Senin, 09 Maret 2015

RESUME PENDEKATAN ANTROPOLOGI

RESUME PENDEKATAN ANTROPOLOGI 
David N Gellner
Oleh Ali Geno Berutu


A.    PERKEMBANGAN HISTORIS PENDEKATAN ANTROPOLOGI
Antropologi dimulai sejak abad 19 dan Pemahaman didalamnya terus mengalami perubahan, yang diawali dengan penelitian asal-usul manusia dimana mencakup pencarian fosil yang masih ada dan pengkajian terhadap binatang yang paling dekat dengan manusia yaitu primata serta penelitian masyarakat manusia yang paling tua yang mampu bertahan paling lama yang semuanya dilakukan dengan ide kunci tentang evolusi, oleh karenanya antropolog-antropolog awal adalah evolusionis, mereka yang rata-rata orang eropa berpikir  bahwa seluruh masyarakat manusia tertata dalam keteraturan dan mereka adalah yang tertinggi, dan peradaban asia yang kurang berkembang berada dalam posisi tengah sedang masyarakat lain yang lebih bawah peradabanya dianggap sebagai masyarakat primitif. Seluruh masyarakat dianggap berada dalam proses evolusi dan selama proses evolusi berlangsung mereka menjadi lebih komplek dan tidak sederhana serta primitive lagi.

Pandangan tentang sejarah dan masyarakat semacam ini memperoleh dukungan dari karya Darwin tentang evolusi biologis, akan tetapi pandangan tersebut tidak tergantung pada karya Darwin karena lebih dulu muncul dan bahkan dibawah control kristiani dan anti Darwin, sesungguhnya pandangan evolusi menjadi justifikasi nyata bagi kerja misionaris dan seluruh bentuk kolonialisme. Adanya keterkaitan antara pandangan evolusionis dan era colonial berarti bahwa teori evolusi sosial tidak dapat diterima dikalangan intelektual-intelektual saat ini meskipun dalam dalam perbincangan sehari-hari dan dalam budaya popular teori ini tetap hidup, tapi semua hal yang berkenaan dengan teori evolusi biologis, teori ini ditolak oleh fundamentalis populis di USA.

Perdebatan sengit terjadi diantara ntropolog –antropolog awal dalam hal 1. bentuk masyarakat yang paling awal apakah mereka diberi ciri dengan perkawinan kelompok atau dengan matriarkal ( perempuan memegang kekuasaan diatas laki-lak), 2. Agama prasejarah, apakah bentuk agama yang paling kuno itu magic, penyembahan terhadap kekuatan alam, atau animism atau totemisme. Dari dua karya yang berbeda The golden bought  karya sir Jams Frazer yang dipublikasikan pertama kali pada tahun 1980 banyak mempengaruhi penulis – penulis dan para pamikir jauh melampaui bata-batas sempit antropologi, karya ini memuat contoh-contoh magic dan ritual dari teks klasik seluruh dunia. Karya ini melihat seluruh agama sebgai bentuk sihir (magic) fertilitas, dan menyimpulkan bahwa kristus juga suatu bentuk raja-Tuhan yang meninggal untuk menjamin fertilitas umat-Nya. Frazer juga mengemukakan skema evolusi sederhana berupa rasionalisme sejarah manusia melewati tiga fase dari magic, agama dan ilmu.

 The Element Forms of religious life karya Emil Durkheim yang dipublikasikan di prancis pada tahun 1912, mempresentasikan kemajuan yang sangat besar melampaui the golden Bough, pertama Durkheim menyadari bahwa pengambilan contoh dari seluruh dunia dengan kurang memperhatikan konteks aslinya dan menimbunya terlalu tinggi adalah metode antropologis yang keliru, menumpuk contoh-contoh tentang apa yang diduga sebagai fenomena yang sama hanya dilakukan selama semua orang sepakat bahwa apa yang ditumpuk itu sama. Dan bertentangan dengan frazer, Durkheim menyatakan bahwa “ experiment yang dilakukan dengan baik dapat membuktikan adanya aturan tunggal. Kekayaan analisis Durkheim menjadikan bukunya sebagai karya etnografik yang subur dan abadi, teorinya memberi inspirasi antropolog-antropolog setelahnya baik fungsionalis structural maupun strukturalis yang sama sekali menolak evolusionisme, dengan memfokuskan pada studi kasus tunggal dan berupaya menggali kebenaran darinya.

Di sini juga disebutkan dua pendiri besar pemikiran sosial lainya meskipun mereka memiliki pengaruh yang relative sedikit yaitu Karl Marx (1818-1883) dan Max Weber (1864-1920) . evolusionis sosial abad 19 menjadi inti pandangan-pandangan Marx dan formulasi Marx selanjutnya dipengaruhi oleh karya antropologis pendiri studi kekeluargaan, Lewis hendri Morgan (1818-1881), evolusionisme Marx tidak banyak dibaca oleh fungsionalisme srtuktural inggris, meski sebetulnya terdapat beberapa kesamaan antara pandangan Marxis bahwa agama berfungsi melegitimasi dan mengabadikan posisi golongan penguasa, dan pandangan fungsionalisme structural bahwa agama berfungsi melegitimasi dan mengabadikan struktur sosial yang ada . kemudian pada tahun 1960-1970, Marx dan teman kerjanya Engel mulai di kaji dan mempengaruhi beberapa antropolog. Max Weber di sisi lain adalah evolusionis besar yang pertama, namun ia jarang di telaah oleh antropolog – antropolo awal karena sedikit sekali berbicara tentang masyarakat skala kecil pratulisan, namun penekanan Weber atas pentingnya memahami pandangan dan motivasi actor – actor sosial dari dalam ( from within), menyebabkanya diklaim sebagai nenek moyang intelektual oleh Geertz, dimana pendekatan interpretatifnya sangat berpengaruh.

Pemberontakan terhadap evolusionisme secara independen terjadi di USA dan Inggris yang di ilhami oleh berkembangnya metode – metode penelitian lapangan. studi mendalam terhadap masyarakat-masyarakat tertentu memberi dorongan bahwa menjelaskan sesuatu melalui desain historis besar (grand historical design) hamper bukan cara untuk memahami masyarakat yang terus berkembang. Di USA, Franz Boas (1858-1942) yang berkebangsaan jerman adalah orang yang memperkenalkan studi-studi lapangan secara detil, dia menegaskan bahwa masyarakat harus dikaji dan dipahami melalui term-term mereka sendiri , dia mengecilkan arti spekulasi evolusionis yang besar. Di inggris, Bronislaw Malinowski (1884-1942) adalah orang yang membuka jalan bagi penelitian lapangan modern. Setelah melakukan penelitian pustaka sedapat mungkin tentang Aborigin, dia berangkat ke Australia pada tahun 1913, ketika perang dunia I meletus pada tahun 1914, sebagai warga Negara kerajaan Austro Hongaria, dia berada dalam posisi sulit karena sebagai orang asing. Pemerintah Australia mengizinkanya melakukan penelitian lapangan selama dalam wilayah kekuasaan Australia, karena itu selama dua tahun penuh dia melakukan penelitian di pulau Trobiand, arah timur laut Papua New Guinea, dan seluruh materi yang dia kumpulkan disana menjadi dasar monografi yang dibuat tahun 1920 dan 1930 atas nama dirinya.

Melanowski menegaskan bahwa ia adalah seorang fungsionalis, apa yang ia pahami dengan fungsionalis adalah gagasan bahwa masyarakat dilihan sebagai suatu totalitas fungsional, seluruh adat kebiasaan dan praktik harus dipahami dalam totalitas konteksnyadan dijelaskan dengan melihat fungsinya bagi anggota masyarakat tersebut. Menurutnya sama sekali tidak tepat menggunakan gagasan survival evolusinis untuk menjelaskan segala seuatu, sesuatu yang dikerjakan oleh penduduk atau warga harus dijelaskan dengan melihat peranya saat itu, bahkan ada kebiasaan yang tampak sebagai sisa dari periode sebelumnya mesti memiliki satu fungsi dan satu fungsi itu adalah penjelasan yang sesungguhnya atas adat kebiasaan tersebut. Hal yang paling penting dari teori ini adalah metode inovatif Malinowski, hidup bersama masyarkat yang sedang diteliti , mengambil bagian dalam aktivitas sehari-hari , belajar bersama dengan mereka dengan bahasa mereka tanpa bantuan penerjemah dan merekam segala seuatu, yang selanjutnya metode ini disebut dengan metode observasi partisipan, metode dan teori beriringan seperti tangan dan sarungnya, hidup dalam satu tempat dalam jangka waktu yang lama sangat baik untuk melihat segala sesuatu sebagai hal yang sangat berkait dengan hal lainya (holism)teori ini melegitimasi apa yang menjadi dasar antropologi sosial dan antropologi budaya yang khas. Pengikut-pengikut Melinowski yang secara mendalam menjalankan holism dan observasi partisipan dan menolak sejarah spekulatif, meyakini bahwa diri mereka terpisah dari evolusionis abad 19 melalui revolusi Melinowski, meskipun demikian revolusi Malinowski bukan hal yang radikal dan tiba-tiba, seperti digambarkanya sendiri dan oleh muridnya dalam retrospeksinya, hal ini didukung oleh kenyataan bahwa pendahuluan apresiatif dalam monograf besar karya Malinowski Argonouts of the Western Pasific (1922) ditulis oleh pakar evolusionis, Sir James Frazer.

Malinowski diakui sebagai peneliti lapangan yang brilian, corpus yang dia kumpulkan begitu kaya sehingga terus menerus ditafsirkan ulang oleh antropolog generasi setelahnya yang tidak pernah berkunjung ke pulau Trobiand. Teori fungsionalismenya tentang kebutuhan manusia tidak berjalan dengan baik, atau dengan kata lain lain teori Malinowski tentang kebutuhan adalah keliru atau tautologi yang tidak jelas ( karena susunan yang ada dibuat sesuai kebutuhan manusia menurut definisi).

Paradigm antropologis sosial yang lebih kuat dibangun oleh tokoh yang semasa dengan Malinowski , Radcliffe Brown (1881-1955), dia bukan peneliti lapangan melainkan seorang teoretisi karenanya tidak setara dengan Malinowski sebagai seorang etnografer, tetapi mereka sama-sama menekankan holism dan perlunya penelitian lapangan secara mendalam dengan menolak spekulasi historis  karena alas an-alasan yang identic. Fungsionalisme Malinowski memfokuskan pada kebutuhan biologis individu, dan Brown memfokuskan pada kebutuhan masyarakat, Brown melihat masyarakat beserta struktur sosialnya sebagai organisme dan dapat disamakan dengan anatomi tubuh yang rumit.

Tugas antropologi social adalah untuk menggambarkan dan menganalisis struktur-struktur social yaitu aturan dan beragam aktivitas masyarakat dan membandingkanya dalam suatu metode keilmuan, berbagai subsistem dalam masyarakat dianalisis dengan melihat kontribusi yang diberikan terhadap berjalanya fungsi keutuhan social secara baik. Mesti diakui, kadang bagian-bagian tertentu dari masyarakat tidak berfungsi dengan baik, namun ini dilihat karena adanya perubahanya yang berasal dari luar . diasumsikan bahwa kondisi alamiyah dari seluruh masyarakat adalah stabilitas yang berfungsi dengan lancar. Brown mensistemasi pandangan seluruh generasi antropolog sosial inggris, teorinya kemudian dikenal dengan fungsionalisme struktural.

Dalam pandangan fungsionalisme struktural, agama dilihat sebgai perekat masyarakat, agama dianalisis guna menunjukkan bagaimana agama memberi kontribusi dalam mempertahankan struktur sosial suatu kelompok. Suatu karya fungsionalisme struktural klasik adalah karya John Middleton  Lugbara Relegion. Jika persoalanya adalah magic maka ia dipahami dalam konteks ilmu gaib, disini teorinya bahwa meningkatnya tuduhan ilmu gaib merupakan suatu bentuk ukuran ketegangan sosial, maka ketika masyrakat mengalami perubahan yang cepat, magic yang menekankan hubungan sosial kemudian membawa masyarakat menuduh pihak lain melakukan ilmu gaib.

Analisis bahwa agama merupakan perekat sosial memainkan bagian utama dalam pandangan organik fungsionalisme struktural , cara-cara alternatif untuk mengkaji fenomena keagamaan terpampang luas dalam karya-karya yang menolak hegemoni fungsionalisme struktural , salah satu kesulitan terbesar misalnya cargo cult dimasukkan dalam kerangka kerja fungsionalisme struktural konvensional, diantaranya gerakan messianik yang muncul di pasifik. Pada saat yang sama, antropolog menjadi lebih tertarik mengkaji budaya masyarakat demi kepentingan budaya itu sendiridan bukan semata-mata memberi kontribusi dalam mewujudkan stabilitas sosial, sebuah kerangka kerja yang berpengaruh disini adalah strukturalisme, dimana figur yang berpengaruh selanjutnay adalah Claude Levi-Strauss, seorang antropolog prancis. Sistem pemikiran dianalisis dari sudut pandang oposisi biner, yang mengungkapkan inti logikanya, beberapa oposisi dasar dianggap bersifat universal, ditemukan dalam mite, simbol dan prilaku-prilaku budaya diseluruh dunia , misalnya oposisi antara laki-laki perempuan, matang mentah, dan alamiyah kultural. Metode ini terinspirasi oleh metode linguistik struktural dan ini tampak sebagai cara alternatif untuk mengembangkan metode ilmiyah dalam studi budaya. Ditegaskan bahwa seorang analis hendaknya mengungkapkan struktur pemikiran anggota masyarakat yang dikaji, dimana mereka tidak begitu menyadarinya sama sekali.

Berbeda dengan hal diatas, kebanyakan antropolog memberikan penekanan yang lebih besar untuk melihat sesuatu dari sudut pandang masyarakat itu sendiri , dalam disiplin lain ini dapat disebut perspektif fenomenologi atau heurmenetik. Dalam antropologi di USA, semua itu dikaitkan dengan pandangan yang disebut interpretivist dimana juru bicara terkemukanya adalah Clifford Geertz dalam karyanya The interpretation of Culture (1972), dimana dia melepaskan diri dari bentuk fungsionalisme struktural.

Pandangan Geertz dalam antropologi budaya amerika cepat menjadi dominan menggantikan berbagai pendekatan positivistik (yaitu endekatan yang berambisi mencapai generalisasi universal dan berusaha menyamai atau melebihi ilmu-ilmu kealaman). Perubahan ini sering di gambarkan sebagai pergerakan dari pendekatan “etik” kepada pendekatan “emik” yakni melihat kebudayaat dari luar dan dari sudut pandang prinsip-prinsip universal kepada melihat kebudayaan dari dalam dan orang amerikayakni analisis komponensial yang berupaya melakukan analisis ilmiyah tentang bagaimana anggota masyarakat memandang sesuatu. Para pendukung teori ini ingin membentuk lingkaran produksi pembahasan yang objektif tentang pandangan subjektif terhadap dunia. Dalam konteks inggris, perubahan serupa secara konvensional digambarkan sebagai perubaha dari struktur kepada makna.

Runtuhnya fungsionalisme struktural dengan serta merta menjadi titik tolak perubahan dari memandang antropologi sebagai bentuk sains ke arah konseptualisasi antropologi sebagai sesuatu yang lebih sebagai seni atau disiplin humanistik. Sementara itu metode fungsionalisme struktural dimana metode di pertentangkan dengan kerangka kerja teoritik, studi lapangan intensif yang menggunakan pendekatan holistik dalam konteks tertentu telah mapan dan menjadi proses menetapkan antropologi sosial sebagai sebuah disiplin. Kecenderungan tersebut lebih memfokuskan pada individu daripada fakta sosial sebagaimana disebut oleh Durkheim. Ini berarti anggota masyarakat dilihat sebagai aktor-aktor otonomi dan tidak ditentukan oleh latar belakang sosialnya. Kerangka kerja ini juga ditemukan dalam disiplin yang memiliki asal yang sama seperti sosiologi yang dikenal dengan interaksionis. Disini titik tekanya adalah menunjukkan bagaimana keteraturan sosial muncul dari beragam perbuatan individu daripada sebagai fakta kehidupan yang menentukan perbuatan-perbuatan individu. Perhatian yang besar terhadap individu ini juga membawa pada tumbuhnya studi-studi biografis dan sejarah kehidupan.

Kecenderungan lainya adalah antropologi feminis, mayoritas antropolog dimasa lalu adalah laki-laki, bahkan antropolog perempuan pun sering menggunakan persona laki-laki, berkomunikasi denganinforman laki-lakidan mendeskripsikan masyarakat dari sudut pandang laki-laki, beberapa etnografi yang hebat dihasilkan dengan mengoreksi bias-bias ini. Tema utama antropologi feminis memfokuskan pada cara–cara yang digunakan perempuan untuk mengatasi dan melawan posisi inferior yang bagaimanapun juga hampir selalu menimpa mereka diberbagai masyarakat dan perlawanan menjadi tema utama antropologi modern, dalam hal ini antropologi keluar dari fungsionalisme struktural.

Saat ini kebanyakan antropolog pasrah pada kenyataan bahwa subjek kajian mereka tidak akan pernah mencapai kesatuan dan uniformitas teoritis, terdapat beragam pendekatan dan kemungkinan dimana mereka diharapkan menyadarinya. Beberapa antropolog mengorientasikan kajian agamanya pada psikologi kognitif , sebagian lain pada feminisme, sebagian lainya pada sejarah sosiologis. Tidak ada lagi ortodoksi teoritis yang harus di bicarakan , sekalipun tetap harus dikatakan bahwa terdapatbeberapa kesepakatan tentang nilai abadi penelitian lapangan yang baik dan beberapa tanda etnografi yang baik.

B.     KARKTERISTIK DASAR PENDEKATAN ANTROPOLOGI

Salah satu konsep kunci terprnting dalam antropologi moderen adalah holisme, yakni pandangan bahwa praktik-praktik sosial harus diteliti dalam konteks dan secara esensial dilihat sebagai praktik yang berkaitan dengan yang lain dalam masyarkat yang sedang diteliti. Dalam menulis tentang masyarakat lain atau bahkan masyarakat kita sendiri, kita tidak boleh menyatakan bahwa ia lebih teratur dibanding realitas sosial pada umumnya. Ini berarti sebagian besar antropolog saat ini mengakui bahwa holisme mempertahankan validitasnya sebagai keputusan metodologis. Dengan kata lain, sekalipun dunia sosial kenyataannya tidak diorganisasikan kedalam satuan organik yang saling terkait secara teratur adalah tetap merupakan praktik antropologis yang baik untuk mencari interkoeksinya.

Tidak perlu heran bahawa pemikiran atau ide kunci fungsionalisme struktural adalah ide tentang struktur dan fungsi. Apa yang dimaksud dengan struktur dan fungsi dapat dijelaskan dengan cukup baik melalui sebuah contoh dalam lugbara religion karya Middleton (lihat kotak dua). Karya ini membahas struktur masyarakat lugbara, yang mengalami keterpisahan hubungan keluarga patrilineal, dilengkapi dengan hubungan perempuan yang terus menerus dengan klan yang melahirkannya, dan hubungan laki-laki dengan keluarga dari pihak ibu. Middleton menunjukkan secara terperinci bagaimana praktik-praktik peribadatan para nenek moyang lugbara memiliki fungsi untuk melegitimasi posisis otoritas dalam struktur dan sacara bersamaan juga mengekspresikan perlawanan terhadap otoritas orang yang lebih tua yang sedang mengalami kemunduran.

Konflik antar generasi yang diekspresikan dan yang diegitimasi melalui ritual, merupakan perkembangan dari pandangan Brown yang lebih statis, akan tetapi Middleton tetap dalam paradigma fungsionalis struktural, seperti dia tunjukkan ketika dia menjelaskan perbedaan antara perubahan kualitatif yang mendadak dalam struktur suatu organisme sosial. Oleh karena itu Middleton mmembuka peluang kritisme yang secara karakteristik ditujukan pada fungsionalis struktural, bahwa dia mengabaikan atau merehkan signifikansi pemerintah kolonial, migrasi kaum pekerja, dan kristenisasi dalam upaya menghasilkan gambaran ideal tentang agama tradisional yang dianggap stabil dan tidak berubah.  Kritik tersebut mungkin memiiki beberapa kekuatan, Middleton menyadari sepenuhnya hal ini, seperti yang ia jelaskan dalam pembahasan yang sangat bermanfaat tentang bagaimana dia melakukan penelitian.

Agama Lugbara
John, Middleton.1960. Lugbara Religion : Ritual and Autority among an East African People. London, Oxford University Perss For The International African Institute.

Lugbara adalah penduduk yang tinggal di Uganda dan Zaire arah selatan berbatasan dengan sudan. Ketika Middleton melakukan penelitian lapangan diantara penduduk Lugbara Uganda, dari tahun 1949-1952, kira-kira 183.000 penduduknya hidup dikampung-kampung pertanian yang tersebar dengan tanah yang subur. Kajian Middleton menggunakan apa yang dikalangan antopolog dikenal dengan “etnografi kekinian” (ethnographic present). Perkampungan-perkampungan didasarkan pada laki-laki sebagai inti yang menjalin hubungan dengan garis laki-laki, bersama-sama dengan istri dan anak-anaknya.

Lugbara memiliki serangkaian tempat suci yang luas baik diluar maupun didalam kampung halaman atau rumahnya. Sebagian besarnya terkait dengan upacara kematian karena nenek moyang dalam masyarakat Lugbara harus disembah dan didamaikan. Pertama, “ Tempat suci hantu keturunan eksternal” yang biasanya terdiri dari dua batu datar, masing-masing merepresentasikan suatu ori atau hantu, serta batu ketiga yang berdiri tegak lurus dibelakangnya berupa “polisi” yang menerima darah binatang yang dikorbankan, sebelum dua hantu lainnya. Kedua, Tempat suci kesuburan, suatu papan datar yang dikaitkan dengan kekuatan leluhur. Dalam setiap kampung terdapat satu tempat suci kesuburan. Suatu upacara akan dilakukan ketika dilakukan pengorbanan, namun penyembahan khusus akan dilakukan jika terjadi ketakutan akan hilangnya kesuburan perempuan atau peternakan perkampungan. Ketiga,  tempat suci yang didirikan dibawah lumbung pusat perkampungan (lumbung selalu dibuat dengan tiang-tiang penyangga), diantara ketiganya yang terpenting adalah “tempat suci hantu internal”.

Beragam tipe dan terdapat lebih banyak lagi tempat suci lain ketimbang yang terdaftar disini dan hubungan yang terjalin diantara tempat suci ini, tidak dapat difahami kecuali dalam kaitan dengan organisasi mereka, dan hubungan itu secara jelas dirasakan oleh Lugbara sendiri. Hal ini mengungkapkan bahwa otoritas dan seluruh kepala rumah tangga merupakan persoalan yang hadir dan dirasakan dimanapun dalam masyarakat Lugbara. Ketika seseorang sakit, niscaya harus mengetahui siapa yang mengirimkan sakit agar dapat mengobatinya, dan dalam hal ini lugbara memiliki lima bentuk ramalan yang berbeda, yang paling umum, menggosok tongkat yang dapat dilakukan oleh orang tertua dari perkampungan sendiri, sedang cara lainnya mensyaratkan adanya ahli yang harus diunang dari tempat lain.

Middleton menunjukkan bagaimana dalam suatu perkampungan beberapa pemuda bersaing meraih kepemimpinan. Adakalanya mereka bersaing dengan mengklaim bahwa dialah yang berdo atau memohon kepada ori dan hal semacam ini dapat menimbulkan suatu erselisihan ketika ori kenyataannya mengirim sakit. Hal ini terjadi karena kemampuan berdoa kkepada ori merupakan sifat tertua yang diakui. Setelah segera disepakati bahwa ori tertentu mengirim sakit, seekor binatang dijanjikan kepada ori agar pasien segera sembuh. Ketika setelah ia sembuh dilakukan sesuatu pengorbanan, sedang tertua dari rombongan keturunan mengemukakan fakta-fakta dari kasus itu binatang itu dikorbankan dan bagian-bagian tertentu diberikan kepada ori, tertua rombongan kemudian melakukan ritual panjang dan akhirnya daging itu dibagi-bagikan.

Sbuahcontoh dapat memberikan gambaran peristiwa itu. Draii adalah kepala keluarga dalam perkampungan, namun dia lebih muda dibandingkan dengan semua pimpinan keluarga Ondue. Suatu hari dalam suatu pesta bir, anak laki-laki Draii Kalfan berbuat tidak sopan terhadap ayahnya dan orang lain. Draii memintanya agar pergi, sembari mengatakan bahwa dia tidak berguna sama sekali dan tidak pantas menghabiskan uang untuk membeli bir. Kalfaan mengancam pergi untuk hidup dengan pamannya dari pihak ibu. Ayahnya menjawab dengan pedas , dia tidak mengharap warisan apapun darinya, setelah Kalfan pergi, Draii semakin marah dan brakhir dengan memohon kepada ori ayahnya untuk menghukum anaka laki-lakinya . Kemudia ketika Klafan sakit, Draii menegaskan bahwa mengkonsultasikan kepada peramal untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab adalah sia-sia karena dialah yang menyuruh ori agar menghukum anak laki-lakinya. Ondue menegaskan bahwa ini terjadi karena permohonan Ondue kepada ori sehingga melawan Ondue, Draii berunnding dengan seseorang, dia kemudia segera menjjanjikan kambing kemudia untuk dikorbankan jika Kalfan disembuhkan. Perebutan otoritas Ondue ini membuat marah kepala dan dia menegaskan dialah dan bukan Draii yang memohon kepada ori  agar melaan Kalfan karena ketidak sopanannya. Oleh karena itu, hanya pengorbanan yang dia lakukan dengan seluruh tertua yang hadir yang dapat menyembuhkan Kalfan. Akan tetapi Draii pergi lebih dahulu dan melakukan pengorbanan dengan dirinya sendiri, hanya di ikuti teman-teman Kalfan dan kakak dari ibunya, setelah upacara Kalfan diberitau oleh teman-temannya bahwa ayahnya dan Ondue memberi perhatian, tertua-tertua menggunakan ini sebagai ccontoh perilaku oburuk orang muda yang sedang menginkat di Uganda Selatan. Kemudian ketika Ondue meninggal, Draii ingin berdiri sebagai tertua yang independen, namun tidak diakui oleh lainnya dan singkatnya, mereka menerima otoritas ritual dari anak-anak Ondue.

Dengan cara ini ditunjukkan bagaimana fokusperhatian pada  struktur digantikan oleh “makna”. Perkembangan historis antropologi, sebenarnay lebih rumit daripada pembahasan dipaparkan buku teks sederhana seperti itu.. Sebuah etnografi klasik yang diterbitkan pada tahn 1973 oleh guru John Middleton, E.E. Evans-Pritchard, yang bila ditinjaua kembali tanpak sebagai perintis jalan baru dalam  jalan studi antropologi. Karena mengatur kehidupan melalui ramalan-ramalan dan sihir, sementara ketika dia tinggal diantara mereka dia melakukan hal yang sama, dai sama sekali tidak menolak ide bahwa mereka irasional atau berada pada tingkat pemikiran yang lebih rendah dari pada apa yang disebut dengan masyarakat yang berperadapan. Mereka terbuka, praktis dan penduduk yang nyata, ketika membuat jambangan bungan atau memetik hasil tanaman.

Evans-Pritchard mencatat bahw masyarakat awam Azande tidak menuduh aristokrat ilmu sihir, istri tidak menuduh suami, anak laki-laki tidak menuduh bapak. Akan tetapi dia tidak menjelaskan ketidaksamaan struktural itu sebagai tema monografinya, seperti yang dilakukan fungsionalis struktural konvensional. Malahan dia menjelaskan pemikiran Azande, menanyakan seberapa jauh, dan dengan cara apa mereka meyakini ilmu sihir, ramalan, dan magic. Meskipun kecendrungan Evans-Pritchard pada persoalan itu, kajiannya mempengaruhi banyak fungsi strukktural setelahnya, mereka cenderung melihat bagaimana tuduhan ilmu sihir akan meningkat ketika sebuah masyarakat mengalami perubahan yang cepat, baik kareana kelurga yang tumbuh yang begitu besar dan hampir-hampir retak atau karena perubahan ekonomi dan politik yang disebabkan oleh pemerintah kolonial.

Pada saat yang sama, Withcraft, Oracles and Magi among the Azande, tanpak memicu timbulnya pertanyaan klasik tentang rasionalitas dan penerjemahan. Studi agama juga memunculkan pertanyaan serupa, namun ketika budaya yang sedang dikaji menempatkan keyakinan kepada magic dan sihir sebagai hal yang sangat penting sehingga para antropolog sangat kesulitan menjelaskannya, pertanyaan yang sama muncul dalam bentuk yang lebih kuat. Akhirnya, sebuah literatur besar muncul kira-kira 30 tahun atau lebih setelah buku itu ditulis, membahas seberapa jauh seluruh sistem pemikiran membagi kualitas yang tidak dapat salah ini, dan apakah pandangan dunia yang dianggap rasional itu berbeda-beda, karya klasik dalam bentuk ini ditulis oleh antropolog British dari Nigeria Robin Horten: African Traditional Thought and Western Science.[1] Dia membahas cara-cara dimana agama-agama Afrika dan ilmu barat satu sama lain berbeda memiliki kemiripan. Dia menyimpulkan , meskipun jelas berbeda , agama-agama Afrika, seperti sains adalah sistem pemikiraan yang berfungsi untuk menjelaskan, mengontrol, memprediksi dunia natural, rahasia kesuksesan sains dalam proyek terbuka ini karena sains bersifat terbuka sedangkan sistem keagamaan tradisional bersifat tertutup.

Pembelaan Gertz terhadap antropologi interpretatif dalam suatu perspektif global lebih berpengaruh dari pada antropologi Evans-Pritchard yang kurang diteoretisasikan dan merupakan etnografi yang lebih besar. Ide kunci bahwa apa yang sesungguhnya penting adalah kemungkinan menafsirkan perestiwa menurut cara pandang masyarakat itu sendiri (cf.hm.77). Atas dasar ini, suatu karya pengetahuan tentang bahasa lokal biasanya tidak dapat diabaikan. Ini berarti tidak terlalu penting untuk membahas berapa ternak yang dimiliki masing-masing keluarga, atau melakukan survei atau kuesioner yang secara statistik dapat dapat dikuantifikasikan dalam upaya menyatakan seberapa refresentatifkah kesimpulan seseorang. Tentu saja ini adalah inti dari obsevasi partisipan seperti yang dipelopori oleh malinowski. Meskipun demikian, Greetz melampaui Malinowski dan menegaskan bahwa seluruh antropolog yang bekerja, mereka sedang memberikan penafsiran atas perestiwa-perestiwa dan penafsiran dari penafsiran yang dimiliki oleh masyarakat asli.

Gerertz memperkenalkan istilah  thick description (deskripsi tebal) kedalam antropolog (dia mengambil istilah itu dari filsuf Gilbert Ryle), unntuk mendeskripsikan apa yang sedang dikerjakan masyarakat yang harus anda ketahui (untuk dipresentasikan) apa yang mereka pikirkan, apa yang mereka kerjakan, anda tidak dapat begitu saja mendeskripsikannya dari luar (outside). Untuk menjelskan detil tentang ritual dan simbolisme lokal, sering dibutuhkan konsultasi dengan ahli, yang segera memunculkan pertanyaan sejauh mana itu dan penduduk bisa memiliki pandangan yang sama tentang aktivitas keagamaan yang sedang diteliti. Seorang antropolog yang sangat berpengaruh, terkenal karena kedekatannya hubungannya dengan “informan penduduk asli” yang bernama Muchoma adalah Victor Turner. Karya pertamanya adalah suatu analisa fungsionalis struktural klasik tentang dinamika hubungan matrilinial diantar masyrakat Ndembu Zambia. Setelah itu dia membuat serangkaian analisis tentang simbolisme ritual Ndembu yang tidak tertandingi kekayaan dan detilnya. Karya Turner memiliki pengaruh besar karena dia secara bersamaan memberi perhatian besar terhadap ide-ide kultural pandangan keagamaan dalam (indigeneus) dan menjelaskan dalam istilah-istilah universal.

Turner secara khusus menjelaskan menjelaskan karya Arnold Van Gennep tentang upacara perjalanan berbagai ritual yang menandai berbagai perubahan keadaan, khususnya upara krisis kehidupan. Van Gennep mengatak tiga tahap yang harus dilalui peserta dalam upara tersebut : pemisahan, marginalisasi atau liminasi dan penyatuan. Turner mengatakan bahwa komunitas adalah inti dari pengalaman haji, naik haji menjadi penomena liminoid atau quasiliminal, dengan ini dia memahami bahwa ketika dalam haji, selama masa dalam ritual kritis kehidupan, masyarakat bergerak keluar dari struktur, dan peran-peran kehidupan sehari-hari. Turner sendiri mencatat kesamaan antara pendapatnya tentang komunitas dan keberadaan kaum hippi (orang yang menolak keberadaan masyarakat yang terorganisasi dan kebiasaan sosial yang mapan dan bersama dengan orang lain yang menggunak way of life  yang tidak konvensional). Turner meyakini tidak hanya Hippi , melainkan juga mistikus, orang-orang yang suci, shammans,rahib dan penduduk marginal lainnya memiliki hubungan khusus dengan komunitas.

Turner sampai pada keyakinan atas penyelidikan spritual universal, atau konsefsi bahwa antropolog-antropolog lain menemukan problem dan pertanyaan yang diabaikan (question begging). Kecendrungan yang sangat berbeda dari humanisme Turner dan pemahaman tentang struktur yang sangat berbeda diperkenalkan oleh strukturalis, idenya disini bahwa kehidupan sosial dihasilkan oleh pemikiran manusia, dan seluruh pemikiran-pemikiran manusia mengambil bentuk oposisi biner. Metode strukturalis akhirnya diterima sebagai bagian dari peti perkakas antropolog sosial atau kultural, dari pada sebagian wahyu metode ilmiah baru yang sempurna. Metode strukturalis kemudian dilihat sebagai interprestasi llllebih lanjut, interprestasi yang harus dikondisikan dalam struktur-struktur kekuatan dan status masyarakat yang sedang diteliti. Baragkali monograf strukuralis yang paling kuat menggabungkan etnografi sejarah dan teks suci adalah Homo Hierarchius karya Lois Dummot, karya ini berupaya menjelaskan kasta India sebagai suatu sistem yang dihasilkan oposisi antara yang suci dan yang najis. Dengan membandingkan India yang hirarkis dan holistik dengan egalitar  dan individulistis barat, Dumont melakukan analisnya dalam suatu kerangka kerja perbandingan mengingatkan pada tulisan-tuliasan Max Weber, Dumont tidak pernah benar-benar mengulangi ambiguitas krusial dalam pemikirannya.

Kesimpulan juag dicapai oleh mereka yang tidak mengikuti kereta strukturalis, Jika antropolog adalah pertanyaan interprestasi, interprestasi siapa yang mesti digunakan? Kesimpulan Lynn Bennett (1983) patut dikutip disini. Dia melakukan anlisis yang patut dicontoh tentang pantheon (candi yang dipersembahkan untuk seluruh tuhan) Hidndu, ritual-ritual dan organisasi sosial di desa nepalase. Kesimpulan Bennet diikhtisar dalam bentuk suatu tabel oposisi (lihat kotak 3), yang merupakan contoh bagaimana metode strukturalis dibangun dengan etnografi yang pada saat yang sama merupakan analisis organisasi sosial, geografi individual, interprestasi mite, dan simbol yang saling bersaing. Etnografi terbaik, seperti dikemukakan sebelumnya mengombinasikan pendekatan yang berbeda-beda dan tidak mencukupkan dengan satu pendekatan.

Oposisi simbolik dalam presepsi perempuan Hindu
Lynn, Bennet. 1983.  Dangerous wives and Sacred Sister. New York Columbia University Press.
Lynn Bennet melakukan penelitian di suatu desa dalam masyarakat Parbatiya yang berkasta tinggi, kasta Bahuns (Barhman) dan Chetris (Kshatria), tidak jauh dari Nepalase, Karthamdu. Bennat menggambarkan status perempuan hidndu kasta tinggi berubah ketika ia tumbuh lebih tua. Sebagai orang muda, perempuan yang belum kawin adakalanya disembah sebagai bentuk dewi-dewi, dia memiliki kebebasan penuh dirumah orang tuanya dan dia menempati kedudukan yang tinggi di status keluarganya. Dalam kunjungan berkala kerumah dimana ia lahir, seorang perempuan yang telah kawin, kembali menjadi seorang kerabat yakni sebagai kaka atau adik kepala laki-laki rumah tangga, namun kunjungan itu biasanya singkat.

Persoalan dan Perdebatan
Perbedaan panjang diantara antropolog tentang bagaimana agama harus didefinisikan, mengacu kepada yang telah lalu dalam kaitan dengan Durkheim (lihat kota 1). Definisi klasik Taulor, “keyakinan pada ada yang spritual” diperbaharui oleh Spiro. Dia mendefinisikan agama sebagai “suatu institusi yang terdiri dari iteraksi yang dipola secara kultural dengan “ada” diluar manusia yang dipostulasikan secara kultural.Shoutwold telah memunculkan suatu solusi yang barang kali mengharuskan persetujuan yang luas diantara antropolog. Dia menegaskan adalah keliru jika mencari karakteristik tunggal, atau daftar karakteristik baku yang ada dalam setiap kasus yang kini kita sebut agama. Lebih dari itu kita hendaknya menerima bahwa agama merupakan kategori politetik yakni bahwa istilah agama secara tidak langsung menunjukkan sekumpulan karakteristik, sebagaimana bessarnya ada dalam kebanyakan kasus, namun tidak satupun diantaranya hadir dimanapun. Dia menyatakan sebuah daftar dari 12 karakter itu:
1.      Concer pada sesuatu yang ilahiyah dan hubungan manusia dengan-Nya
2.      Dikotomi elemen dunia menjadi sacred dan profance dan perhatian utama pada sacred
3.      Orientasi pada keselamatan dari keadaan biasa dalam kehidupan duniawi
4.      Praktik-praktik ritual.
5.      Keyakina yang tidak dapat ditunjukkan secara logis atau empiris, atau sangat mungkin tetapi harus ada sebagai keimanan.
6.      Suatu kode etis yang didukung oleh keyakinan-keyakinan itu.
7.      Sangsi super natural karena terjadi pelanggaran terhadap kode tersebut.
8.      Mitologi.
9.      Adanya suatu kitab suci atau suatu tradisi  yang mulia.
10.   Adanya kependetaan (nabi) atau spesialisasi elit keagamaan.
11.  Berkaitan dengan suatu komunitas moral , suatu greja (dalam pemahaman Durkheim)
12.  Ada kaitannyaa dengan kelompok etnis atau kelompok yang sama.
Tentu saja kontroversi tentang definisi sering merefleksikan perbedaan-perbedaan yang lebih dalam. Beberapa persoalan yang terus diperdebatkan dalam karya-karya antropologis tentang agma dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.      Apakah ada survei keagamaan yang transtruktural atau spritual (barang kali seperti sacred dalam pandangan Durkheim atau Eliade cf. Hlm 84-85, 254-355),  yang dipahami oleh manusia seluruh dunia dengan cara yang berbeda-beda?
2.      Terlepas dari apakah wilayah-wilayah itu ada atau mesti diasumskan, apakah seluruh agama pada dasarnaya harus diinterprestasikan dengan cara yang sama atau tidak?
3.      Apakah agama secara inheren atau mendasar merupakan kekuatan konservatif sehingga bahkan gerakan-gerakan yang bermula sebagai bentuk protes yang tidak lagi mendukung status quo atau sekumpulan keteraturan institusional baru sama dengan agama?
4.      Sejauhmanakah seorang dapat melihat keyakinan keagamaan orang lain tampak dapat dipahami dan rasional?
5.      Apakah agama memberikan jalan keluar yang memperoleh dukunga secara kultural dimana kebudayaan lain menganggap sebagai bentuk patologi atau bentuk personalitas yang anti sosial?
6.      Dalam agama-agama yang memiliki kitab suci, seberapa relevan kitab-kitab itu untuk memahami keyakinan pengikut-pengikutnya yang awam?
Meskipun disini telah dijelaskan adanya perbedaan antara antropolog, semua sepakat bahwa tidak ada agama atau budaya masyarakat lain yang dapat diterima for granted dan adalah kesalahan yang menyedihkan bila memaksakan kembali apa yang dikatakan teks terhadap apa yang diyakini dan difikirkan masyarakat awam. Ricard Gombrich, seorang sinkertis dan sarjana Pali yang juga seorang antropolog diberitahu oleh pendeta  Therevade di Sri Langka “bahawa tuhan tidak ada kaitan apapun dengan agama”. Dalam bahasa Inggris pernyataan ini bersifat paradoksal  namun Sinhalese sangat jelas, bahkan hal yang lumrah, kalimat itu misalnya “deviyo” dan tidak ada kaitannya dengan agama. Ini menunjukkan bawa nada harus memulai dari istilah-istilah masyarakat itu sendiri. Dalam kasus ini mesti dilakukan pengujian yang cermat tentang apa makna “deviyo” dan agame dalam Sinhales, dengan menghindari asumsi-asumsi kristen atau barat tentang agama tau tuhan.


[1] Pada mulanya dipublikasikan dalam jurnal Africa 37, 1967, hlm 50-71, 155-187, dan dipublikasikan kembali dibanyak tempat lain khususnya dalam B.R. Wilson, Rationality. (Oxford: Blackwell, 1970), dan dalam kumpulan esei Horten, Patterns Of Tought In Africa dan the West. (Cambridge: Cambridge University Press, 1993)
BACA JUGA

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar disini

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda