang kini kita sebut agama.
Lebih dari itu kita hendaknya menerima bahwa agama merupakan kategori politetik
yakni bahwa istilah agama secara tidak langsung menunjukkan sekumpulan
karakteristik, sebagaimana bessarnya ada dalam kebanyakan kasus, namun tidak
satupun diantaranya hadir dimanapun. Dia menyatakan sebuah daftar dari 12
karakter itu:
1.
Concer
pada sesuatu yang ilahiyah dan hubungan manusia dengan-Nya
2.
Dikotomi
elemen dunia menjadi sacred dan profance dan perhatian utama pada sacred
3.
Orientasi
pada keselamatan dari keadaan biasa dalam kehidupan duniawi
4.
Praktik-praktik
ritual.
5.
Keyakina
yang tidak dapat ditunjukkan secara logis atau empiris, atau sangat mungkin
tetapi harus ada sebagai keimanan.
6.
Suatu
kode etis yang didukung oleh keyakinan-keyakinan itu.
7.
Sangsi
super natural karena terjadi pelanggaran terhadap kode tersebut.
8.
Mitologi.
9.
Adanya
suatu kitab suci atau suatu tradisi yang
mulia.
10. Adanya
kependetaan (nabi) atau spesialisasi elit keagamaan.
11. Berkaitan dengan suatu komunitas moral , suatu
greja (dalam pemahaman Durkheim)
12. Ada kaitannyaa dengan kelompok etnis atau
kelompok yang sama.
Tentu
saja kontroversi tentang definisi sering merefleksikan perbedaan-perbedaan yang
lebih dalam. Beberapa persoalan yang terus diperdebatkan dalam karya-karya
antropologis tentang agma dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.
Apakah
ada survei keagamaan yang transtruktural atau spritual (barang kali seperti
sacred dalam pandangan Durkheim atau Eliade cf. Hlm 84-85, 254-355), yang dipahami oleh manusia seluruh dunia
dengan cara yang berbeda-beda?
2.
Terlepas
dari apakah wilayah-wilayah itu ada atau mesti diasumskan, apakah seluruh agama
pada dasarnaya harus diinterprestasikan dengan cara yang sama atau tidak?
3.
Apakah
agama secara inheren atau mendasar merupakan kekuatan konservatif sehingga
bahkan gerakan-gerakan yang bermula sebagai bentuk protes yang tidak lagi
mendukung status quo atau sekumpulan keteraturan institusional baru sama dengan
agama?
4.
Sejauhmanakah
seorang dapat melihat keyakinan keagamaan orang lain tampak dapat dipahami dan
rasional?
5.
Apakah
agama memberikan jalan keluar yang memperoleh dukunga secara kultural dimana
kebudayaan lain menganggap sebagai bentuk patologi atau bentuk personalitas
yang anti sosial?
6.
Dalam
agama-agama yang memiliki kitab suci, seberapa relevan kitab-kitab itu untuk
memahami keyakinan pengikut-pengikutnya yang awam?
Meskipun disini telah dijelaskan adanya perbedaan antara
antropolog, semua sepakat bahwa tidak ada agama atau budaya masyarakat lain
yang dapat diterima for granted dan adalah kesalahan yang menyedihkan
bila memaksakan kembali apa yang dikatakan teks terhadap apa yang diyakini dan
difikirkan masyarakat awam. Ricard Gombrich, seorang
sinkertis dan sarjana Pali yang juga seorang antropolog diberitahu oleh
pendeta Therevade di Sri Langka “bahawa
tuhan tidak ada kaitan apapun dengan agama”. Dalam bahasa Inggris
pernyataan ini bersifat paradoksal namun
Sinhalese sangat jelas, bahkan hal yang lumrah, kalimat itu misalnya “deviyo”
dan tidak ada kaitannya dengan agama. Ini menunjukkan bawa nada harus memulai
dari istilah-istilah masyarakat itu sendiri. Dalam kasus ini mesti dilakukan
pengujian yang cermat tentang apa makna “deviyo” dan agame dalam
Sinhales, dengan menghindari asumsi-asumsi kristen atau barat tentang agama tau
tuhan.
[1]
Pada mulanya dipublikasikan dalam jurnal Africa 37, 1967, hlm 50-71,
155-187, dan dipublikasikan kembali dibanyak tempat lain khususnya dalam B.R.
Wilson, Rationality. (Oxford: Blackwell, 1970), dan dalam kumpulan esei Horten,
Patterns Of Tought In Africa dan the West. (Cambridge: Cambridge
University Press, 1993)
Label: MENULIS
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar disini
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda